Sabtu, 23 Maret 2019

04.13 -

Rela memikul salib



Ada sebuah ungkapan yang beredar di masyarakat berbunyi demikian: Muda, foya-foya; tua, kaya raya; mati, masuk surga. Sebuah ungkapan modern yang menginginkan kebahagiaan terus-menerus, tanpa derita dan kekalahan, tanpa sakit dan kecemasan.

Justru Gereja Katolik memperingati “Hati Bunda Maria yang berduka” setiap tanggal 15 September. Melalui peringatan ini Bunda Maria mengajarkan pada kita bahwa kecemasan, kesengsaraan atau penderitaan, bukanlah hal yang harus kita hindari, tetapi harus kita hadapi. Santa Teresa dari Kalkuta mendapatkan ispirasi dari Bunda Maria yang selalu tersentuh oleh belas kasihan saat orang lain berada dalam kecemasan dan penderitaan.

Marilah kita belajar dari Yoh 19:25-27:

Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: (1) "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: (2) "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

» Ketika Maria mengikuti jalan salib Putranya, nubuat Simeon terbukti (Luk 2:35 - suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri). Maria tentu menangis dan sangat menderita melihat anaknya yang tak bersalah dijadikan bersalah.

(1, 2) Sejak saat itu Maria menjadi Bunda bagi umat manusia. Umat manusia pun menghormatinya sebagai bundanya. Maria tetap menderita hingga saat ini ketika manusia masih jatuh dalam dosa. Meskipun demikian Bunda Maria tetap mendoakan umat manusia (Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati). Kedewasaan imannya menjadikan Bunda Maria selalu ingin berbela rasa dengan orang yang menghadapi masalah dalam hidupnya.

Bapa Suci Fransiskus mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang sempurna. Tidak ada ayah yang sempurna, tidak ada ibu yang sempurna dan tidak ada anak yang sempurna. Situasi itu seringkali menimbulkan kesedihan mendalam, terutama ibu-ibu. 

Banyak ibu di dalam keluarga-keluarga saat ini mengalami duka akibat perbuatan anak dan suami. Mereka merasa disakiti dan dilecehkan. Tetapi kita tidak boleh punah dalam harapan. Kita harus rela untuk memanggul salib seperti teladan Bunda Maria. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 166/II/2019 » Bersama Bunda Maria, menjadi semakin dewasa dalam iman, Pendalaman iman bulan Rosario 2018).