Pada saat beliau sakit keras, saya tidak dapat mendampinginya terus-menerus karena saya harus menjaga toko. Saya tahu bahwa Allah dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang saya doakan atau pikirkan (Ef 3:20), kasih-Nya sungguh tak terbatas. Oleh karena itu saya tidak menghakimi karakternya yang keras tetapi setiap hari saya berdoa agar “kasih Allah mengalir dalam hidup ayah saya”.
Sungguh luar biasa, bagaikan batu yang sifatnya keras ditetesi air yang sifatnya lembut secara terus-menerus, maka batu itu akan pecah. Demikian juga dengan hati ayah saya yang keras, berkat kasih-Nya yang selalu mengalir maka beliau menjadi terbuka terhadap kasih Allah.
Akhirnya ... pada saat romo menanyakan padanya: “Apakah bapak mau dibaptis?” Jawabnya: “Mau.” Sungguh luar biasa karya Allah, ayah saya mau dibaptis, terlebih lagi malam hari sebelum romo datang, tiba-tiba beliau memanggil sopir untuk mengembalikan alat sembahyang ke klenteng.
Orang yang mau terbuka (menanggapi) kasih Allah ini (1 Ptr 3:9 » berbalik dan bertobat; Yoh 6:40 » percaya kepada-Nya) akan diselamatkan (1 Tim 2:4).
Seringkali orang-orang Kristen sendiri menjadi penghalang besar bagi orang-orang yang ingin mendekati Kristus. Karena kita seringkali berkotbah tentang injil yang tidak kita hayati. Inilah alasan mendasar mengapa begitu banyak orang di dunia ini yang tidak percaya (Mother Teresa).
Marilah kita belajar dari 1 Yoh 4:7-21:
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan (2E) setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa (1B) Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
Inilah kasih itu: (2A) Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah (1C) mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Saudara-saudaraku yang kekasih, (2C) jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan (3A) kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: (4) Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya.
Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa (1A) Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dalam hal inilah (3B) kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.
Di dalam kasih tidak ada ketakutan: (3C) kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.
(2B) Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena (2F) barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: (2D) Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.
» Semua orang telah berbuat dosa (Rm 5:12). Oleh karena itu Allah berinisiatif menunjukkan kasih-Nya kepada kita ketika kita masih berdosa (1ABC; Rm 5:8; Luk 15:11-32 » Perumpamaan tentang anak yang hilang).
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia (Yoh 3:16-17). Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa (1 Tim 1:15).
(2A-2F) Ada seorang anak kecil ingin memberikan hadiah ulang tahun pada ayahnya, namun ia tidak mempunyai uang. Sebagai ayah yang peka dapat melihat kegelisahan dan kerinduan anaknya. Maka pada saat anaknya tidur, sang ayah menaruh selembar uang seratus ribu di meja sebelah tempat tidur anaknya. Begitu bangun tidur, anak tersebut kaget dan bersukacita karena kerinduannya untuk memberi hadiah ulang tahun ayahnya terkabul.
Ketika hadiah itu diberikan kepada ayahnya, ayahnya bersukacita dan berterima kasih karena anaknya ingat hari ulang tahunnya dan berterima kasih juga atas hadiah tersebut.
Ada banyak pandangan yang keliru tentang kasih: kalau kita berbuat baik, kita baru dikasihi Allah; ada budi, ada balas. Kasih Allah tidak membedakan orang (Kis 10:34; Mat 5:45 » menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar). (4) Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (Rm 5:5).
Sebagai seorang Kristiani, kita harus menyadari kebenaran Kristiani ini: Allah mengasihi kita bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi (1) karena rahmat-Nya (Tit 3:5; 2 Tim 3:17 » tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik). Namun, kerahiman-Nya juga (2) memperhitungkan jasa-jasa perbuatan yang benar (3 Yoh 1:6; Tob 4:8-9 » memberi sedekah melepaskan dari maut, dengan jalan itu kita timbun simpanan bagi diri kita untuk masa darurat).
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan kebajikan ini, yaitu cinta kasih (Mat 22:37-39 » Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri).
Untuk mengasihi, tidak bisa dipisahkan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (Luk 10:27), kalau mengasihi Allah, ya harus mengasihi sesama, kalau mengasihi sesama ya membutuhkan kasih Allah terlebih dulu.
Dua perintah ini sangatlah penting dan harus kita lakukan, namun urutannya harus kita perhatikan, jangan terbalik. Mengapa?
1. Tuhan tidak ingin kita memiliki berhala di dalam hidup kita. Lagi pula, Dia tahu bahwa Dia-lah satu-satunya yang dapat memuaskan jiwa manusia. Sesungguhnya tidak ada satu pun manusia yang dapat memuaskan jiwa manusia lain. Setiap manusia sangat amat membutuhkan hubungan dengan Tuhan.
2. Tuhan adalah Kasih (1 Yoh 47-21). Artinya, seorang manusia tidak dapat sungguh-sungguh mengasihi manusia lain sebelum ia memiliki hubungan dengan Kasih Sejati (Tuhan). Jadi, manusia harus melekat kepada Tuhan terlebih dahulu, barulah ia dapat menyalurkan kasih yang sesungguhnya kepada sesamanya.
Kalau kita sudah merasakan kasih Allah, maka kita akan banyak berbicara tentang kasih seperti St. Yohanes Rasul (Yoh 13:23; 19:26; 20:2; 21:7, 20 » murid yang dikasihi Yesus). Pengalaman kasih yang mendalam ini (Yoh 13:23 » bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya) meluap sehingga pengalaman ini tampak dalam tulisannya (Injil dan surat-suratnya).
Bila seseorang semakin bertumbuh dalam pengenalan akan kasih Allah, maka cara pandang, cara pikir, dan nilai-nilai kehidupannya berubah karena ia sadar bahwa hati Allah lebih lembut dari hati ibu manapun, Dia mengasihinya dengan kasih yang kekal (Yes 49:15; Yer 31:3), (3ABC) kasih Allah sempurna di dalam kita sehingga tidak ada lagi perasaan takut dalam hidup sehingga kita dimampukan untuk melaksanakan perintah-Nya (Mat 5:44 » Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu).
Karena telah lebih dulu mengalami belas kasih Allah, maka seseorang tidak mau menghakimi orang lain; membagikan kasih kepada sesama dengan tulus, tanpa menuntut balas; tidak mencari penghargaan/penghormatan dari manusia (tidak takut apa kata orang). Jadi, hatinya meluap dengan ucapan syukur dan terima kasih dan melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Allah (Kol 3:17; 1 Kor 10:31).
(Sumber: Warta KPI TL No. 167/III/2019 » Renungan KPI TL Tgl 21 Februari 2019, Bapak Effendy).