Jika Y pulang sekolah, selalu disediakan berbagai macam makanan di rumahnya, sedangkan kedua adiknya makan di rumah sendiri. Jika terlambat pulang sekolah, X bingung menunggu kedatangan Y. Jika X ke luar kota, beliau selalu membawa oleh-oleh buat cucu-cucunya, Y mendapatkan bagian lebih banyak dari pada yang lainnya, oleh-oleh tersebut diberikan kepada Y secara sembunyi-sembunyi. Biasanya X mengunjungi adik suami saya setahun sekali. Tetapi ketika Y sekolah di kota tersebut, X mengunjungi Y setahun dua kali, meskipun kakinya kurang kuat untuk berjalan.
Pada hari Minggu, tiga tahun yang lalu suami saya (Z) merasakan sesak nafas. Rencananya saya bawa ke RKZ, namun karena jalanan macet (ada acara car free day » hari bebas kendaraan bermotor) dan Z merasa sudah tidak kuat menahan sakitnya maka dia minta dibawa ke UGD RS Darmo saja.
Sesampainya di sana, saya memanggil perawatnya, namun tidak ada satupun jawaban. Tiba-tiba ada seseorang yang muncul dari bawah meja, karena dia baru selesai sembahyang. Lalu saya tuntun Z ke tempat tidur sambil menunggu dokternya. Karena dokternya tidak kunjung datang, maka saya memutuskan untuk pindah ke RKZ sesuai rencana awal.
Sesampainya di RKZ, perawat dan dokter jaga langsung memberikan pertolongan pada Z. Setelah diperiksa, ternyata ada penyumbatan di jantung dan harus di “ring jantung”-nya. Karena Z sering membaca tentang kesehatan, maka dia memutuskan untuk minum obat jantung saja dan pasang “ring” di Singapura.
Ketika perawatnya menanyakan hendak memakai dokter A atau B, keluarga besar suami saya memutuskan memakai dokter A, karena beliau adalah dokter senior. Namun dokter A tersebut tidak dapat segera dihubungi. Kata perawatnya: “Mungkin dokter A saat ini sedang mengikuti Misa Hari Minggu.”
Menghadapi situasi ini saya sedikit panik, namun tiba-tiba saya melantunkan sebuah pujian dalam hati “Singkirkanlah penghalang Sabda-Mu, cairkanlah hatiku yang beku, dan bimbinglah kami di jalan-Mu.”
Lalu saya berpikir: “Kalau Tuhan mau menyelamatkan suami saya, Dia akan memakai sarana obat dan dokter siapa pun.” Akhirnya saya memutuskan memakai dokter B, meskipun saat itu belum dikenal banyak orang. Ketika dokter B datang, ada perasaan di hati saya bahwa dokter ini memang betul-betul diutus oleh Tuhan untuk menolong Z. Saya bertambah yakin lagi ketika beliau menyuruh saya memimpin doa sebelum melakukan operasi.
Selesai operasi, dokter B berbincang-bincang dengan saya, katanya: “Biasanya saya diberi tugas kolektan jam delapan, entah mengapa hari ini kok dipindah jam setengah enam. Ketika diberitahu ada pasien maka saya segera meluncur dari Gereja Salib Suci ke RKZ, dalam perjalanan saya berdoa memohon hikmat dari Tuhan, apakah yang akan saya bicarakan dengan pasien.”
Dari dua pengalaman di atas saya mulai mengerti perbedaan antara “percaya” pada Tuhan dan “mempercayakan” (ber-iman) pada Tuhan.
Orang ber-iman » merespon segala sesuatu yang belum terjadi dengan mengandalkan dan berserah pada Tuhan, dan menantikan janji-janji-Nya dengan setia sehingga batinnya ada ketenangan (Mat 11:28-30), ada damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rm 14:17). Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1:7).
Orang percaya saja tanpa berserah pada Tuhan » merespon segala sesuatu yang belum terjadi dengan mengandalkan dirinya sendiri sehingga batinnya penuh kebimbangan, sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin (Yak 1:6). Jadi, dalam mengikuti Tuhan Yesus, kita tidak cukup percaya saja tetapi harus beriman.
Tuhan memberikan kepada manusia pengetahuan, supaya dimuliakan karena pekerjaan-pekerjaan-Nya yang ajaib. Adakalanya kesehatan terletak di tangan tabib. Mereka juga berdoa kepada Tuhan, semoga Ia menganugerahkan keringanan penyakit serta penyembuhan akan keselamatan hidup (Sir 38:6, 13-14).
Di dalam pertunjukan sirkus, ada seorang akrobat (C) yang bertanya pada penonton: “Apakah bapak atau ibu percaya saya dapat berjalan di atas seutas tali ini dari kiri ke kanan dengan selamat?” Jawab penonton: “Kami percaya!” Sesampainya diujung kanan tali, C mendapatkan tepuk tangan dari penonton.
Sesudah itu C bertanya lagi: “Apakah bapak atau ibu percaya juga kalau saya dapat naik sepeda melewati seutas tali ini dari kanan ke kiri dengan selamat?” Jawab penonton: “Kami percaya!” Sesampainya diujung kiri tali, C mendapatkan tepuk tangan dari penonton.
Sesudah itu C bertanya lagi: “Apakah bapak atau ibu ada yang mau saya gendong dari kiri ke kanan berjalan di atas seutas tali ini?” Mendengar pertanyaan itu, suasana menjadi hening. Tiba-tiba ada seorang anak kecil yang mau digendong C. Sesampainya di ujung kanan tali, C mendapatkan tepuk tangan yang luar biasa dari penonton karena mereka takjub dengan atraksi tersebut.
Salah seorang penonton penasaran dan dia bertanya pada anak kecil tersebut: “Dek, kamu kok berani digendong C di atas seutas tali?” Jawabnya: “Saya percaya sepenuhnya pada C karena beliau adalah bapak saya. Saya tahu pasti bahwa bapak saya pasti membawa saya ke ujung tali dengan selamat.”
Kita pun diminta oleh Tuhan seperti itu, bukan percaya 1 dan 2 tetapi mempercayakan diri (meng-iman-i) seperti anak kecil tadi.
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi ... semuanya itu baik (Kej 1:1, 10, 18, 21), Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kej 1:31). Namun saat ini kita melihat kenyataan yang berbeda.
Contoh: manfaat ganja atau mariyuana di bidang kesehatan: menenangkan kecemasan, mengobati epilepsi, memperlambat alzheimer, obat kanker, meredam gejala multiple sclerosis, mengobati penyakit parkinson, mengobati radang usus. Manfaat yang baik dari ganja disalah-gunakan sehingga 80% tahanan di Medaeng adalah kasus narkoba. Mereka berpikir dengan mengkonsumsi ganja setiap hari, mereka akan merasa bahagia karena dapat melupakan persoalan yang berat. Ingatlah! Ini bukan suatu kebahagiaan sejati, namun ini hanyalah efek dari halusinasi, merasakan kebahagiaan semu.
Mengapa di dunia ini semakin langka kebahagiaan sejati? Karena mereka belum mengenal Allah sepenuhnya sehingga tanpa sadar telah dijerat dan diikat Iblis untuk melakukan kehendaknya, pikirannya ditarik kepada berhala-hala (2 Tim 2:26; Gal 4:8), seperti terbelenggu oleh materi, keluarga, kehormatan, kekuasaan dll.
Agar kita tidak terbelenggu yang ada di dalam dunia ini, maka Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16; 1:1, 14; Yoh 17:3 » mengenal Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah diutus-Nya). Ia telah mengutus Anak-Nya untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Luk 4:18-19).
Yesus berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mrk 2:17).
Jadi, datanglah kepada-Nya semua yang letih lesu dan berbeban berat, Dia akan memberi kelegaan kepada kita. ... jiwa kita akan mendapat ketenangan”. (Mat 11:28-30). Dia menghadirkan Kerajaan Allah di bumi ini (Luk 17:21; Rm 14:17 » Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus; 1 Kor 4:20 » Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa).
Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh 1:12).
Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh (Mrk 16:17-18).
Jadi, hendaklah kita kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kita dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis Ef 6:10-11). Janganlah beri kesempatan kepada Iblis (Ef 4:27). Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kita tahu, bahwa semua saudara kita di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kita dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita, sesudah kita menderita seketika lamanya (1 Ptr 5:9-10). Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kaki kita. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kita! (Rm 16:20).
(Sumber: Renungan KPI TL Tgl 24 Oktober 2019, Ibu Mimi).