Pages

Rabu, 01 Mei 2019

Maafkan istriku ... aku terlambat jatuh cinta padamu

Rumah masih ramai setelah pulang dari pemakaman, kepalaku masih pusing karena tak bisa menahan tangis melihat jasad terakhir istriku dimasukkan ke liang lahat. 

Aku makin tak bisa menahan airmata saat melihat anak-anak menangis memandangi tanah yang menimbun ibu mereka. Lama aku diam di pemakaman, mengingat kembali saat istriku masih ada. 

Aku ingat semua dosaku, kesalahanku, mulut kasarku, ketidak pedulianku, bahkan yang paling aku ingat membiarkan dia berpikir sendiri tentang keuangan keluarga. 

Aku pikir saat di pemakaman adalah momen tersedih yang aku alami sepanjang hidupku, ternyata itu belum apa-apa. Banyak kepiluan lain yang membuatku hancur. 

Putriku yang berusia 5 tahun beberapa kali berlari ke kamar sambil memanggil ibunya. Sepertinya dia lupa bahwa ibunya telah tiada. Kemudian ia keluar lagi dengan wajah kecewa. Malam berlalu tanpa aku bisa melelapkan mata sedetikpun. Rasanya rumah ini sunyi dan hampa. 

Hingga tibalah hari yang membuat aku amat sedih. Yaitu hari ketika anak-anak mulai masuk sekolah. 

Pagi itu mereka semua sudah bangun, aku kebingungan, anak-anakku juga seperti bingung mau berbuat apa. 

Biasanya pagi kami selalu dibangunkan, disuruh mandi dan berdoa, disiapkan pakaian, dibuatkan sarapan dan kami berangkat dalam keadaan rapi dan perut yang sudah kenyang. 

Hari ini kami hanya terdiam. Aku menyuruh anak-anak melihat makanan di kulkas tapi yang ada hanya bahan mentah. Rumah yang biasanya rapi nampak berantakan. Aku pergi membeli sarapan untuk kami berempat. Saat membayar aku kaget uang 50 ribu tanpa kembalian. Padahal selama ini aku memberi uang 50 ribu kepada istriku cukup untuk makan kami sampai malam. 

Kadang-kadang aku marah-marah kalau dia minta tambahan. Aku bawa sarapan pulang dan anak-anak sudah menunggu di meja makan. Sudah jam 7.30 biasanya mereka sudah diantar ke sekolah semuanya diantar istriku berbarengan, sementara aku baru pulang beli sarapan. Dalam hati kalau terlambat semoga dimaklumi karna habis kemalangan. Aku makin merasa kacau saat jam sudah menuju jam 8 dan anak-anak belum diantar semua. 

Aku benar-benar kehilangan seorang dewa dalam rumah kami. Inikah yang selama ini dilakukan istriku? Mengapa aku selalu menganggap dia tak ada kerjaan. Selalu menganggap sepele pekerjaan seorang ibu?

Aku masih linglung ditempat kerja. Masih banyak teman-teman yang menghampiri mengucapkan belasungkawa. Hingga aku ditelpon oleh walikelas anak ku yang masih TK katanya anak-anak udah pulang tapi belum ada yang jemput, aku minta ijin pergi menjemput anak dan jam 12 anakku yang no 2 juga menelpon minta dijemput karna udah pulang. 

Selama ini aku tak tau satupun jadwal mereka. Aku hanya bekerja dan tak peduli dengan itu semua. Anakku yang besar pulang jam 2 artinya aku tak bisa kembali ke tempat kerja. 

Sampai di sekolah anakku, aku masih melihat di depan sekolah masih ada bekas darah saat istriku kecelakaan 3 hari lalu, kecelakaan yang serta merta merenggut nyawanya saat menjemput anak sulungku. 

Sampai di rumah anak-anak nampak kelaparan. Ternyata aku tak tau manajemen waktu sehebat almarhumah istriku. 

Aku harus ke warung makan lagi untuk pergi membeli makan siang. Begitupun nantinya makan malam. Sehingga tidak kurang dari 200 ribu sampai malam. Aku berpikir ini baru 1 hari, bagaimana kalau 1 bulan. Gajiku tidak akan cukup untuk kami berempat. 

Ya Tuhan. Indah sekali caramu menegurku. Begitu kacaunya hidupku tanpa istriku, keuangan makin amburadul, anak-anak tak terurus, makanan favoritku tidak ada lagi. Rumah dan tanaman seperti hilang aura karna tak ada yang merawat dan membersihkan. 

Aku masih sempat merasa wanita di luaran lebih cantik dari istriku. Andai aku bisa menebus apapun yang telah aku lakukan kepada istriku selama ini. Aku ingin memperbaikinya. Aku ingin membantunya, menyayanginya sepenuh hati dan tak akan pernah berkata kasar kepadanya. 

Dia begitu lelah setiap hari, tapi sepulang kerja aku masih sering membentaknya. Saat dia minta tambahan belanja aku berkata kasar kepadanya. Dia saat aku jadikan istri, rela berpisah dengan anggota keluarga besarnya, hidup susah payah dan sederhana denganku.

Maafkan aku istriku, andai aku bisa menebus semua kesalahanku, satu hari saja tanpamu kami seperti anak ayam kehilangan induknya. Berserakan. 

Saat berdoa aku kembali menangis sejadi-jadinya. Andai bisa kutebus, aku ingin menebus meski dengan nyawaku. Aku mau dia yang hidup menjaga anak-anak dan biarlah aku yang menghadap-Mu. Ini sangat berat bagiku apalagi bagi anak-anakku. Demikian doa tengah malamku.

Jujur selama ini aku tak dekat dengan anak-anak. Mereka selalu sama ibunya. Aku hanyalah kerja, pulang, tidur dan kerja lagi. Aku tak tau apa-apa tentang urusan anak dan rumah. 

Istriku, aku berdoa semoga lelahmu jadi ibadah, semoga semua yang kau lakukan untuk kami membawamu ke surga, semoga engkau bahagia di alammu. 

Kali ini aku benar-benar menangis tersedu-sedu sambil membayangkan wajahmu. Kau tak pernah mengeluh dengan pekerjaanmu, kau tak pernah meminta sesuatu yang aku tak sanggup membelinya. Kau jalani semua dengan sabar dan aku merasa belakangan jarang memperhatikanmu. Jarang bertanya bagaimana anak-anak kita, jarang bertanya bagaimana hari-harimu.

Kekasih hatiku. Mengapa aku jatuh cinta padamu justru setelah engkau tiada. Tidak akan ada yang menggantikan dirimu dihatiku. Mengapa rasa cinta ku padamu menggebu-gebu saat dirimu sudah berada dipusara. 

Maafkan aku istriku.

Biasanya kita baru menyadari arti keberadaan orang yang kita cintai ... disaat dia tak lagi ada bersama kita