Pages

Senin, 19 November 2018

Salomo – Teladan Pribadi Bijaksana

 

Kebijaksanaan adalah keutamaan pokok yangmengatur akal budi praktis dalam setiap situasi, untuk memilih kebaikan yang benar dan sarana yang tepat untuk mencapainya” (KGK 1835). 

Kebijaksanaan secara praktik membuat kita sanggup memilih sarana yang baik untuk mencapai tujuan akhir yang baik. Kebijaksanaan membimbing keputusan praktis kita secara pribadi dalam situasi konkret dan menyediakan pelaksanaan efektif ketika keputusan dicapai. 

Dengan bantuan kebijaksanaan, kita belajar dari pengalaman kita dan dengan tepat menerapkan prinsip-prinsip moral kepada situasi kehidupan nyata (KGK 1806). 

Orang bijaksana selalu mempertimbangkan, membedakan, dan akhirnya memutuskan apa yang harus dilakukan. St. Paulus mengingatkan kita agar dasar pertimbangan kita bukanlah semata-mata untuk melayani keinginan daging. Hal ini tidak berkenan kepada Allah (Rm 8:6-8). 

Lebih lagi, St. Thomas mengajak kita untuk tidak melakukan pertimbangan dengan kelicikan atau dengan taktik. Kebijaksanaan sejati tidak hanya berkaitan dengan tujuan akhir yang baik, tetapi juga sarana yang baik untuk mencapai tujuan akhir itu

Sedangkan kelicikan seringkali tampak dalam akal bulus seseorang yang lihai dalam taktik untuk menggunakan sarana apa pun demi mencapai tujuan yang diinginkan

Orang yang bijak memperhatikan langkahnya (Ams 14:15). Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa (1 Ptr 4:7). Ia tidak mempunyai hubungan dengan rasa malu atau rasa takut, dengan lidah bercabang atau berpura-pura. 

Orang menamakan dia "auriga virtutum" [pengemudi kebajikan]; ia mengemudikan kebajikan lain, karena ia memberi kepada mereka peraturan dan ukuran. 

Kebijaksanaan langsung mengatur keputusan hati. Manusia bijak menentukan dan mengatur tingkah lakunya sesuai dengan keputusan ini. 

Berkat kebajikan ini kita menerapkan prinsip-prinsip moral tanpa keliru atau situasi tertentu dan mengatasi keragu-raguan tentang yang baik yang harus dilakukan dan yang buruk yang harus dielakkan. 

Buah-buah kebijaksanaan: ketajaman cara berpikir, pertimbangan matang dalam pengambilan keputusan, kesadaran akan tujuan yang baik serta cara yang baik pula untuk mencapainya. Keutamaan ini dapat menghindarkan orang dari sikap sembrono, tidak konsisten, gegabah dalam pengambilan keputusan

Marilah kita belajar dari Salomo (1 Raj 3:16-28) 

[16-22] Pada waktu itu masuklah dua orang perempuan sundal menghadap raja, lalu mereka berdiri di depannya. 

Kata perempuan yang satu: "Ya tuanku! aku dan perempuan ini diam dalam satu rumah, dan aku melahirkan anak, pada waktu dia ada di rumah itu. Kemudian pada hari ketiga sesudah aku, perempuan ini pun melahirkan anak; kami sendirian, tidak ada orang luar bersama-sama kami dalam rumah, hanya kami berdua saja dalam rumah. 

Pada waktu malam anak perempuan ini mati, karena ia menidurinya. Pada waktu tengah malam ia bangun, lalu mengambil anakku dari sampingku; sementara hambamu ini tidur, dibaringkannya anakku itu di pangkuannya, sedang anaknya yang mati itu dibaringkannya di pangkuanku. 

Ketika aku bangun pada waktu pagi untuk menyusui anakku, tampaklah anak itu sudah mati, tetapi ketika aku mengamat-amati dia pada waktu pagi itu, tampaklah bukan dia anak yang kulahirkan." 

Kata perempuan yang lain itu: "Bukan! anakkulah yang hidup dan anakmulah yang mati." Tetapi perempuan yang pertama berkata pula: "Bukan! anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup." Begitulah mereka bertengkar di depan raja. 

» Kasus dua perempuan sundal ini sangat rumit untuk dipecahkan karena tidak ada saksi mata atas kejadian ini. Yang ada hanya kesaksian dari diri mereka sendiri. Kasus ini membuat seluruh Israel prihatin. Itulah alasan mengapa Alkitab mencatatnya. 

Kalau di jaman sekarang, tidak sulit untuk memecahkan kasus ini. Ada test DNA yang bisa dilakukan dan ada mesin pendeteksi kebohongan. Di jamannya Salomo tidak ada. 

[23] Lalu berkatalah raja: "Yang seorang berkata: Anakkulah yang hidup ini dan anakmulah yang mati. Yang lain berkata: Bukan! Anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup." 

» Para hakim kebingungan menangani kasus yang rumit ini. Akhirnya mereka menyerahkan kepada raja untuk menghakimi. Di jaman dulu, raja merupakan mahkamah tertinggi

[24-25] Sesudah itu raja berkata: (*) "Ambilkan aku pedang," lalu dibawalah pedang ke depan raja. Kata raja: "Penggallah anak yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah setengah kepada yang satu dan yang setengah lagi kepada yang lain." 

» Salomo menangani banyak kasus. Alkitab hanya menyebut kasus ini sebagai contoh tentang hikmat Salomo dalam menghakimi. Hikmat Salomo bukanlah hikmat yang dingin tanpa perasaan tetapi sebagai langkah awal dalam memecahkan persoalan (*). 

[26] Maka kata perempuan yang empunya anak yang hidup itu kepada raja, sebab timbullah belas kasihannya terhadap anaknya itu, katanya: "Ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia." Tetapi yang lain itu berkata: "Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!" 

» Reaksi berbeda antara kedua perempuan itu. Bagi perempuan sundal yang kehilangan anaknya, bayi yang diperebutkan itu tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Kalau dibunuh, itu akan memuaskan rasa dengkinya terhadap ibu sejati dari si bayi. Lain lagi dengan ibu si bayi, ia lebih rela anak itu dipelihara oleh musuhnya, daripada harus dibunuh. 

[27] Tetapi raja menjawab, katanya: "Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia; dia itulah ibunya." 

» Pemecahan persoalan berikutnya, Salomo memanfaatkan hubungan akrab antara ibu dan anak untuk mencari tahu siapa yang sebenarnya adalah ibu kandung kepada bayi itu. Saat diuji, dia langsung bisa melihat siapa yang bohong dan siapa yang benar. 

Hikmat Salomo membongkar dinginnya hati manusia yang dibelenggu dosa. Di sisi lain, menghangatkan hati nurani dari orang yang belum kehilangan kemanusiaannya

[28] Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan

» Dari kasus ini, kita dapat melihat kelicikan dan kengerian sifat manusia. Hanya dengan mengandalkan hikmat manusia, tidak ada hakim yang bisa mengadili begitu banyak kasus-kasus yang rumit. Hikmat manusia bisa saja mengadili orang baik sebagai orang jahat

Salomo meminta hikmat dari Allah untuk mengadili umatnya, menunjukkan pada kita bahwa Salomo adalah orang yang memandang jauh ke depan

Hikmat Ilahi bukan semata-mata hikmat dengan akal budi yang rasional. Hikmat Ilahi juga menyangkut kasih dan kepedulian terhadap sesama manusia yang bergumul dengan penderitaan dan juga dengan dosa

Hati hati manusia itu sangat licik. Tanpa hikmat untuk membedakan yang benar dari yang salah, bagaimana mungkin seorang raja memerintah dengan sukses? 

Orang bijaksana senantiasa mencari apa yang baik di hadapan Tuhan agar suatu hari kelak ia dapat digabungkan dalam kebajikan-Nya yang abadi di surga. 

Peraturan Tuhan memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman (Mzm 19:8). Jika engkau mendapat hikmat, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang (Ams 24:14). 

Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya (mendengarkan nasihat) berakal budi yang baik (Mzm 111:10; Ams 9:10; 13:10). hikmat ada pada orang yang rendah hati (Ams 11:2). Jadi, takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat (Ams 15:33). 

Sejak kecil Salomo dididik oleh Daud, ayahnya (Ams 4). Dia menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya (1 Raj 3:3; Mzm 5:4 - setiap pagi menghadap Tuhan). 

Karena masih muda dan belum berpengalaman, maka dia menyadari sepenuhnya bahwa pentingnya hikmat. Maka ketika Tuhan menampakkan diri dalam mimpi, hikmat yang dimintanya. 

Karena hal ini berkenan di hati Tuhan, maka diberi ganjaran: kekayaan, kehormatan dan kehidupan (1 Raj 3:1-15; Ams 22:4). 

Semakin seseorang berada di puncak, semakin kencang pula angin yang menerpanya dan semakin banyak tantangan serta cobaan menghadang

Demikian pula dengan Salomo, tidak berusaha merintangi keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidupnya (1 Raj 9:4-5; 1 Yoh 2:16), tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya (1 Raj 11: 1-13 » mempunyai tujuh ratus istri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik). 

Pada waktu sudah tua, istri-istrinya itu menarik hatinya dari pada Tuhan. Salomo melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan. Akhirnya tiga kali setahun Salomo mempersembahkan korban-korban bakaran dan korban-korban keselamatan (1 Raj 9:25). 

Jadi, jangan tinggalkan Sakramen-sakramen agar pergaulan yang buruk tidak merusakkan kebiasaan baik kita (1 Kor 15:33). 

(Sumber: Renungan KPI TL Tgl 6 September 2018, Dra Yovita Baskoro, MM).