Kalau sampai mereka menjadi demikian, itu salah siapa? Bukankah para gembala yang harus memikul tanggung jawabnya, karena tidak mampu membawa domba-dombanya kepada “pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhan” (Flp 3:8).
Namun di sisi lain, gembala-gembala tersebut juga tidak dapat dipersalahkan, karena mungkin sekali mereka sendiri belum pernah tersentuh oleh pengalaman itu (tidak seorang pun dapat memberikan apa yang tidak dimilikinya). Jadi, saat ini Gereja sangat membutuhkan para imam dan religius yang penuh dengan Roh Kudus, yang sungguh mengalami bahwa Allah itu hidup, sehingga dapat menjadi saksi-saksi Kristus yang meyakinkan.
Demikian pula mereka harus menguasai teologi yang kuat dan sehat, tidak asal teologi saja, namun juga menguasai liku-liku hidup rohani yang mendalam, sehingga mampu memberikan bimbingan kepada orang lain juga. Pendek kata dibutuhkan insan-insan Allah yang diresapi Sabda Allah dan menguasai teologi yang sejati. Namun mampukan Gereja melahirkannya? Ini suatu tantangan.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau (Ayb 42:5).
Marilah kita belajar dari Mat 25:14-30
"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, (1) masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.
Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.
Hamba yang (2A) menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Lalu datanglah hamba yang (2B) menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Kini datanglah juga hamba yang (3) menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
» (1) Kata talenta dalam perumpamaan ini, tidak ada kaitannya sama sekali dengan bakat. Talenta adalah ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6.000 dinar, kira-kira upah 15 tahun bekerja. Allah tidak mempercayakan lebih kepada seseorang hanya karena orang itu memiliki bakat yang lebih dari yang lain.
Bakat seseorang tidak selalu menjadi hal yang berguna dalam menjalankan pekerjaan Allah. Malahan bisa menjadi penghambat jika bakat tersebut menumbuhkan kesombongan pada orang itu. Jadi, bakat seseorang tidak diperhitungkan dalam peperangan rohani. Misalnya: seseorang mempunyai suara merdu, tetapi tidak ada kuasa Allah dalam dirinya, maka nyanyian itu akan terasa hampa. Sedangkan seseorang yang suaranya biasa-biasa saja tetapi kuasa Allah terwujud dalam diri orang tersebut maka hati para pendengarnya terasa ditarik naik ke sorga. Contoh: Paulus, pandai dan berbakat, baik dalam hal manajemen maupun dalam hal memahami Kitab Suci dan pekara-pekara rohani. Karena keunggulannya ini Allah memberi duri dalam dagingnya agar dia tetap rendah hati. Paulus menyadari bahwa dalam kelemahanlah kuasa Tuhan menjadi sempurna (2 Kor 12:7-10).
Dalam perumpamaan ini Yesus memberikan penekanan bahwa menantikan kedatangan sang tuan adalah penantian di dalam sebuah tanggung jawab. Mereka tidak menantikan tuan mereka di dalam keadaan menganggur. Ketiga orang itu diberi kepercayaan, diangkat sebagai wakil tuannya untuk mengembangkan hartanya.
(2AB) Kedua hamba ini menyadari penghormatan yang diberikan oleh tuannya, maka mereka mengerjakan bagian mereka dengan setia. (3) Hamba ini tidak mengerjakan apa-apa tetapi menghakimi, dia tidak peduli dengan anugerah, dan tidak menaruh hormat sama sekali kepada tuan yang telah menghormatinya dengan kedudukan sebagai pengusaha atas uang tuan itu. [Baca juga: Talenta yang tidak dikembangkan tidak akan berguna.
[Baca Warta KPI TL No. 75/VII/2010]
Sejak dibaptis, kita pun mendapat modal yang sama (Kis 11:17), maksudnya: kita menerima Roh yang sama, iman yang sama, Injil yang sama dan gereja yang sama (1 Kor 12:4; 2 Ptr 1:1; Gal 1:6-10). Kita juga telah diberikan kuasa untuk mengelola milik-Nya (Mzm 24:1; Kej 2:28). Tuhan membagikan talenta kepada para hamba-Nya tidak didasari oleh kemampuan jasmani dan duniawi dari orang tersebut. Setiap orang mendapatkan talentanya berdasarkan kuasa dan kemampuan rohaninya Jadi, kita tidak akan mempercayakan kuasa kepada orang yang kita pandang tidak akan mampu mengelola kuasa itu. Kuasa datang dari iman (Ef 6:10; Flp 4:13). Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah (1 Ptr 4:10).
(Sumber: Renungan KPI TL Tgl 17 Oktober 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).