Spiritualitas
Ignatian tidak spesifik menunjuk pada panggilan hidup tertentu, misalnya
sebagai imam atau biarawan, tetapi untuk semua orang Kristiani.
Tiga ciri
hakiki spiritualitas Ignatius Loyola menurut Romo Josephus Darminta, SJ:
1. Manusia dari Allah
Manusia
berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan.
Segala sesuatu diarahkan pada
pengabdian kepada Allah dan menolong sesama. Hal itu bisa terjadi bila manusia
yang bersangkutan menjadi manusia pendoa.
Ignatius tidak mementingkan banyaknya
kata-kata atau lamanya orang berdoa. Yang penting orang itu dapat berjumpa
dengan Tuhan secara intensif. Sebagai bahan renungan: Mrk 1:35.
2. Manusia bagi sesama
Menolong
orang lain, dan dengan demikian menyelamatkan jiwa diri sendiri, merupakan keprihatinan
utama dalam hidup Ignatius.
Oleh karena itu sharing pengalaman rohaninya
ditulis untuk membantu orang lain, bukan sekedar sharing.
Tulisan
itu merupakan bantuan metode untuk membantu sesama seturut kondisi dan
panggilan masing-masing manusia.
Ignatius tidak pernah memaksakan cara hidupnya (yang telah terbukti
suci) untuk orang lain melainkan memberikan bantuan sarana pada orang untuk
membantu orang lain. Sebagai bahan renungan: Mrk 1:29-34.
3. Manusia dalam
pengutusan
Bagi
Ignatius, diutus berarti pengutusan di dalam Gereja. Mengabdi Kristus tidak
mungkin di luar pengutusan Gereja. Agar secara efektif menjadi rasul, ia harus
mempunyai semangat kemiskinan, artinya kemampuan menjadi lepas bebas, kesediaan
untuk berubah untuk mengikuti dinamika pengutusan kita.
Apakah itu berarti
orang harus menjadi rohaniwan/biarawan? Tentu tidak. Jikalau kita sebagai awam,
bekerja dengan penuh dedikasi bagi sesama, tidak korupsi dan kolusi, kita sudah
menjadi rasul yang hebat dan menjalankan pengutusan Gereja. Sebagai bahan
renungan: Mrk 1:36-39.
(Sumber: Warta KPI TL No. 122/VI/2014 »
(Sumber: Renungan KPI TL Tgl
12 Des 2013, Sdri Agnes Sanata Dharma).