Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Minggu, 19 Agustus 2018: Hari Minggu Biasa XX - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ams 9:1-6; Mzm 34:2-3, 10-11, 12-13, 14-15;,Ef 5:15-20; Yoh 6:51-58
(1) Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia."
Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: "Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan."
Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. (2) Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.
Renungan
1. Bersatu dengan Yesus, jiwa tidak akan lapar dan haus lagi
(1, 2) Ungkapan ini mengundang kontroversi di kalangan orang-orang Yahudi. Mereka berpikir sangat pragmatis dan dangkal. Sebab bagi mereka tidak mungkin manusia memakan daging manusia dan meminum darahnya.
Padahal, sesungguhnya Yesus memberikan daging dan darah-Nya sebagai makanan untuk menunjukkan kasih dan pengorbanan-Nya yang paling besar. Ia rela disantap agar keilahian-Nya bersatu dengan tubuh kita yang fana. Ketika Yesus menyatakan (1, 2), Dia hendak menjadikan Diri-Nya sebagai bagian yang paling penting dalam hidup kita.
Yesus memberikan daging-Nya sebagai makanan dan darah-Nya sebagai minuman agar kita bisa hidup bukan saja di dunia tapi untuk selama-lamanya. Jadi, sebagai orang beriman, hendaknya kita rindu untuk bertemu dengan Yesus dan bersatu dengan-Nya agar jiwa kita tidak lapar dan haus lagi.
Orang beriman yang tidak mendekatkan diri dan merindukan Tuhan merupakan orang bodoh. Sama bodohnya dengan orang yang membiarkan diri kelaparan, tanpa berusaha mencari makan dan minuman. Oleh karena itu, buanglah kebodohan, dan ikutilah jalan pengertian maka kamu akan hidup (Ams 9:6).