Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Jumat, 20 Juli 2018: Hari Biasa XV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Yes 38:1-6, 21-22, 7-8; MT Yes 38:10, 11, 12abcd, 16; Mat 12:1-8
Jumat, 19 Juli 2019: Hari Biasa XV - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Kel 11:10 - 12:14; Mzm 116:12-13, 15-16bc, 17-18; Mat 12:1-8
Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. (*) Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat."
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?
Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.
Renungan
1. Hidup keagamaan sejati
Ada orang yang berpikir bahwa hidup beragama itu baik kalau sudah menaati peraturan dan perintah-perintah secara harfiah. Hal inilah yang menyebabkan hidup keagamaan menjadi begitu kaku dan menjadi kurang manusiawi sehingga ada orang yang menderita dan terancam kematian karena menjalankan peraturan agama yang tidak tepat. Sedangkan, Tuhan menghendaki belas kasihan, pengampunan dan keselamatan manusia dengan menjalankan dan menghayati perintah-Nya.
Dari kebenaran itu, kita memahami bahwa hubungan kita dengan Tuhan tak bisa dilepaskan dari hubungan kita dengan sesama. Sebagai orang beriman, tentu kita "menerima aturan atau perintah" untuk membawa persembahan kepada Tuhan berupa harta atau barang-barang berharga, namun akan lebih penting ketika "persembahan" itu dalam situasi tertentu digunakan untuk menolong sesama dari bahaya kematian, kemiskinan, atau kelaparannya.
Sebagai orang beriman, kita tidak boleh menutup mata terhadap keprihatinan yang menyelimuti sesama. Karena Yesus sendiri memberi teladan: Ia berbelas kasihan kepada kemalangan kita hingga rela memberikan nyawa-Nya di kayu salib.
Ingat! Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya (1 Yoh 4:20b).
2. Jangan suka menghakimi
Sikap taat aturan dan melakukan hukum-hukum yang berlaku pada dasarnya sangat baik, namun kita perlu sadar bahwa hukum-hukum dan aturan dibuat untuk melayani hidup manusia.
Tata hidup bersama menjadi teratur dan manusia hidup bahagia karena saling menghormati satu sama lain. Ketika hukum menindas manusia tentu perlu ditinjau ulang keberadaan hukum itu.
(*) Yesus mengkritik sikap legalistis orang-orang Farisi. Mereka taat pada hukum namun tidak memiliki belas kasihan kepada sesamanya. Sikap taat kepada hukum secara kaku tanpa melihat esensinya cenderung akan jatuh kepada formalisme hukum.
Oleh karena itu hormat dan taat pada hukum-hukum Tuhan harus sejalan dengan sikap hormat terhadap martabat manusia. Tidak ada gunanya mulut kita memuliakan Tuhan tetapi tangan dan anggota tubuh kita lainnya menindas sesama kita.