Kadangkala pada saat saya pelayanan, saya kesulitan dengan mobil saya, mobil itu jalannya pelan dan sering mogok. Maklumlah mobil itu sudah tua, buatan tahun 1987.
STNK mobil itu atas nama keponakan saya yang berdomisili di Surabaya. Karena keponakan saya berencana membeli mobil baru, maka kami berniat menjual mobil itu agar keponakan saya terhindar dari pajak progresif.
Suami saya mengatakan akan menjual mobil itu dengan harga Rp 45 juta, tetapi tawaran tertinggi hanya 35 juta.
Setiap malam saya berdoa: "Tuhan, jikalau Engkau berkenan aku melanjutkan pelayanan. Tolong tukar mobil yang mogok-an ini." Meskipun sudah berdoa, ternyata mobil tua ini tidak ada yang membeli.
Karena mobil belum ada yang membeli, maka saya berniat mengganti nama kepemilikan mobil tersebut dengan nama saya.
Di samsat saya mengurus mutasi surat mobil tersebut. Pada saat saya mengurus surat tersebut, ada salah satu polisi di sana berkata: "Ibu, ibu sudah tua kok ngurus surat sendiri? Kok nggak minta tolong diuruskan orang saja?"
Tanya saya: "Berapa ongkosnya?" Jawabnya: "Empat ratus ribu rupiah ditambah pajaknya ... dua juta rupiah." Kata saya: "Dua juta? Wong mobil ini mau saya jual."
Polisi itu balik bertanya: "Mau dijual berapa?" Jawab saya: "Empat puluh lima juta rupiah." Kata polisi itu: "Merem-mereman aja empat puluh juta. Ada AC-nya apa nggak?" Jawab saya: "Ada."
Polisi itu setuju membeli mobil saya dan beliau langsung mengurus surat balik nama kepemilikan mobil tersebut. Saat surat-surat mobil dikerjalan, polisi itu mentraktir saya makan.
Kemudian polisi itu membayar harga mobil tersebut tanpa melihat kondisi mobil saya.
Mengalami peristiwa ini saya benar-benar bingung, mobil saya terjual di kantor samsat, pembeli tanpa melihat kondisi mobil langsung membayarnya.
Terlebih lagi ketika saya mengatakan: "Nanti pulangnya saya naik apa?" Polisi itu langsung memberi uang lima puluh ribu untuk naik taxi.
Ketika selesai semua surat-surat secara sah, polisi itu bertanya di mana mobil saya. Saat melihat kondisi mobil saya, polisi itu marah, katanya: "Mobil ini keropos semua dan AC-nya tidak nyala, Ibu membohongi saya!"
Saya jawab: "Saya bohong apa pak? Tadi bapak tanya 'ada AC atau tidak', saya jawab 'ada'. Bapak tidak tanya apakah AC-nya nyala atau tidak."
Polisi itu marah-marah dan mengatakan: "Jual beli ini batal saja, kembalikan uang saya!" Saya menjawab: "Bagaimana transaksi ini bisa dibatalkan, karena surat-suratnya sudah diproses semua?"
Setelah mendapat uang dari penjualan mobil tua itu, saya berdoa novena: "Tuhan saya mau beli mobil yang sesuai dengan uang ini."
Pada waktu menantu saya datang ke rumah, saya menceritakan penjualan mobil itu, kok malah uang hasil penjualan mobil itu dimintanya. Meskipun dengan perasaan kecewa, saya berikan karena saya menyadari bahwa uang itu memang berasal dari mobil yang dulu diberikan kepada saya.
Saya berserah kepada Tuhan dan saya percaya rencana Tuhan pasti indah.
Pada suatu hari saya mendapat telpon dari seseorang, katanya: "Bu, ada kabar gembira. Ibu mendapat mobil baru."
Saya mohon penyertaan Tuhan pada waktu mengambil mobil baru itu. Karena gembiranya mendapatkan mobil baru dengan asesoris yang komplit, maka tanpa sadar saya menabrak mobil depan saya. Puji Tuhan, dia tidak minta ganti rugi bemper belakang yang rusak.
Tiga hari setelah itu, menantu saya menelpon menanyakan kabar saya seperti biasanya. Dengan penuh semangat saya bercerita tentang mobil baru itu. Ditengah pembicaraan itu saya baru menyadari bahwa mobil itu adalah pemberian menantu saya sebagai hadiah ulang tahun.
Entah mengapa tiba-tiba saya juga berkata: "Ada mobil tapi nggak ada bensinnya, percuma nggak bisa jalan." Mendengar itu menantu saya juga memberi uang bensin.
Itulah karya Tuhan yang luar biasa, dimana kita mau melayani Dia dengan segenap hati, Dia sediakan segala-galanya.
(Sumber: Warta KPI TL No.100/VIII/2012.