Penderitaan yang telah diizinkan Allah akan menjadi obat yang bermanfaat dan membuat kita melihat ke dalam diri kita sendiri bahwa kecelakaanlah yang membuat kita menaruh kepercayaan di dalam Dia, yang menyertai kita di mana-mana.
Manusia di dunia tidak mengerti kebenaran ini ataupun memikirkannya karena mereka menderita seperti apa adanya mereka dan bukan seperti orang Kristen: mereka menganggap penyakit sebagai rasa sakit yang dialami dan bukan sebagai kemurahan dari Allah; dan karena hanya melihatnya dari pengertian itu, mereka tidak menemukan apa pun di dalamnya selain duka dan penderitaan.
Tapi mereka yang menganggap penyakit sebagai sesuatu yang datang dari tangan Allah, sebagai efek dari belas kasihan-Nya, dan sebagai alat yang Ia pakai untuk keselamatan mereka, biasanya menemukan kemanisan dan penghiburan yang pantas.
Aku berharap kita dapat meyakinkan diri kita bahwa Allah seringkali lebih dekat dan lebih nyata bersama kita dalam keadaan sakit daripada dalam keadaan sehat. Jangan bergantung kepada dokter mana pun, karena menurut pengertianku, Ia menyediakan kesembuhan bagi kita.
Taruhlah seluruh kepercayaan kita di dalam Dia, dan kita akan dengan segera menemukan pengaruhnya dalam pemulihan kita, yang mana kita sering memperlambatnya karena lebih menaruh kepercayaan kepada dokter daripada kepada Allah.
Obat apa pun yang kita pakai, itu akan berhasil hanya sejauh izin dari-Nya. Ketika rasa sakit berasal dari Allah, hanya Dia yang dapat menyembuhkan kita. Ia sering mengirim penyakit tubuh untuk menyembuhkan jiwa. Hiburkanlah diri kita dengan Dokter yang berdaulat terhadap jiwa maupun tubuh.
Jika kita telah terbiasa dalam mempraktikkan hadirat Allah, semua penyakit fisik akan semakin berkurang. Allah sering mengizinkan sedikit penderitaan untuk memurnikan jiwa kita dan mengharuskan kita untuk terus bersekutu dengan-Nya.
Berbesar hatilah, berikan rasa sakit kita kepada-Nya dengan tidak berkeputusan, berdoalah kepada-Nya meminta kekuatan untuk menanggungnya. Di atas segalanya, bangunlah kebiasaan untuk sering bersama Allah dan terus mengingat Dia sebisa mungkin.
Pujilah Dia dalam kelemahan kita, berikan dirimu kepada-Nya setiap waktu; dan dalam penderitaan kita, carilah Dia dengan rendah hati dan penuh kasih sayang (seperti seorang anak kepada ayahnya) untuk membuatmu menjadi serupa dengan kehendak kudus-Nya.
Allah memiliki banyak cara untuk menarik kita kepada-Nya. Ia terkadang menyembunyikan diri-Nya sendiri dari kita; tapi iman sajalah yang tidak akan gagal pada saat dibutuhkan, ini harus menjadi pendukung kita dan dasar dari keyakinan kita, yaitu hanya di dalam Tuhan.
Jadi, ketika berada dalam kesulitan, kita perlu mengarahkan diri kita kepada Yesus Kristus dan memohon anugerah-Nya, di mana dengan-Nya segala sesuatu menjadi lebih mudah.
Kita harus membedakan antara tindakan yang berasal dari pengertian dan tindakan yang berasal dari kehendak; yang pertama memiliki nilai yang lebih kecil dari yang lain. Jadi, satu-satunya pekerjaan kita adalah mengasihi dan bersuka di dalam Tuhan.
Ketika kita masuk ke dalam hal-hal yang rohani, kita harus memeriksa diri kita dengan seksama. Dan kemudian kita harus menempatkan diri kita jauh dari segala kejijikan dan hal-hal yang merusak kekristenan, yaitu menjadi korban kesedihan dan kecelakaan yang mengganggu kita, dan menyebabkan perubahan terus-menerus dalam kesehatan dan kebahagiaan kita, di dalam pengaturan internal dan eksternak kita: intinya, menjadi orang yang akan dibentuk Allah melalui banyak rasa sakit dan kerja keras.
Setelah ini, kita seharusnya tidak berpikir bahwa masalah, godaan, pertentangan, dan perbantahan terjadi kepada kita karena manusia. Sebaliknya, kita harus menyerahkan diri kita kepada mereka dan menanggungnya selama yang Allah kehendaki dan menganggapnya sebagai segala sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kita.
Dalam kesempurnaan yang lebih besar setelah melewati itu semua, kita akan semakin bergantung kepada anugerah ilahi.
Segala sesuatu adalah mungkin bagi orang yang percaya, bahwa segala sesuatu tidak akan terlalu sulit bagi orang yang berharap, segalanya menjadi lebih mudah bagi mereka yang mengasihi, dan mudah bagi orang yang bertekun dalam mempraktikkan ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih. Pada akhirnya kita harus memberi diri kita untuk menjadi penyembah Allah yang paling sempurna sebisa mungkin sampai pada kekekalan.
Di kehidupan rohani, kita harus setia mengerjakan tugas kita dan menyangkali diri kita sendiri. Semua penyangkalan diri yang didasarkan dengan pikiran adalah perbuatan sia-sia, tidak dapat menghapuskan satu dosa pun, tidak akan membawa kepada Allah.
Jadi, tidak diperlukan seni atau ilmu pengetahuan untuk menghampiri Allah, tapi hanya diperlukan sebuah hati yang dengan tegas bertekad untuk menyerahkan diri hanya kepada Dia, atau demi Dia, atau hanya mengasihi Dia. Sedikit ingatan akan Allah, satu tindakan penyembahan dari hati, pedang di tangan, adalah doa-doa - walaupun pendek sangat berkenan kepada Allah. Allah akan memberikan pencerahan kepada mereka yang benar-benar rindu untuk melayani-Nya.
Ketika kita mengalami kesatuan dengan Allah oleh kasih, maka kita akan menemukan cara tercepat untuk menghampiri-Nya dengan tindakan kasih yang terus-menerus, dan melakukan segala sesuatu demi Dia.
Namun banyak orang tidak mengalami kemajuan dalam kekristenan karena mereka menekankan penebusan dosa dan perbuatan tertentu, sementara mereka melalaikan kasih Allah, yang adalah hal penting. Ini semua terlihat jelas dengan pekerjaan mereka, dan adalah alasan mengapa kita sangat sedikit melihat kebaikan yang tulus.
Kita harus menumbuhkan dan memelihara jiwa kita dengan pikiran Allah; di mana pengabdian ini akan memberikan sukacita besar.
Jalan iman adalah semangat Gereja, dan iman cukup untuk membawa kita ketingkat kesempurnaan yang tinggi.
Kita harus memberi diri kita kepada Allah, baik dalam hal duniawi maupun dalam hal rohani, dan mencari kepuasan kita hanya dalam melakukan kehendak-Nya, terlepas apakah Ia memimpin kita dengan penderitaan atau penghiburan, keduanya sama saja bagi jiwa yang benar-benar menyerahkan dirinya.
Diperlukan adanya kesetiaan dalam masa-masa kekeringan, ketidaksanggupan, dan kejenuhan dalam doa, di mana lewat semuanya itu Allah menguji kasih kita kepada-Nya. Itu adalah masa bagi kita untuk membuat tindakan penyerahan demi mengalami kemajuan dalam kerohanian kita.
Jadi, pengudusan kita tidak tergantung dari mengubah pekerjaan kita, tapi tergantung dari melakukannya demi Allah, yang biasanya kita kerjakan untuk diri kita sendiri. Sangat menyedihkan melihat begitu banyak orang tidak mengerti hal ini, mereka menyibukkan diri pada pekerjaan tertentu, yang mereka kerjakan dengan sangat tidak sempurna, dengan alasan manusiawi atau keegoisan mereka.
Cara paling sempurna untuk menghampiri Allah adalah dengan mengerjakan semua urusan kita tanpa keinginan untuk menyenangkan manusia (Gal 1:19; Ef 6:5,6) tapi (sebisa mungkin) karena kasih kita kepada Allah.
Artikel ini disadur dari percakapan dan surat-surat Brother Lawrence
Brother Lawrence dari Kebangkitan hidup dalam generasi yang tidak beragama dan di tengah orang-orang yang skeptis. Allah telah memberinya kemurahan dalam pertobatannya di usia delapan belas tahun.
Ia telah menjadi pelayan M. Fieubert, namun ia sangat menginginkan untuk diterima dalam sebuah biara. Pikirnya, jika berada di sana ia akan menjadi lebih pandai. Kekikukan dan kesalahan yang sering dilakukannya dapat diubahkan, sehingga ia dapat mempersembahkan hidup dan kesenangan duniawinya kepada Allah.
Sejak kedatangannya di biara, ia menganggap Allah sebagai akhir dari pemikiran dan keinginannya, sebagai tanda di mana ia harus mengejarnya, dan mematikan segala keinginan dan pemikirannya. Tapi Allah telah mengecewakannya, karena ia tidak mendapatkan kepuasan apa pun di dalamnya.
Ia merasa tidak suka ketika dikirim ke Burgundi untuk membeli persediaan anggur. Tugas ini tidak menyenangkan baginya karena itu bukan tugasnya dan kakinya timpang sehingga tidak dapat naik perahu.
Ia berkata kepada Allah bahwa ia hanya mengerjakan tugas dari-Nya, dan setelah ia selesai mengerjakannya, ia mendapati bahwa tugas itu telah dikerjakannya dengan baik.
Demikian juga dalam pekerjaannya di dapur (di mana ini adalah sesuatu yang sangat tidak ia sukai), ia membiasakan dirinya untuk mengerjakan tugasnya di sana demi kasih-Nya kepada Allah, dan dengan doa di setiap waktu, meminta anugerah-Nya agar ia dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Ia telah mendapati segalanya menjadi mudah selama bekerja di sana.
Ia sangat senang dengan tugasnya sekarang ini; tapi ia berkata bahwa ia telah siap untuk berhenti seperti pekerjaannya terdahulu, karena ia selalu menikmati pekerjaannya dalam setiap keadaan, dengan melakukan hal-hal kecil demi kasihnya kepada Allah.
Bagi dia, waktu-waktu doanya tidak berbeda dengan waktu-waktu lainnya: ia tidak mengasingkan diri ke suatu tempat untuk berdoa menurut arahan Tuhannya, ataupun meminta Allah menghentikannya bekerja untuk berdoa, karena ia tahu bahwa pekerjaannya tidak akan mengalihkannya dari Allah.
Ia mengetahui kewajibannya untuk mengasihi Allah dalam segala hal, dan ketika ia berusaha keras untuk melakukannya, ia tidak memerlukan orang lain untuk menasehatinya, tapi ia membutuhkan pengakuan iman untuk memerdekakannya.
Ia sangat sadar dengan kesalahannya, tapi tidak dikecewakan dengan kesalahan-kesalahan itu; ia mengakui kesalahan-kesalahannya kepada Allah dan tidak meminta-Nya untuk membenarkan perbuatannya. Ketika ia melakukannya, ia mengalami pemulihan dalam penyembahan dan kasihnya kepada Allah.
Walaupun ada banyak hal yang dipikirkannya, ia tidak menceritakannya kepada siapa pun, tapi menyadari bahwa hanya dengan cahaya iman yang diberikan Allah kepadanya, ia memenuhi dirinya dengan mengarahkan segala tindakannya kepada Dia, yaitu melakukannya dengan kerinduan untuk menyenangkan Dia, apa pun hasilnya.
Di awal masa pentobatannya, ia menghabiskan waktu berjam-jam dalam doa pribadi untuk memikirkan Allah, juga untuk meyakinkan pikirannya dan memasukkan ke dalam hatinya keberadaan ilahi, daripada sekedar perasaan, dan menundukkan dirinya kepada cahaya iman, lalu merenungkan firman dan bermeditasi.
Di mana dengan cara itu, ia melatih dirinya dalam pengenalan dan kasih kepada Allah, berketetapan menggunakan segenap kekuatannya untuk hidup dalam hadirat-Nya terus-menerus, dan j
Pada awal-awal persekutuannya dengan Tuhan, ia telah sering melewatkan waktunya untuk berdoa, menolak pemikiran yang mengembara. Ia tidak pernah dapat mengatur saat teduhnya dengan metode tertentu seperti orang-orang lainnya.
Ketika ia telah memenuhi pikirannya dengan Allah dalam doa, ia bekerja di dapur (ia memasak untuk biara itu); di sana ia melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, dan ketika segalanya telah selesai, ia menggunakan waktu-waktu luangnya untuk berdoa.
Ketika ia memulai pekerjaannya, ia berkata kepada Allah, dengan kepercayaan penuh di dalam Dia, "Oh Tuhanku, karena Engkau besertaku, sekarang aku harus menggunakan pikiranku untuk mengerjakan hal-hal ini dengan ketaatan terhadap perintah-Mu, aku mohon kepada-Mu agar Engkau memberiku anugerah untuk terus berada dalam hadirat-Mu; dan aku mohon pertolongan-Mu untuk mengerjakan semua pekerjaanku, terimalah semua pekerjaanku dan terimalah semua kasih sayangku."
Sementara ia terus bekerja, ia meneruskan percakapannya dengan sang Pencipta, meminta anugerah-Nya, dan menyerahkan seluruh pekerjaannya kepada Dia.
Ketika ia telah selesai bekerja, ia memeriksa dirinya bagaimana ia telah menyelesaikan tugasnya. Jika ia telah mengerjakan dengan baik, ia kembali mengucap syukur kepada Allah. Jika sebaliknya, ia meminta pengampunan. Dan tanpa berkecil hati, ia menyelaraskan pikirannya kembali dan meneruskan latihannya dalam hadirat Allah, seolah-olah ia tidak pernah menyimpang dari-Nya.
"Jadi," katanya, "dengan bangkit setelah kejatuhanku, dan secara terus-menerus memperbaharui tindakan iman dan kasih, aku masuk dalam satu keadaan, di mana akan sangat sulit bagiku untuk tidak memikirkan Allah, karena aku telah membiarkan diriku dengan hadirat-Nya."
Ketika Brother Lawrence telah menemukan manfaat seperti itu saat berjalan dalam hadirat Allah, adalah mudah baginya untuk menyarankan kepada orang lain.
Teladannya adalah contoh yang paling kuat daripada perkataan yang dapat ia katakan. Wajahnya membawa kebaikan; terlihat manis dan tenang, dapat mempengaruhi semua yang melihatnya.
Dan telah diamati, bahwa dalam pekerjaannya yang sibuk di dapur, ia masih mempertahankan pikirannya yang dipenuhi dengan sorga. Ia tidak pernah terburu-buru dan tergesa-gesa, tapi mengerjakan setiap hal sesuai waktunya, dengan roh yang tenang dan tidak terganggu.
"Waktu kerja," katanya, "tidak berbeda dengan waktu doa; dalam kegaduhan dan kekacauan di dapur, sementara beberapa orang pada saat yang sama berteriak-teriak meminta sesuatu, saya memiliki Allah dalam ketenangan seolah-olah saya sedang berlutut di hadapan-Nya."
Doa menumbuhkan semangat hidup yang semakin terarah kepada Allah. Semangat hidup yang terarah kepada Allah memancarkan penghayatan iman, harapan dan kasih yang memerdekakan.
Pada saat musim dingin, aku melihat daun-daun berjatuhan dari sebuah pohon, aku merenungkan bahwa dalam waktu singkat, dedaunan itu akan diperbarui, dan setelah itu bunga-bunga dan buah akan muncul (menerima pewahyuan akan pemeliharaan dan kuasa Allah yang belum pernah muncul dalam jiwa). Cara pandang ini telah memisahkan diriku dari dunia ini dan mengobarkan kasihku kepada Allah.
Selama empat tahun, aku sangat menderita karena terganggu dengan pikiran bahwa aku seharusnya dihukum.
Aku berkata, "Aku tidak terlibat dalam kehidupan agamawi, tetapi terlibat dalam kasih Allah, dan aku telah berusaha keras untuk bertindak hanya untuk-Nya; apa pun hasil akhirnya, apakah aku akan terhilang atau diselamatkan, aku akan selalu bertindak sepenuhnya demi kasih Allah. Aku akan melakukannya, dan sampai mati aku akan melakukan apa pun untuk mengasihi Dia."
Sejak aku terbebas dari pikiran itu, aku menjalani hidupku dalam kebebasan yang sempurna dan sukacita terus-menerus. Aku telah menempatkan dosa-dosaku di antara aku dan Allah, dan mengatakan kepada-Nya bahwa aku tidak layak menerima kemurahan-Nya, tapi Allah masih terus-menerus memberikannya dengan melimpah.
Begitu banyaknya buku-buku yang menulis berbagai cara untuk datang kepada Allah, dan bagaimana praktik yang berbeda dalam kehidupan rohani, aku merasa bahwa ini akan membingungkanku daripada membantu apa yang aku cari, yaitu hanya ingin mengetahui bagaimana sepenuhnya menjadi milik Allah. Jadi, aku tidak mencari kehidupan doaku dalam buku-buku.
Dalam suatu percakapanku dengan seorang yang takut akan Tuhan, ia memberitahuku bahwa kehidupan rohani adalah kehidupan anugerah, yang dimulai dengan sikap merendahkan diri, yang ditingkatkan dengan pengharapan akan kehidupan kekal, dan dibakar oleh kasih yang murni. Aku tidak mengikuti semua cara-cara itu. Sebaliknya, dalam naluriku, aku merasa cara-cara itu mengecilkan hatiku.
Inilah alasanku mengapa aku menerima Kristus, aku berketetapan untuk menyerahkan diriku kepada Allah, sebagai hal yang terbaik untuk menebus dosa-dosaku, dan demi kasih-Nya meninggalkan semua di belakang.
Hal ini telah menjadi latihanku sejak aku menerima Kristus; dan meskipun aku telah melakukannya dengan sangat tidak sempurna, namun aku telah mendapati manfaat yang besar dengan melatih diri seperti ini.
Latihan-latihan ini, aku yakin, akan menghubungkanku dengan kemurahan dan kebaikan Allah, karena kita tidak dapat melakukan apa pun tanpa Dia; dan aku masih jauh dari sempurna.
Latihan ini tidak melelahkan tubuh; namun terkadang malah menghilangkan kelelahan, tetapi juga seringkali ini merupakan kesenangan-kesenangan yang tidak berdosa dan diperbolehkan: karena Allah tidak akan mengizinkan satu jiwa yang ingin menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya memiliki kesenangan lain selain daripada-Nya.
Ketika kita terus setia untuk tetap berada dalam hadirat-Nya yang kudus, dan selalu menomorsatukan Dia, ini tidak hanya akan menghindari kita untuk mendukakan Dia dan melakukan segala sesuatu yang tidak menyenangkan Dia, tapi ini juga akan memunculkan kebebasan kudus di dalam diri kita, yaitu mengenal Allah. Intinya, dengan sering melakukan tindakan ini, mereka akan menjadi kebiasaan, dan hadirat Allah akan menjadi sangat alami bagi kita.
Selama tahun-tahun pertama, biasanya aku menggunakan waktu-waktu saat teduh, dengan pikiran tentang kematian, penghakiman, neraka, sorga, dan dosa-dosaku. Jadi aku terus melanjutkan selama beberapa tahun menggunakan pikiranku dengan seksama untuk merenungkan semua itu sepanjang hari, dan bahkan di tengah-tengah pekerjaan, di hadapan Allah, yang kuanggap selalu bersamaku.
Kadangkala aku secara tidak sengaja melakukan hal yang sama selama waktu-waktu doaku, di mana ini membuatku merasa senang dan terhibur. Tindakan ini menghasilkan kepercayaan yang tinggi kepada Allah, di mana iman saja sudah cukup untuk memuaskanku pada saat itu.
Aku telah dipengaruhi oleh kasih, tanpa keegoisan dan aku berketetapan untuk membuat kasih Allah sebagai tujuan dari semua perbuatanku, aku telah menemukan alasan untuk dipuaskan dengan caraku berdoa. Aku sangat senang ketika aku dapat menerima kasih Allah, hanya mencari-Nya, bahkan tidak mencari karunia-karunia-Nya.
Dasar dari kehidupan rohaniku adalah percaya dan menghargai Allah dalam iman; yang mana ketika aku pernah menerimanya, pada awalnya aku tidak peduli, tapi dengan setia menolak setiap pikiran lainnya sehingga aku dapat melakukan perbuatannya demi kasih Allah.
Kadang-kadang aku tidak memikirkan Allah dalam beberapa waktu yang lama, aku tidak mendiamkan diriku sendiri; tapi setelah menyadari kejahatanku kepada Allah, aku kembali kepada-Nya dengan kepercayaan yang jauh lebih besar, oleh karena aku mendapati diriku lebih jahat karena telah melupakan Dia.
Kepercayaan yang kita taruh di dalam Tuhan sangat memuliakan-Nya, dan menarik turun kasih karunia-Nya yang besar.
Merupakan hal yang tidak mungkin untuk menipu Allah, tapi biarlah kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Dia dan berketetapan untuk menanggung segala sesuatu demi Dia.
Aku telah seringkali mengalami pertolongan kasih karunia ilahi dalam segala sesuatu, di mana dari pengalaman yang sama itu, ketika aku memiliki pekerjaan untuk dilakukan, aku tidak memikirkan sebelumnya; tapi ketika sudah tiba saatnya untuk dikerjakan, aku menemukan di dalam Tuhan - seperti dalam cermin yang jelas - semua cocok bagiku untuk dikerjakan. Allah selalu memberi kita terang dalam keraguan kita, ketika kita tidak memiliki agenda lain selain menyenangkan Dia.
Ketika urusan di luar mengalihkanku sedikit dari pikiran tentang Allah, ingatan yang segar datang dari Allah memasuki jiwaku, dan sangat menggelora dan menggugahku sehingga sulit bagiku untuk menahan diriku.
Aku merasa lebih menyatu dengan Allah dalam tugas-tugasku daripada ketika aku berada dalam perenungan di tempat terpencil.
Aku berharap sesudah ini aku akan mengalami rasa sakit yang besar pada tubuh atau pikiranku; bahwa hal terburuk yang dapat terjadi padaku adalah kehilangan rasa terhadap Allah, yang telah aku nikmati.
Kebaikan Allah menjaminku bahwa Ia tidak akan meninggalkanku, dan Ia akan memberiku kekuatan untuk menanggung hal-hal buruk apa pun yang Ia izinkan terjadi padaku ; dan karena itu aku tidak takut pada apa pun, dan tidak memiliki alasan untuk berkonsultasi kepada siapa pun tentang keadaan ini.
Ketika aku telah mencoba untuk melakukannya, aku selalu menjadi semakin bingung; dan karena aku sangat sadar pada kesiapanku untuk menyerahkan nyawaku demi kasih Allah, aku tidak takut dengan bahaya.
Penyerahan diri yang sempurna kepada Allah adalah jalan yang pasti menuju sorga, sebuah jalan di mana kita selalu memiliki cahaya yang cukup untuk perbuatan kita.
Ketika ada kesempatan untuk melakukan beberapa kebaikan, aku menyerahkan diriku kepada Allah dengan berkata, "Tuhan, aku tidak dapat melakukan ini kecuali Engkau memampukanku"; dan kemudian aku menerima kekuatan lebih dari cukup.
Ketika aku gagal dalam melakukan tugasku, aku hanya mengakui kesalahanku dengan berkata kepada Allah, "Aku tidak akan pernah melakukan yang sebaliknya, jika Engkau meninggalkanku; Engkau harus menghalangi kegagalanku, dan memperbaiki apa yang salah." Setelah itu, aku tidak merasa gelisah lagi mengenai hal itu.
Kita harus bersikap sederhana dengan Tuhan, berbicara dengan-Nya secara jujur dan terus terang, dan memohon dengan sangat untuk bantuan-Nya dalam berbagai kejadian ketika itu terjadi. Allah tidak pernah gagal memberikan pertolongan-Nya.
Selama sepuluh tahun pertama, aku sangat menderita dengan pemahaman bahwa aku tidak bertekun kepada Allah sesuai seperti yang kuharapkan, dosa-dosa masa laluku selalu muncul dipikiranku, dan ketidaklayakan atas kemurahan Allah yang diberikan oleh-Nya adalah masalah dan sumber penderitaanku.
Selama waktu-waktu ini, aku sering jatuh bangun. Tampak bagiku bahwa semua makhluk, pikiran, dan Allah sendiri menentang aku. Hanya iman saja yang aku miliki.
Aku terkadang sangat terganggu dengan pemikiran di mana aku percaya bahwa alasan aku telah menerima kemurahan seperti itu adalah efek dari anggapanku, di mana aku menganggap diriku telah menerimanya dengan sekaligus, sementara yang lainnya menerima dengan kesulitan; di waktu-waktu lainnya aku menganggap bahwa itu adalah khayalan yang disengaja, dan bahwa tidak ada keselamatan bagiku.
Ketika aku hanya memikirkan untuk mengakhiri hari-hariku dalam masalah-masalah ini (di mana ini sama sekali tidak mengurangi kepercayaanku kepada Allah, dan hanya membuat imanku semakin meningkat), aku mendapati diriku berubah secara tiba-tiba; dan jiwaku, yang sampai saat itu masih terganggu, merasakan damai sejahtera, seolah-olah ia ada di tempat perhentian.
Sejak saat itu aku berjalan di hadapan Allah hanya dengan iman, dengan kerendahan hati dan dengan kasih; aku membuat diriku tidak melakukan atau memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan Dia. Aku berharap ketika aku telah melakukannya semampuku, Ia akan membentukku sesuai kehendak-Nya.
Untuk apa yang telah terjadi padaku di masa sekarang, aku tidak merasa menderita atau kesulitan terhadap keadaanku, karena aku tidak memiliki keinginan lain selain hanya menginginkan Allah saja, di mana aku berusaha untuk mencapainya dalam segala hal, dan melepaskan segala sesuatu di mana aku tidak akan melawan kehendak-Nya, atau memiliki motivasi lain selain mengasihi-Nya.
Aku telah berhenti melakukan segala bentuk perenungan dan cara doa, tapi hanya melakukan apa yang diharuskan oleh keadaanku. Dan aku berusaha untuk bertekun dalam hadirat-Nya yang kudus, di mana aku melakukannya dengan sederhana dan dengan rasa hormat kepada Allah, di mana aku menyebutnya sebagai hadirat Allah yang sebenarnya; atau sebutan yang lebih baiknya: percakapan hening dan rahasia bersama Allah yang sering membuatku bersukacita dan gembira di dalam batin, dan terkadang juga aku rasakan di luar, begitu besarnya perasaan sukacita itu sehingga aku harus berusaha untuk menutupinya dan menghalanginya terlihat orang lain.
Dalam percakapan dengan Allah ini, kita juga terlibat dalam pujian, pemujaan, dan mengasihi Dia dengan tiada henti, karena kebaikan dan kesempurnaan-Nya yang tak terbatas.
Intinya, aku sangat yakin melampaui segala keraguan bahwa jiwaku telah bersama dengan Allah selama tiga puluh tahun ini.
Sikapku di hadapan Allah, yang kuanggap sebagai Rajaku. Aku menganggap diriku sebagai manusia yang paling jahat, penuh luka dan kecurangan, dan yang telah melakukan segala bentuk kejahatan melawan Rajanya.
Setelah dijamah dengan penyesalan, aku mengakui semua kejahatanku kepada-Nya, aku meminta pengampunan, aku menyerahkan diriku ke tangan-Nya agar Ia dapat melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.
Raja ini penuh dengan belas kasihan dan kebaikan, sama sekali tidak menghukumku, tapi menyambutku dengan kasih, membuatkan bagiku makanan di meja-Nya, melayaniku dengan tangan-Nya sendiri, memberiku kunci ke dalam tempat perbendaharaan-Nya; Ia menyenangkan diri-Nya denganku terus-menerus, dengan ribuan cara, dan memperlakukanku dengan segala hormat sebagai kesayangan-Nya. Karena itulah aku ingin berada dalam hadirat-Nya yang kudus setiap saat.
Cara yang paling sering kupakai adalah perhatian sederhana ini dan kegairahan terhadap Allah, yang kepadanya aku seringkali mendapati diriku melekat dengan kebaikan-Nya yang lebih besar daripada seorang anak di dada ibunya: sehingga jika aku berani menggunakan ekspresi ini, aku seharusnya memilih untuk menyebut keadaan ini sebagai dadanya Allah, karena kebaikan yang tidak dapat dijelaskan yang kurasakan dan kualami di sana.
Jika terkadang pikiranku mengembara dari-Nya karena sengaja atau dalam kelemahan, aku dipanggil kembali oleh gerakan di dalam diriku, begitu menarik dan menyenangkan.
Kadang-kadang aku menganggap diriku seperti sebuah batu di hadapan seorang pemahat yang akan membuat sebuah patung. Aku menyerahkan diriku di hadapan Allah, aku rindu Ia memahat gambar-Nya yang sempurna dalam jiwaku, dan membuatku menjadi seperti Dia
Terkadang, ketika aku sedang berdoa, aku merasa seluruh roh dan jiwaku terangkat sendiri tanpa usaha; dan itu berlanjut sementara terfokus kepada Allah, seperti dalam pusat tempat perhentian-Nya.
Aku tahu bahwa beberapa orang menganggap keadaan ini sebagai suatu aktifitas yang pasif, berkhayal, dan mengasihi diri: aku mengakui bahwa itu adalah kepasifan kudus, dan dapat menjadi mengasihi diri yang bahagia, jika jiwa dalam keadaan itu mampu melakukannya.
Aku tidak menerima jika ini disebut berkhayal; karena jiwa yang menikmati Allah tidak menginginkan apa pun selain Dia.
Jika ini adalah khayalanku, maka adalah bagian Allah untuk memperbaikinya. Biarkan Dia melakukan apa yang Ia inginkan terhadapku; Aku hanya menginginkan Dia dan sepenuhnya setia kepada-Nya.
Jika kita ingin memiliki anugerah dan pertolongan Allah, kita tidak boleh mengalihkan pandangan kita dari-Nya walau sedetikpun. Buatlah ketetapan yang kudus dan tegas dengan segera untuk tidak akan pernah lagi melupakan Dia, dan untuk meluangkan sepanjang sisa harimu di dalam hadirat-Nya yang kudus, menikmati kasih-Nya.
Selama kira-kira tiga puluh tahun, jiwaku telah dipenuhi dengan sukacita terus-menerus, dan terkadang sangat besar sehingga aku terpaksa menahan dan menyembunyikannya untuk menghindari kemunculan sukacita itu dari luar.
Marilah kita mulai mendedikasikan diri kita kepada-Nya dengan kesungguhan dengan memikirkan Dia terus-menerus, menaruh semua kepercayaan kita kepada diri-Nya.
Jika kita berusaha melakukannya sebisa kita, kita akan segera melihat perubahan terjadi di dalam kita seperti yang kita rindukan, kita akan segera menerima anugerah-Nya yang melimpah, yang dengannya kita dapat melakukan segala hal, dan tanpa-Nya kita tidak dapat melakukan apapun selain dosa. Marilah kita berdoa satu sama lain.
Allah meminta kita untuk menjadi “penjaga” bagi saudara dan saudari kita untuk memperhatikan satu sama lain (Paus Benedictus XVI)
(Sumber: Warta KPI TL No.157/V/2018 » Menjalani hidup di dalam hadirat Tuhan, Brother Lawrence).