Menurut beberapa pengamat paling tidak ada 2 penyebab utama orang tua yang sukses tapi anaknya gagal atau tidak sesukses orang tuanya.
Yang pertama banyak sekali orang tua yang seringkali berkata saya tidak ingin anak saya mengalami penderitaan yang saya alami dulu.
Nah seolah-olah ini adalah bentuk pernyataan kasih sayang orang tua pada anaknya, tapi justru inilah yang sering kali menjadi penyebab anaknya gagal atau tidak sukses seperti orang tuanya. Mengapa?
Banyak orang berpikir bahwa pendiritaan masa kecil dulu, atau berbagai kesulitan yang pernah dialami dulu sebagai penderitaan atau cobaan atau hukuman atau apalah ...
Intinya semua itu adalah penderitaan dan cukup dialami orang tua-nya saja.
Padahal justru penderitaan itulah sumber kekuatan, latihan ketabahaan, sumber kesabaran dan sumber motivasi serta pecut bagi siapapun yg mengalaminya untuk maju dan keluar dari semua penderitaan itu.
Penderitaan memang sekilas seperti beban, tapi bukan beban yang mematikan, melainkan beban yang melatih otot-otok kita untuk menjadi lebih kuat dan lebih kuat setiap harinya. Persis seorang yang berlatih binaraga, beban akan menjadikan otot-otot tubuhnya makin kekar dari waktu ke waktu. Ya seperti itu lah adanya
Semakin berat beban yang berhasil diangkatnya maka semakin kuat otot-ototnya, lihat saja Ade Ray.
Jadi sesungguhnya beban hidup yang dulu kita pernah alami itulah yang telah membuat otot-otot mental kita kuat dan kekar.
Jadi ketika orang tua berkata saya tidak ingin anak saya mengalami penderitaan yang saya alami dulu, itu sama seperti saya tidak ingin anak saya berlatih angkat beban.
Jadi bagaimana mungkin anak-anaknya akan memiliki otot-otot mental yang kuat? Alih-alih anaknya banyak diberi kemudahan, fasilitas, semua diperoleh dengan serba gampang tanpa adanya usaha apapun. Lalu suatu ketika berharap anaknya akan sukses seperti dirinya? Atau ketika anaknya menjadi anak yang manja dan sangat tidak mandiri barulah orang tua mengeluh.
Sepertinya tidak sadar atau mendadak lupa kalau semua ini orang tua jugalah penyebabnya.
Beruntung dulu saya punya orang tua yang tidak pernah berkata seperti itu, Ibu saya selalu melatih saya mengerjakan banyak hal sendiri, dilatih berjualan sejak usia 7 tahun, dilatih mencuci, memasak, nyapu, ngepel, hingga pulang kampung sendiri dari Jakarta ke Malang di usia 12 tahun. dan banyak lagi latihan mental yang berat-berat ... hingga pada akhirnya selalu siap menghadapi berbagai situasi dan tantangan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Yang kedua karena ada habit orang tuanya ketika sukses, ia lupa untuk memikirkan bagaimana bisa mensukseskan anaknya.
Alih-alih ingat untuk membaut anaknya sukses, ia malah lebih sibuk dengan melakukan hal-hal lain yang berhubungan dengan profesinya sendiri atau bahkan oleh kegiatan yang tidak berguna,
Misalnya, menghabiskan waktu ikut-ikutan kegiatan atau bicara tentang politik padahal gak ngerti politik bukan juga kuliah di jurusan sosial politik, lebih banyak membaca atau sharing artikel-artikel hoax di internet dan hal tidak berguna lainnya hingga lupa untuk mendidik dan mendampingi anaknya.
Dan ada juga fenomena yang berkembang saat ini adalah seperti memikirkan WIL atau mungkin PIL yang berakibat pada perpecahan keluarga dan kehancuran masa depan anaknya.
Anda atau siapapun boleh setuju atau tidak setuju tulisan ini, tapi paling tidak tulisan ini akan bisa mengajak dan memicu otak kita untuk berpikir dan merenung tentang fakta-fakta yang terjadi saat ini dan kita lihat di lapangan.
Jika anda setuju dengan tulisan ini silahkan disebarkan tapi jika tidak, ya tak usahlah diperdebatkan karena hanya akan membuang waktu kita saja.
Aritikel ini ditulis berdasarkan berbagai kumpulan pengalaman orang lain dan pengalaman pribadi (Ayah Edy Wiyono).