Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Sabtu, 19 Mei 2018: Hari Biasa Pekan VII Paskah - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: Kis 28:16-20, 30-31; Mzm 11:4, 5, 7; Yoh 21:20-25
Bacaan: Kis 28:16-20, 30-31; Mzm 11:4, 5, 7; Yoh 21:20-25
Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"
Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?"
Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, (*) itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: "Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu."
Renungan
1. Kedaulatan dan wewenang Allah
(*) Tiap orang diciptakan secara khusus, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, dengan karakter, talenta, latar belakang, dan kebiasaan yang berbeda-beda pula. Tidak ada yang sama.
Kita tidak perlu meributkan atau merepotkan diri tentang hal itu. Itu adalah kedaulatan dan wewenang Allah. Tugas kita hanyalah memastikan bahwa kita sendiri sudah atau sedang mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh.
Jika dengan serius kita mengikut Dia, kita tentu tidak memiliki waktu untuk memikirkan bagaimana Dia memperlakukan orang di sekitar kita. Itu bukan urusan kita.
Ingatlah bahwa tugas kita satu-satunya hanyalah mengikut Yesus tiap-tiap hari, setia menapaki langkah demi langkah berdasarkan pimpinan Tuhan. Menjalani hidup dengan menempatkan kehendak Yesus sebagai yang terutama dalam hidup.
2. Tuhan punya rencana indah pada kita
Hal menarik dalam kebersamaan di komunitas adalah para murid ini saling mengenal satu sama lain. Petrus memandang Yohanes sebagai murid kesayangan Yesus. Ia terpesona dan merasa rendah diri di hadapan Yohanes. Itu sebabnya Ia bertanya kepada Yesus tentang nasib Yohanes.
Tetapi Yesus berkata bahwa hidup kekal itu anugerah istimewa dari Bapa dalam nama-Nya. Oleh karena itu yang paling penting bagi seorang murid adalah selalu terbuka kepada Tuhan dan mau diselamatkan. Pribadi itu mau mengikuti semua rencana-Nya hari demi hari. Dengan demikian Tuhan akan lewat dan mengampuni dosa-dosanya. Mengikuti Yesus berarti ingin memperoleh keselamatan.
Terlepas dari relasi antar pribadi di dalam komunitas, satu hal manusiawi yang ditonjolkan Petrus adalah ia membandingkan dirinya dengan Yohanes, murid kesayangan Yesus. Ia berkata kepada Yesus: “(*)."
Memang ini hanya pengalaman manusiawi tetapi sering terjadi di dalam hidup kita. Kita menjadikan orang lain sebagai pembanding. Padahal Tuhan Yesus punya rencana-rencana istimewa bagi keduanya.
Petrus dipanggil Tuhan untuk mengikuti Yesus sebagai martir. Ia juga akan dibunuh dengan cara yang sama dengan Yesus. Ini adalah wujud kesaksian imannya.
Yohanes adalah satu-satunya murid yang tidak wafat sebagai martir. Usianya panjang dan digunakan untuk mewartakan Allah sebagai kasih. Ia memberi kesaksian tentang Yesus di dalam Injil dan surat-surat serta Wahyu. Jadi dua murid dengan panggilan yang sama tetapi cara mengasihi Yesus berbeda.