- Sebuah Hosti mengeluarkan darah.
- Sebuah Hosti berubah menjadi daging segar dan anggur menjadi darah segar.
- Hosti tetap segar disimpan setelah waktu yang lama dll.
Mujizat Lanciano, Italia (sekitar tahun 700)
Seorang imam biara dari ordo Basilius mempersembahkan Kurban Misa Kudus. “...memahami benar ilmu pengetahuan dunia tetapi acuh terhadap Tuhan (dikuasai keraguan-keraguan akan trans-subsansiatio)”.
Ketika imam mengucapkan kata-kata konsekrasi, tubuhnya gemetar dan berguncang hebat. Di hadapan umat, ia menunjukkan apa yang terjadi, “Hosti telah berubah menjadi Daging dan Anggur menjadi Darah.”
Imam sungguh terkejut. Ia menangis sukacita dan ketika ia telah tenang kembali, ia berseru kepada umat yang berkumpul di sekeliling altar, katanya “O saksi-saksi yang berbahagia, kepada siapa Allah Maha Kudus, untuk menghalau ketidakpercayaanku, telah bersedia menyatakan Diri-Nya dengan nyata di hadapan kita”.
Segera mujizat terjadi, Darah mengental menjadi lima gumpalan darah yang berbeda ukuran, tetapi Daging tetap tak berubah.
Pada tanggal 18 November 1970, Profesor Linoli melaksanakan analisis Darah dan Daging ini dibantu rekannya yang termahsyur, Roger Bertelli, profesor emeritus dalam anatomi manusia dari Universitas Siena.
Darah dan Daging itu sungguh-sungguh darah dan daging manusia; daging itu terdiri atas jaringan otot dari sebuah hati (myocardium); golongan darah yang ada dalam Darah dan Daging persis sama, dan ini menunjukkan bahwa Darah dan Daging berasal dari orang yang sama.
Mujizat Trani, Italia (tahun 1000)
Seorang wanita Yahudi yang amat benci pada Gereja Katolik berhasil membujuk seorang wanita Katolik yang murtad untuk membawakan baginya sekeping Hosti yang telah dikosenkrasikan.
Setelah menerima Komuni Kudus, wanita itu tidak menyantap Hosti, melainkan membawanya kepada wanita Yahudi guna mendapatkan imbalan uang.
Si wanita Yahudi kemudian pergi ke tungku dapur menjerang periuk yang telah diisi dengan minyak. Ketika minyak dalam periuk mendidih, ia melemparkan Hosti ke dalamnya. Wanita itu sangat terkejut ketika Hosti berubah menjadi Daging dan mulai mengeluarkan banjir darah.
Ia amat ketakutan dan menjerit sementara darah terus membanjir hingga keluar dari periuk. Beberapa wanita bergegas melaporkan kepada imam. Imam mengambil daging dari periuk dan membawanya ke Katedral Trani.
Di tengah monstran ditempatkan dua bagian kecil dari Hosti yang tergoreng. Warna sebagian Hosti adalah coklat tua dan Hosti yang tercelup darah itu tidak mengalami kerusakan.
Mujizat Braine, Prancis (tahun 1153)
Misa dipersembahkan oleh Uskup Agung, pada saat konsekrasi – mengangkat Hosti, orang yang hadir bukan melihat Hosti, melainkan seorang anak kecil. Hal ini sangat luar biasa dan mengesankan sehingga orang yang bukan Katolik dipenuhi Roh Kudus dan minta dibaptis.
Mujizat Ferrara, Prancis (tahun 1171)
Mujizat terjadi di Gereja St. Maria dari Ford di Ferrara, Italia pada Hari Minggu Paskah, 28 Maret 1171. Misa Kudus dipersembahkan oleh Pastor Pietro de Verona, didampingi oleh Pastor Bono, Pastor Leonardo dan Pastor Almone yang semuanya berasal dari ordo Portuensi.
Ketika Hosti yang sudah dikonsekrasi dipecah menjadi dua bagian, semua yang hadir terkejut melihat darah memancar keluar dari Hosti Kudus. Para saksi tidak saja melihat darah, namun juga melihat Hosti telah berubah menjadi daging.
Ketika Hosti yang sudah dikonsekrasi dipecah menjadi dua bagian, semua yang hadir terkejut melihat darah memancar keluar dari Hosti Kudus. Para saksi tidak saja melihat darah, namun juga melihat Hosti telah berubah menjadi daging.
Mujizat Florence, Italia (tahun 1230 dan 1595)
29 Desember 1230 seorang imam yang bertugas di biara susteran yang bergabung dengan Gereja San Ambrogio, setelah mempersembahkan Misa, secara tidak sengaja tidak membersihkan piala hingga kering, sehingga meninggalkan beberapa tetes anggur yang telah dikonsekrasikan di dasar piala emas itu. Keesokan harinya ketika ia bersiap untuk mempersembahkan Misa Kudus, dia keheranan melihat dasar piala ada darah yang membeku!
24 Maret 1595, ketika taplak meja altar utama terbakar dan merusak altar dan tabernakel, sebuah piala berisi Hosti yang sudah dikonsekrasikan jatuh dan terbuka. Hosti-Hosti yang terjatuh ke atas karpet di kaki altar saling membelit dan mengerut, dan akhirnya menyatu karena panasnya.
Hingga kini kedua mukjizat masih dalam kondisi baik.
Mujizat Olmutz, Cekoslovakia (tahun 1242)
Pada pesta St. Yohanes Pemandi, Jaroslas melakukan Pengakuan Dosa dan menyambut Komuni Kudus. Teladan ini diikuti semua pasukannya sebagai persiapan peperangan pada malam harinya.
Ketika semua dalam posisi berlutut di samping kudanya masing-masing, Jarolas mempersembahkan doa kepada Bunda Allah dan berjanji bila pasukannya menang, ia akan membangun sebuah gereja untuk menghormatinya.
Setelah semua tentara selesai menyambut Komuni, masih tersisa 5 keping Hosti yang sudah dikonsekrasikan. Imam menyimpannya dalam siborium dan membawanya berkendara kuda ke medan perang. Sehingga peperangan ini dilindungi oleh Bunda Maria dan Sang Penyelamat dalam rupa Hosti Kudus.
Ketika semua dalam posisi berlutut di samping kudanya masing-masing, Jarolas mempersembahkan doa kepada Bunda Allah dan berjanji bila pasukannya menang, ia akan membangun sebuah gereja untuk menghormatinya.
Setelah semua tentara selesai menyambut Komuni, masih tersisa 5 keping Hosti yang sudah dikonsekrasikan. Imam menyimpannya dalam siborium dan membawanya berkendara kuda ke medan perang. Sehingga peperangan ini dilindungi oleh Bunda Maria dan Sang Penyelamat dalam rupa Hosti Kudus.
Setelah mereka pulang dari medan perang, Hosti yang sudah dikonsekrir dikembalikan ke gereja, dan imam keheranan melihat bahwa masing-masing Hosti terlihat jernih bersinar dengan warna merah muda disekelilingnya.
Ketika Hosti diperlihatkan pada anggota Konggregasi, mereka memuji Allah Maha Kuasa untuk kemenangan dan keajaiban yang memperlihatkan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Ketika Hosti diperlihatkan pada anggota Konggregasi, mereka memuji Allah Maha Kuasa untuk kemenangan dan keajaiban yang memperlihatkan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Mujizat Paris, Prancis (tahun 1274 dan 1290)
Tahun 1274, seorang pencuri mengambil sebuah piksis dari Gereja St. Gervais di Paris dan dengan diam-diam membawanya ke Champ du Landit dekat Biara St. Denis. Di sana dia membuka wadah emas tersebut untuk membuang Hosti Kudus.
Namun begitu piksis dibuka, Hosti Kudus melayang keluar dan berputar di atas kepalanya. Sekelompok petani yang melihat Hosti melayang di atas anak muda yang ketakutan ini segera memberitahu Mathieu de Vendome, imam St. Denis, yang kemudian memberitahu Uskup Paris.
Imam beserta Uskup dan sekelompok umat sekitar gereja bergegas ke tempat kejadian. Ketika imam mendekat dan ingin memeriksa Hosti yang melayang tersebut, terlihat oleh semua yang hadir, bahwa Hosti tersebut langsung mendarat di tangan imam.
Namun begitu piksis dibuka, Hosti Kudus melayang keluar dan berputar di atas kepalanya. Sekelompok petani yang melihat Hosti melayang di atas anak muda yang ketakutan ini segera memberitahu Mathieu de Vendome, imam St. Denis, yang kemudian memberitahu Uskup Paris.
Imam beserta Uskup dan sekelompok umat sekitar gereja bergegas ke tempat kejadian. Ketika imam mendekat dan ingin memeriksa Hosti yang melayang tersebut, terlihat oleh semua yang hadir, bahwa Hosti tersebut langsung mendarat di tangan imam.
Tahun 1290, ada seorang wanita miskin, yang tidak mempunyai apa-apa kecuali sepotong pakaian yang digadaikan untuk memperoleh sejumlah uang untuk pengeluaran hariannya.
Mendekati Minggu Paskah, ia ingin memakai pakaian bagus untuk menghadiri ibadah, namun ia tidak cukup uang untuk menebus pakaian yang digadaikannya.
Tukang gadai mengizinkan wanita itu meminjam pakaian yang telah digadaikan dengan imbalan harus memberinya Hosti Kudus.
Wanita itu menghadiri Misa Kudus, menyambut Komuni namun dengan terpaksa diam-diam mengeluarkan Hosti Kudus dari dalam mulutnya dan membawanya ke rumah tukang gadai.
Tukang gadai mengambil pisau lipat dan dihadapan wanita itu dan anak-anaknya sendiri, ia memotong Hosti Kudus. Tiba-tiba darah memancar dari Hosti tersebut dan memercik ke arah wanita dan anak-anak tukang gadai.
Terkejut atas kejadian ini, tukang gadai melempar Hosti ke perapian di dekatnya, dan Hosti tersebut melayang berputar di tengah api tanpa rusak terbakar/kepanasan.
Dengan maksud segera menghancurkan Hosti, ia mengambilnya dan memasukkannya ke dalam ketel air mendidih.
Air segera berubah menjadi darah, dan memercik keluar ketel, jatuh ke lantai dan mengalir ke luar sehingga menarik perhatian orang.
Seorang wanita yang melihatnya curiga dan mendatangi asal aliran darah tersebut, memasuki rumah tukang gadai dan menyaksikan Penyelamat kita berdiri di depan ketel.
Penampakan itu segera lenyap, dan sebagai gantinya wanita itu melihat Hosti berhenti di udara. Ketika Hosti mulai turun, wanita itu menadahkan wadah dan menerima Hosti dengan hormat.
Dan dengan sangat hati-hati disertai segala hormat, Hosti dibawa ke Gereja St. Jean de Greve, di mana Hosti itu disimpan sebagai sesuatu yang berharga dan dihormati dengan upacara khusus terutama pada pesta Tubuh Kristus.
Mendekati Minggu Paskah, ia ingin memakai pakaian bagus untuk menghadiri ibadah, namun ia tidak cukup uang untuk menebus pakaian yang digadaikannya.
Tukang gadai mengizinkan wanita itu meminjam pakaian yang telah digadaikan dengan imbalan harus memberinya Hosti Kudus.
Wanita itu menghadiri Misa Kudus, menyambut Komuni namun dengan terpaksa diam-diam mengeluarkan Hosti Kudus dari dalam mulutnya dan membawanya ke rumah tukang gadai.
Tukang gadai mengambil pisau lipat dan dihadapan wanita itu dan anak-anaknya sendiri, ia memotong Hosti Kudus. Tiba-tiba darah memancar dari Hosti tersebut dan memercik ke arah wanita dan anak-anak tukang gadai.
Terkejut atas kejadian ini, tukang gadai melempar Hosti ke perapian di dekatnya, dan Hosti tersebut melayang berputar di tengah api tanpa rusak terbakar/kepanasan.
Dengan maksud segera menghancurkan Hosti, ia mengambilnya dan memasukkannya ke dalam ketel air mendidih.
Air segera berubah menjadi darah, dan memercik keluar ketel, jatuh ke lantai dan mengalir ke luar sehingga menarik perhatian orang.
Seorang wanita yang melihatnya curiga dan mendatangi asal aliran darah tersebut, memasuki rumah tukang gadai dan menyaksikan Penyelamat kita berdiri di depan ketel.
Penampakan itu segera lenyap, dan sebagai gantinya wanita itu melihat Hosti berhenti di udara. Ketika Hosti mulai turun, wanita itu menadahkan wadah dan menerima Hosti dengan hormat.
Dan dengan sangat hati-hati disertai segala hormat, Hosti dibawa ke Gereja St. Jean de Greve, di mana Hosti itu disimpan sebagai sesuatu yang berharga dan dihormati dengan upacara khusus terutama pada pesta Tubuh Kristus.
Mujizat Offida, Italia (tahun 1280)
Seorang wanita bernama Ricciarella, istri dari Giacomo Styasio, sangat menderita karena tidak bahagia dalam hidup perkawinannya. Meskipun ia telah berusaha dengan segala macam cara untuk memenangkan cinta suaminya.
Seseorang menyarankan agar dia mencampurkan Hosti ke dalam makanan dan minuman suaminya. Dalam keputusasaannya, ia menyetujui usul itu.
Ricciarella menghadiri Misa Kudus, menyambut Komuni Kudus, namun secara diam-diam mengeluarkan Hosti dari dalam mulutnya dan menyembunyikannya dalam pakaiannya.
Setelah sampai di rumahnya, ia membawanya ke dapur meletakkkan Hosti di atas sebuah genteng dan memanaskannya di atas api. Ketika dipanaskan, Hosti itu bukannya menjadi bubuk, namun menjadi daging segar berdarah.
Seseorang menyarankan agar dia mencampurkan Hosti ke dalam makanan dan minuman suaminya. Dalam keputusasaannya, ia menyetujui usul itu.
Ricciarella menghadiri Misa Kudus, menyambut Komuni Kudus, namun secara diam-diam mengeluarkan Hosti dari dalam mulutnya dan menyembunyikannya dalam pakaiannya.
Setelah sampai di rumahnya, ia membawanya ke dapur meletakkkan Hosti di atas sebuah genteng dan memanaskannya di atas api. Ketika dipanaskan, Hosti itu bukannya menjadi bubuk, namun menjadi daging segar berdarah.
Dengan ketakutan, ia berusaha menghentikan proses perubahan tersebut dengan menyiramkan abu dan lilin cair ke atasnya, namun tidak berhasil.
Dengan panik ia berusaha menyembunyikan perbuatan sakrileginya dengan mengambil taplak meja sutra yang berhias bordiran, membungkus Hosti beserta genteng yang dipenuhi darah lalu membawanya ke kandang kuda dan menguburkannya di bawah timbunan sampah dan kotoran kandang.
Sore harinya, suaminya sampai ke kandang kuda bersama kudanya, namun kudanya menolak masuk kandang, kuda itu bersikeras tidak mau masuk kandang. Akhirnya kuda tersebut mengalah dan masuk ke kandang dengan merapatkan tubuhnya ke pinggir pintu kandang, sambil terus memandang ke arah timbunan sampah di mana Ricciarella mengubur Hosti tersebut. Setelah masuk kandang, kuda itu berlutut di hadapan timbunan sampah.
Selama 7 tahun, Hosti Maha Kudus tetap tersembunyi di bawah timbunan sampah dan selama itu pula kuda-kuda yang masuk dan keluar kandang selalu merapatkan badannya ke pinggiran pintu, menunjukkan sikap hormat terhadap tumpukan sampah itu.
Bukannya merasakan kedamaian dalam rumah tangga, namun sebaliknya, setiap siang malam Ricciarella merasa tersiksa karena perasaan bersalahnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengakukan dosanya pada Giacomo Diotallevi, seorang imam, dari Biara St. Agustinus di Lanciano. Kemudian diceritakannya kisahnya pada imam itu. “Itulah dosaku”, jawabnya.
Terkejut mendengar pengakuan itu, imam memberi absolusi, menghiburnya agar ia tenang dan menganjurkan untuk mengambil Hosti dari timbunan sampah sesegera mungkin.
Mereka terkejut karena ternyata Hosti, genteng dan taplak pembungkusnya tetap utuh tanpa kerusakan apapun, seolah-olah baru saja diletakkan di sana.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengakukan dosanya pada Giacomo Diotallevi, seorang imam, dari Biara St. Agustinus di Lanciano. Kemudian diceritakannya kisahnya pada imam itu. “Itulah dosaku”, jawabnya.
Terkejut mendengar pengakuan itu, imam memberi absolusi, menghiburnya agar ia tenang dan menganjurkan untuk mengambil Hosti dari timbunan sampah sesegera mungkin.
Mereka terkejut karena ternyata Hosti, genteng dan taplak pembungkusnya tetap utuh tanpa kerusakan apapun, seolah-olah baru saja diletakkan di sana.
Mujizat Siena, Italia (tahun 1330 dan 1730)
Tahun 1330, seorang petani sakit parah dan memanggil imam. Dengan tergesa-gesa, imam mengambil Hosti Kudus dari tabernakel, namun bukannya memasukkan dalam piksis, ia menyelipkannya di antara halaman buku ibadat harian dan sambil mengepit buku itu ia berlari menuju rumah si sakit.
Setelah mendoakan si sakit, ia mencari Hosti di antara halaman bukunya namun ia mendapatkan bahwa Hosti telah meleleh menjadi cairan darah.
Dengan menyesal yang dalam, imam ini mengunjungi Biara St. Agustinus, dan menceritakan rincian peristiwa pada Pastor Simone Fidati (mempunyai spiritual tinggi dan pengkotbah ulung). Setelah menerima absolusi atas kecerobohannya membawa Hosti Kudus, imam berpisah dari sejarah mujizat ini.
Setelah mendoakan si sakit, ia mencari Hosti di antara halaman bukunya namun ia mendapatkan bahwa Hosti telah meleleh menjadi cairan darah.
Dengan menyesal yang dalam, imam ini mengunjungi Biara St. Agustinus, dan menceritakan rincian peristiwa pada Pastor Simone Fidati (mempunyai spiritual tinggi dan pengkotbah ulung). Setelah menerima absolusi atas kecerobohannya membawa Hosti Kudus, imam berpisah dari sejarah mujizat ini.
Tahun 1730, ketika akan diadakan tradisi Misa Kudus khusus untuk menghormati Pesta Maria Diangkat ke Surga pada 15 Agustus 1730, ketika banyak umat dari kota Siena beserta para biarawan mengikuti ibadat sabda dengan khusyuk, pencuri masuk ke dalam Gereja St. Fransiskus.
Karena semua orang terpusat pada upacara malam itu, pencuri berhasil masuk kapel, mengambil kunci tabernakel dan mengambil siborium emas yang berisi sejumlah Hosti yang sudah dikonsekrir.
Keesokan harinya baru diketahui bahwa siborium emas beserta Hosti Kudus tidak ada di tempatnya. Kemudian ada beberapa umat paroki yang menemukan tutup siborium tergeletak di jalan.
Kesedihan umat memaksa dibatalkannya upacara khusus ini. Uskup Agung memberi petunjuk agar umat mengadakan doa bersama bagi pemulihan dosa, sedangkan petugas sipil ditugaskan mencari keberadaan siborium dan Hosti beserta pencurinya.
Karena semua orang terpusat pada upacara malam itu, pencuri berhasil masuk kapel, mengambil kunci tabernakel dan mengambil siborium emas yang berisi sejumlah Hosti yang sudah dikonsekrir.
Keesokan harinya baru diketahui bahwa siborium emas beserta Hosti Kudus tidak ada di tempatnya. Kemudian ada beberapa umat paroki yang menemukan tutup siborium tergeletak di jalan.
Kesedihan umat memaksa dibatalkannya upacara khusus ini. Uskup Agung memberi petunjuk agar umat mengadakan doa bersama bagi pemulihan dosa, sedangkan petugas sipil ditugaskan mencari keberadaan siborium dan Hosti beserta pencurinya.
Dua hari kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1730, ketika berdoa di Gereja St. Maria Provenzano, perhatian imam tertuju pada sesuatu berwarna putih mengintip dari kotak persembahan.
Mengetahui bahwa itu Hosti, dia memberitahu imam yang lain, Uskup Agung dan biarawan lain di Gereja St. Fransiskus. Jumlah Hosti ini cocok dengan jumlah yang diperkirakan hilang oleh imam Fransiskan, yaitu berjumlah 348 keping utuh dan 6 keping berukuran setengah.
Mengetahui bahwa itu Hosti, dia memberitahu imam yang lain, Uskup Agung dan biarawan lain di Gereja St. Fransiskus. Jumlah Hosti ini cocok dengan jumlah yang diperkirakan hilang oleh imam Fransiskan, yaitu berjumlah 348 keping utuh dan 6 keping berukuran setengah.
Selama 2 abad, Hosti-Hosti tersebut tidak disantap oleh para imam dalam Misa, seperti yang biasa terjadi dalam kasus seperti ini (misal Hosti Kudus yang jatuh dsb). Mengagumkan, terlihat bahwa Hosti tidak hancur secara alamiah, namun tetap segar bahkan tercium aroma yang menyenangkan.
(Hosti Kudus yang disimpan tanpa upaya ilmiah dan disimpan dalam tempat biasa, akan hancur satu abad; dalam kasus seperti ini, Hosti tidak harus disantap, namun boleh dibiarkan hancur secara alamiah dan dengan demikian Kristus juga tidak hadir lagi).
Mujizat Middleburg-Louvain Belgia (tahun 1374)
Middleburg terletak di Barat Daya Belanda. Di sana tinggal seorang wanita bangsawan kaya. Pada hari Minggu Pertama Masa Prapaskah tahun 1374, sesuai dengan kebiasaannya, ia menganjurkan para pelayannya untuk mempersiapkan diri dengan pergi Mengaku Dosa dan menyambut Komuni. Hal itu dilakukan pelayannya hanya sebagai tugas.
Salah satu pelayannya, bernama Jean dari Cologne, merasa ketakutan karena membuat dosa berat. Ia terpaksa ikut dengan yang lain, namun langsung menyambut Komuni tanpa mengaku dosa terlebih dahulu.
Begitu Hosti Kudus diletakkan pada lidahnya, seketika itu juga Hosti berubah menjadi daging yang tidak bisa ditelannya!
Karena ketakutan atas peristiwa yang tak terduga ini, ia berusaha menyembunyikan kesulitannya, namun membuat kesalahan dengan menggigit Daging itu. Seketika itu juga 3 tetes Darah keluar dari mulutnya dan menodai kain penutup tempat berlutut (railing).
Terkejut melihat Daging berdarah menetes dari mulut Jean, imam segera menghampiri, mengambilnya dengan penuh hormat dan membawanya ke altar dan menempatkannya dalam piala emas.
Jean dihukum untuk perbuatan Komuni sakrilegi ini dengan mendadak menjadi buta. Dengan penyesalan yang dalam, ia berlutut di kaki imam dan mengakukan dosanya dihadapan seluruh umat yang hadir.
Penyesalan ini terlihat pada kerangka pikirnya yang diperbaiki, Jean menjadi teladan hidup orang disekitarnya dan terus memelihara penghormatan pada Sakramen Maha Kudus hingga akhir hayatnya.
Salah satu pelayannya, bernama Jean dari Cologne, merasa ketakutan karena membuat dosa berat. Ia terpaksa ikut dengan yang lain, namun langsung menyambut Komuni tanpa mengaku dosa terlebih dahulu.
Begitu Hosti Kudus diletakkan pada lidahnya, seketika itu juga Hosti berubah menjadi daging yang tidak bisa ditelannya!
Karena ketakutan atas peristiwa yang tak terduga ini, ia berusaha menyembunyikan kesulitannya, namun membuat kesalahan dengan menggigit Daging itu. Seketika itu juga 3 tetes Darah keluar dari mulutnya dan menodai kain penutup tempat berlutut (railing).
Terkejut melihat Daging berdarah menetes dari mulut Jean, imam segera menghampiri, mengambilnya dengan penuh hormat dan membawanya ke altar dan menempatkannya dalam piala emas.
Jean dihukum untuk perbuatan Komuni sakrilegi ini dengan mendadak menjadi buta. Dengan penyesalan yang dalam, ia berlutut di kaki imam dan mengakukan dosanya dihadapan seluruh umat yang hadir.
Penyesalan ini terlihat pada kerangka pikirnya yang diperbaiki, Jean menjadi teladan hidup orang disekitarnya dan terus memelihara penghormatan pada Sakramen Maha Kudus hingga akhir hayatnya.
Mujizat Seefeld, Austria (tahun 1384)
Ksatria Oswald Milser adalah seorang penjaga kastil Schossberg, yang terletak di Utara Seefeld nampaknya dipenuhi dengan rasa kesombongan karena jabatan dan kekuasaannya.
Bersama pengikutnya bersenjata meminta dengan paksa Hosti yang besar, Hosti yang kecil tidak sesuai untuknya. Di akhir Misa, Milser, bersenjata lengkap dan bertopi, menuju samping altar dan berdiri di situ. Imam yang ketakutan terperangah memberikan Hosti, namun tiba-tiba lantai di bawah terkutuk itu membelah dan ksatria itu jatuh berlutut. Pucat pasi dia meraih altar dengan kedua tangannya. Ksatria itu dengan penuh rasa takut memohon pada imam untuk mengeluarkan Hosti dari dalam mulutnya. Segera setelah imam berhasil mengambil Hosti, lantai kembali seperti semula.
Oswald segera terbebas dari perasaan yang menekan dan segera berlari ke luar gereja menuju Biara Stams, dan mengakukan kesombongannya. Dia bertobat dan meninggal dalam rahmat 2 tahun kemudian.
Bersama pengikutnya bersenjata meminta dengan paksa Hosti yang besar, Hosti yang kecil tidak sesuai untuknya. Di akhir Misa, Milser, bersenjata lengkap dan bertopi, menuju samping altar dan berdiri di situ. Imam yang ketakutan terperangah memberikan Hosti, namun tiba-tiba lantai di bawah terkutuk itu membelah dan ksatria itu jatuh berlutut. Pucat pasi dia meraih altar dengan kedua tangannya. Ksatria itu dengan penuh rasa takut memohon pada imam untuk mengeluarkan Hosti dari dalam mulutnya. Segera setelah imam berhasil mengambil Hosti, lantai kembali seperti semula.
Oswald segera terbebas dari perasaan yang menekan dan segera berlari ke luar gereja menuju Biara Stams, dan mengakukan kesombongannya. Dia bertobat dan meninggal dalam rahmat 2 tahun kemudian.
(dahulu tata cara menyambut Komuni pada abad ke 14, yaitu Komuni lidah. Komuni tangan dimulai sekitar pertengahan abad 20, setelah Konsili Vatikan II tahun 1965).
Mujizat Bagno, Italia (tahun 1412)
Pastor Lazarro sedang mempunyai masalah dalam imannya, seperti terjadi pada banyak orang sampai hari ini. Dipuncak keraguannya ia mempersembahkan Misa Kudus. Ketika konsekrasi, tekanan menjadi tak tertahankan, ia kehilangan iman kecilnya yang masih tersisa.
Ia pun mengintip ke dalam piala, dan tak dapat mempercayai matanya. Anggur telah berubah menjadi Darah merah segar yang mulai mendidih dan berbuih-buih. Darah itu meluap ke luar dari piala dan mengenai korporal. Darah itu hidup dan berdegub.
Pastor Lazarro jelas terlihat sangat terguncang ketika hal itu terjadi. Ia kembali ke konggregasi dengan menangis tersedu-sedu dan mengaku dosa tentang keraguannya dan tentang Anugerah Allah yang Tuhan telah berikan padanya.
Ia pun mengintip ke dalam piala, dan tak dapat mempercayai matanya. Anggur telah berubah menjadi Darah merah segar yang mulai mendidih dan berbuih-buih. Darah itu meluap ke luar dari piala dan mengenai korporal. Darah itu hidup dan berdegub.
Pastor Lazarro jelas terlihat sangat terguncang ketika hal itu terjadi. Ia kembali ke konggregasi dengan menangis tersedu-sedu dan mengaku dosa tentang keraguannya dan tentang Anugerah Allah yang Tuhan telah berikan padanya.
Mujizat Zaragoza, Spanyol (tahun 1427)
Sepasang suami istri yang perkawinannya tidak bahagia, hidup di kota Zaragoza. Mereka bertengkar hampir dalam setiap hal. Sepertinya mereka hidup untuk saling menyakiti. Sang istri mengeluh dengan pahitnya kepada teman-temannya tentang perlakuan suaminya.
Salah seorang temannya menyarankan supaya ia pergi ke seorang dukun, yang akan membuat suaminya kembali kepadanya dengan penuh cinta, seperti yang dahulu biasa ia perlakukan kepada istrinya sewaktu mereka baru menikah.
Ketika ia menerangkan maksudnya pada dukun itu, si dukun melihat kesempatan emas bagi dirinya sendiri, karena dapat menajiskan dan menghujat ke pusat Kristianitas, yaitu Komuni Kudus. Lalu si dukun menyuruhnya membawakan sebuah Hosti yang sudah dikonsekrasikan dari gereja, untuk membuat ramuan itu.
Dari latar belakang Katolik, ia tahu bahwa hal ini adalah perbuatan sakrilegi. Karena sedemikian putus asanya. Keesokan harinya pergi ke Gereja St. Michael dengan sikap saleh yang palsu. Ia mengambil Komuni Kudus, lalu mundur ke salah satu sudut gelap di gereja, seperti sedang berdoa, untuk memindahkan Hosti dari mulutnya. Ia menempatkan Hosti ke dalam kantongnya dan meninggalkan gereja menuju ke rumah si dukun.
Ketika ia tiba, dibukanya kantong dan yang ditemukannya bukan Hosti, namun seorang Bayi kecil yang cantik dengan rupa yang sempurna dan hidup. Aura yang terang mengelilingi tubuh-Nya.
Wanita dan dukun itu sangat terkejut. Tetapi kebencian dukun itu pada Kristus lebih besar dari pada ketakutan dan kebingungannya, ia tetap menjalankan rencananya. Ia meyakinkan wanita itu untuk membawa Bayi itu pulang dan membakar-Nya dalam api, lalu abunya untuk ramuan yang akan dicampurkan pada anggur atau makanan suaminya.
Wanita dan dukun itu sangat terkejut. Tetapi kebencian dukun itu pada Kristus lebih besar dari pada ketakutan dan kebingungannya, ia tetap menjalankan rencananya. Ia meyakinkan wanita itu untuk membawa Bayi itu pulang dan membakar-Nya dalam api, lalu abunya untuk ramuan yang akan dicampurkan pada anggur atau makanan suaminya.
Wanita itu nyata sekali telah melupakan segala akal atau alasan, membawa Bayi itu pulang. Ia menaruh-Nya di atas api, mengikat-Nya pada sebatang tongkat dan memutar-mutar seperti babi panggang.
Hasilnya tak seperti yang ia harapkan, malahan Bayi itu makin lama makin terang ketika diputar di atas api. Ketika api padam, Bayi itu bukan saja masih hidup, tapi berkilauan dalam cahaya.
Hasilnya tak seperti yang ia harapkan, malahan Bayi itu makin lama makin terang ketika diputar di atas api. Ketika api padam, Bayi itu bukan saja masih hidup, tapi berkilauan dalam cahaya.
Tuhan merencanakan segala sesuatu, ketika ia lari sepanjang jalan memeluk Bayi itu dalam tangannya, air mata bercucuran, air mata ketakutan dan penyesalan. Ia memohon Tuhan untuk mengampuni.
Ketika tiba di rumah si dukun, dukun itu pun sangat terpengaruh dengan kejadian itu, berlutut dalam ketakutan untuk memohon pengampunan dari Tuhan yang begitu dibencinya, dan yang dia hujat. Ia memanggil Allah, yang sekarang ia percaya bahwa Dia juga adalah Tuhan-Nya.
Ketika tiba di rumah si dukun, dukun itu pun sangat terpengaruh dengan kejadian itu, berlutut dalam ketakutan untuk memohon pengampunan dari Tuhan yang begitu dibencinya, dan yang dia hujat. Ia memanggil Allah, yang sekarang ia percaya bahwa Dia juga adalah Tuhan-Nya.
Wanita dan si dukun, berubah sikap secara total, mereka pergi ke Katedral di Zaragoza. Wanita itu mengakukan dosa-dosanya kepada imam, dan si dukun juga memohon bagaimana caranya supaya ia menerima pengampunan atas dosa-dosanya yang sangat mengerikan.
Uskup Agung, Don Alonso Arbuello dalam kewaspadaannya membentuk panitia untuk menyelidiki misteri ini. Dengan semua keraguannya, diperoleh dua hal yang dapat menjadi bukti yang tak dapat disangkal, yaitu ada campur tangan supernatural: Bayi tidak terbakar dan begitu bercahaya.
Bayi itu diambil dari pasangan yang tidak bahagia itu dengan arak-arakan yang meriah dipindahkan ke Katedral.
Keesokan harinya, hari Minggu, Uskup Agung merayakan Misa Kaul pada Sakramen Maha Kudus untuk menghormati Mujizat Ekaristi di tengah-tengah mereka. Ketika Uskup Agung mempersembahkan roti dan anggur pada Tuhan, Bayi itu semakin berkilauan lebih bersinar dari sebelumnya, kemudian hilang dari tempatnya, Hosti yang sudah dikonsekrasi muncul kembali.
Hasil dari mukjizat itu sangat berlimpah. Si wanita bertobat, dia dan suaminya berdamai dan hidup keluarga mereka menjadi teladan. Si dukun juga bertobat, dan berubah dari musuh Kristus dan musuh orang Kristen menjadi pemuja Tuhan yang gigih.
Mujizat Turin, Italia (tahun 1453)
Pada saat terjadi mujizat ini, iman umat di kota Turin sedang goyah. Sehingga mujizat yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1453 ini dijadikan Allah sebagai tanda untuk meningkatkan iman umat dari sikap apatis mereka.
Dua orang tentara dari golongan bawah, yang tidak mempunyai hormat terhadap segala hal yang suci, baru dikeluarkan dari dinas ketentaraan.
Salah satu dari mereka mempunyai ide untuk menjarah gereja. Setelah memasuki gereja mereka mengumpulkan barang berharga, seperti tempat lilin, piala dan lain-lain. Kemudian mereka naik ke altar, membuka tabernakel dan mengambil monstran yang berisi Hosti besar yang sudah dikonsekrir.
Mereka memasukkan semua barang ke dalam kantong, meletakkan di punggung keledai dan berjalan menuju kota Turin dengan harapan dapat menjual barang berharga tersebut.
Salah satu dari mereka mempunyai ide untuk menjarah gereja. Setelah memasuki gereja mereka mengumpulkan barang berharga, seperti tempat lilin, piala dan lain-lain. Kemudian mereka naik ke altar, membuka tabernakel dan mengambil monstran yang berisi Hosti besar yang sudah dikonsekrir.
Mereka memasukkan semua barang ke dalam kantong, meletakkan di punggung keledai dan berjalan menuju kota Turin dengan harapan dapat menjual barang berharga tersebut.
Setelah melewati gerbang kota Turin pada saat senja, keledai tersandung dan jatuh ke tanah. Kantong yang ada di punggung keledai jatuh dan isinya tumpah berserakan di tanah termasuk monstran berisi Hosti Kudus. Namun Hosti Kudus tidak ikut jatuh, melainkan melayang di udara, dengan memancarkan sinar bagaikan cahaya surgawi.
Setelah menyaksikan keajaiban ini, seorang imam, Bartolomeo Coccono, segera memberitahu kejadian ini pada Uskup Turin, Ludovico dari Romagno. Setelah memakai tanda-tanda kebesaran uskup, didampingi para bangsawan dan pejabat pemerintahan.
Uskup mengunjungi tempat mujizat dan berlutut menghormati Hosti Kudus. Setelah menyembah, dia menghunjukkan piala ke arah Hosti yang melayang, dan semua yang hadir melihat Hosti turun dengan sendirinya dan mendarat sempurna di dalam piala.
Uskup mengunjungi tempat mujizat dan berlutut menghormati Hosti Kudus. Setelah menyembah, dia menghunjukkan piala ke arah Hosti yang melayang, dan semua yang hadir melihat Hosti turun dengan sendirinya dan mendarat sempurna di dalam piala.
Mujizat Faverney, Prancis (tahun 1608)
Mujizat unik ini tidak menyangkut Hosti Kudus yang berubah rupa menjadi darah dan daging, melainkan Hosti yang melawan hukum gravitasi.
Untuk meningkatkan iman umat yang sangat diperlemah oleh pengaruh protestanisme, para biarawan itu mengadakan upacara tahunan, termasuk Adorasi Sakramen Maha Kudus untuk menghormati hari Minggu Pantekosta dan hari Senin yang mengikutinya.
Dalam persiapan untuk upacara tersebut, sebuah altar didirikan di depan jeruji indah dekat pintu masuk ruang koor.
Minggu Pentakosta, 25 Mei 1608, upacara ibadat dihadiri oleh banyak orang. Pada senja hari, ketika pintu gereja sudah ditutup dan para rahib bersiap-siap untuk istirahat, dua lampu minyak dibiarkan menyala di depan Sakramen Maha Kudus yang ditahtakan sepanjang malam dalam sebuah monstran sederhana di atas altar.
Hari Senin berikutnya, 26 Mei 1608, ketika petugas sakristi Don Garnier, membuka pintu-pintu, ia melihat gereja dipenuhi asap dan nyala api terlihat di sekitar altar. Ia bergegas ke biara untuk memberitahukan para rahib yang segera lari dalam segala usahanya untuk menyelamatkan gereja.
Ketika api sedang dipadamkan, seorang novis muda bernama Hudelot yang baru berusia 15 tahun, melihat monstran menggantung di udara, sedikit miring ke depan, tetapi tidak menempel pada kisi-kisi di belakang altar.
Penduduk desa serta para imam Kapusin dari Vesoul juga menyaksikan kejadian ini. Banyak yang berlutut dengan perasaan takut di hadapan monstran yang mengantung itu dan banyak juga yang bersikap skeptis mendekati untuk memeriksa mujizat itu untuk diri mereka sendiri.
Penduduk desa serta para imam Kapusin dari Vesoul juga menyaksikan kejadian ini. Banyak yang berlutut dengan perasaan takut di hadapan monstran yang mengantung itu dan banyak juga yang bersikap skeptis mendekati untuk memeriksa mujizat itu untuk diri mereka sendiri.
Keesokan harinya, Selasa 27 Mei, para imam dari daerah sekitar bergantian mempersembahkan Misa Kudus tak putusnya sementara mujizat terus berlangsung.
Sekitar pukul 10 pagi, dalam Misa Kudus yang dipersembahkan oleh Pastor Nicolas Aubry, seorang imam dari Menoux, umat melihat monstran bergeser, berubah sudut menjadi posisi vertikal, kemudian perlahan-lahan turun ke altar yang dibawa masuk untuk menggantikan altar lama yang dimakan api. Dengan demikian monstran tergantung di udara selama 33 jam.
Sekitar pukul 10 pagi, dalam Misa Kudus yang dipersembahkan oleh Pastor Nicolas Aubry, seorang imam dari Menoux, umat melihat monstran bergeser, berubah sudut menjadi posisi vertikal, kemudian perlahan-lahan turun ke altar yang dibawa masuk untuk menggantikan altar lama yang dimakan api. Dengan demikian monstran tergantung di udara selama 33 jam.
Meja altar beserta segala sesuatu yang ada di atasnya, seperti taplak, tempat lilin dan lain-lain terbakar semua menjadi abu, kecuali bagian kaki altar.
Salah satu tempat lilin yang menjadi hiasan di kedua sisi altar ditemukan mencair karena api yang panas, namun walaupun adanya panas yang tinggi, monstran tidak mengalami kerusakan sedikitpun.
Dua keping Hosti yang berada di dalamnya tetap utuh, hanya terlihat sedikit hangus. Empat benda dalam wadah kristal yang menempel di monstran juga tidak rusak (sepotong sutra yang merupakan relikwi St. Anna, Maklumat Paus mengenai indulgasi dan surat episkopal yang disegel dengan lilin, yang mencair dan merembes ke dalam kertas kulitnya, tanpa merusak tulisannya).
Salah satu tempat lilin yang menjadi hiasan di kedua sisi altar ditemukan mencair karena api yang panas, namun walaupun adanya panas yang tinggi, monstran tidak mengalami kerusakan sedikitpun.
Dua keping Hosti yang berada di dalamnya tetap utuh, hanya terlihat sedikit hangus. Empat benda dalam wadah kristal yang menempel di monstran juga tidak rusak (sepotong sutra yang merupakan relikwi St. Anna, Maklumat Paus mengenai indulgasi dan surat episkopal yang disegel dengan lilin, yang mencair dan merembes ke dalam kertas kulitnya, tanpa merusak tulisannya).
Tergantungnya monstran ini diperkuat oleh 54 saksi mata termasuk beberapa imam, yang menegaskan bahwa ketika monstran kelihatan turun dari kisi-kisi, salib kecil di atasnya tidak menyentuh kisi-kisi, berarti ada jarak antara monstran dan kisi-kisi. Mereka juga menguatkan bahwa monstran menggantung selama 33 jam tanpa penahan.
Sekali peristiwa orang kudus, St. Hyacintus seorang Dominikan bergegas ke tabernakel untuk mengambil sibori yang berisi Hosti Kudus dan memindahkannya ke tempat yang lebih aman untuk menghindarkan profansi Sakramen Maha Kudus.
Ketika ia hampir meninggalkan altar sambil mendekap Yesus erat-erat di dadanya, ia mendengar suara datang dari patung Perawan Maria dekat altar, yang berkata, “Hai, akankah kamu membawa Yesus tanpa membawa aku juga ...?”
Orang kudus ini berhenti, tertegun. Ia menangkap pesan itu, tetapi ia tidak tahu bagaimana ia dapat membawa juga patung Maria itu. Sambil berteka-teki, ia menghampiri patung itu untuk melihat kalau-kalau ia dapat membawanya dengan satu tangan yang masih bebas. Sungguh, tidak perlu ia bersusah payah, karena patung itu menjadi ringan seperti bulu.
Ketika ia hampir meninggalkan altar sambil mendekap Yesus erat-erat di dadanya, ia mendengar suara datang dari patung Perawan Maria dekat altar, yang berkata, “Hai, akankah kamu membawa Yesus tanpa membawa aku juga ...?”
Orang kudus ini berhenti, tertegun. Ia menangkap pesan itu, tetapi ia tidak tahu bagaimana ia dapat membawa juga patung Maria itu. Sambil berteka-teki, ia menghampiri patung itu untuk melihat kalau-kalau ia dapat membawanya dengan satu tangan yang masih bebas. Sungguh, tidak perlu ia bersusah payah, karena patung itu menjadi ringan seperti bulu.
Satu pelajaran berharga dapat kita petik dari mujizat ini. Kalau kita membawa Maria bersama Yesus, ia tidak menjadi beban atau meminta biaya, karena sungguh mengagumkan mereka berpadu, yang satu dalam yang lain (Bdk Yoh 6:57).
Bila saja orang-orang Katolik mengerti kemujaraban Misa, gereja-gereja tidak akan cukup untuk menahan sejumlah besar orang yang menghadiri perayaan Misteri-Misteri Kerahiman. Semoga bersama Roh Kudus, misteri iman ini dapat mencelikkan mata hati kita sehingga tercipta damai di hati dan di bumi. A...min.
(Sumber: Warta KPI TL No. 17/IX/2005 » Ekaristi Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani, HDR Juli-Agustus 2005; Keajaiban-keajaiban Misa, Pastor Paul O’Sulvian; Mujizat-mujizat Ekaristi, Joan Carrol Cruz; Yesus kekasih kita dalam Ekaristi, Fr. M. Manelli, FI).