Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Sabtu, 30 Maret 2019: Hari Biasa Prapaskah III - Tahun C/I (Ungu)
Bacaan: Hos 6:1-6; Mzm 51:3-4, 18-19, 20-21ab; Luk 18:9-14
Minggu, 27 Oktober 2019: Hari Biasa XXX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Sir 35:12-14, 16-18; Mzm 34:2-3, 17-18, 19, 23; 2 Tim 4:6-8, 26-18; Luk 18:9-14
Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:
"Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Tetapi (2) pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa (1) merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Renungan
1. Sikap orang beriman
Umumnya, orang memahami bahwa sifat rendah hati dan sifat rendah diri adalah dua hal yang berbeda. Rendah hati menunjuk pada sikap bersahaja, tidak sombong, tidak angkuh. Sementara itu, rendah diri berarti merasa tidak berarti, tidak pantas, dan bukan apa-apa.
Dua sifat ini sama sekali berbeda. Akan tetapi, ketika berbicara tentang sikap seorang beriman di hadapan Tuhan, rendah hati dan rendah diri seperti dua hal yang menyatu dan tak dapat dipisahkan, layaknya dua sisi dari sebuah uang logam.
(1, 2) Teladan sikap orang beriman di hadapan Tuhan. Di hadapan-Nya, orang perlu menunjukkan kerendahan hatinya. Di satu pihak dan serentak pula menunjukkan kerendahan dirinya. Tidak hanya kesahajaan diri saja, tetapi juga dibutuhkan pengakuan bahwa dirinya sungguh-sungguh tidak berarti apa-apa.
Kerendahan hati mengungkapkan hati yang sederhana. Hati yang sederhana memampukan pribadi untuk bersikap RENDAH DIRI: menyadari dan mengakui segala keterbatasan, kelemahan, kerapuhan, dan keberdosannya.
Jadi, kerendahan hati dan kerendahan diri kitalah yang berkenan kepada Tuhan. Itulah persembahan yang berkenan di hadirat Tuhan.
2. Motivasi beriman
Perumpamaan ini memberikan tiga butir refleksi kepada kita:
(1) Tentang doa. Doa yang sejati adalah ungkapan kerendahan kita di hadapan Allah dan ketergantungan kita pada Allah sendiri. Kerendahan ini dinyatakan dalam sikap menyadari dan mengakui dosa kita.
(2) Tentang Allah. Allah siap menerima kita apa adanya dan mengampuni dosa-dosa kita. Hal ini mendorong kita untuk datang ke hadapan-Nya tanpa takut atau berpura-pura karena kita tahu Allah melihat kesungguhan hati kita.
(3) Motivasi beriman. Kita perlu merenungkan kembali motivasi doa kita dan motivasi keterlibatan kita dalam kegiatan-kegiatan rohani. Apa dan siapa yang kita cari dalam kegiatan-kegiatan tersebut?
Jika kita menghidupi mentalitas orang Farisi, kita tidak akan mendapatkan apa-apa ketika berada di gereja atau di dalam ibadat gereja, kita pulang ke rumah dengan beban yang sama ketika datang sehingga kita akan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan. Jadi, jika ada mentalitas orang Farisi di dalam hati kita, berhentilah sejenak dan merenung.