22.37 -
*Kerendahan hati*
Bertumbuh dalam kerendahan hati
Mengapa seringkali kita tidak memperoleh kerendahan hati? Karena kita kurang menyadari akan dosa kita, kurang memeriksa diri kita, kurang menyadari kerapuhan dan kepapaan dalam diri kita sendiri.
Misalnya kita membayangkan seorang penjahat di hadapan pengadilan, setelah tertangkap dibuktikan segala kejahatannya, dia berdiri di muka hakim mungkin dengan kepala tertunduk karena dia malu dan sadar bahwa sewaktu-waktu dapat dijatuhkan hukuman yang berat.
Lebih-lebih jika dia sadar kejahatannya yang berat, maka dia akan berdiri dengan rendah hati di hadapan hakim dengan mengakui kejahatannya.
Jika kita di hadapan Allah menyadari segala dosa-dosa yang kita lakukan, kecenderungan-kecenderungan jahat yang masih ada dalam diri kita, bahwa sewaktu-waktu kita bisa dibawa kepada dosa-dosa yang mengerikan kalau tidak dijaga oleh Allah.
Kerendahan hati suatu rahmat dan kebajikan yang sulit didapatkan tetapi amat dibutuhkan.
Jalan yang paling utama untuk mencapai kerendahan hati adalah cintakasih (1 Kor 13:4 – kasih itu … tidak sombong).
Kerendahan hati yang sejati adalah buah dari cinta kasih.
Jika Allah menerangi kita dengan Terang-Nya seperti ruangan tanpa lampu yang menyala tetap dalam keadaan gelap dan mengira ruangan tersebut ‘bersih’ tetapi setelah lampu dinyalakan maka kelihatan seluruh keadaan ruangan dengan kotoran-kotorannya, debu-debu dan sebagainya.
Jika Allah mencurahkan rahmat-Nya ke dalam hati kita melalui pengalaman kasih Allah itu, Dia menunjukkan kedosaan kita. Itulah sebabnya pengalaman Allah dalam Pencurahan Roh Kudus membawa orang kepada pertobatan. Dari satu pihak melalui pengalaman kasih itu disadarkan akan dosa-dosanya yang besar dan banyak sehingga bertobat dan mengalami kasih Allah yang melampaui segala pengertian (St. Yohanes Salib).
Marilah kita belajar dari Petrus dan Yudas
[Mat 26:69-75] Petrus telah menyangkal Yesus dengan sangat mengerikan, mengutuk dan bersumpah, katanya: “Aku tidak kenal orang itu.” Ketika ayam berkokok teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus. Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya
» Berkatalah Yesus kepada mereka: “Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku.” Petrus menjawabnya: “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” (Mat 26:33 – Petrus begitu yakin dengan kekuatannya sendiri, maka Tuhan membiarkan “jatuh” dalam kerapuhannya).
Petrus masih diberikan rahmat (Luk 22:32 – Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur) sehingga menjadi sadar akan kesombongannya, percaya kepada kasih Tuhan dan pengampunan-Nya (Yoh 21:15-19 – Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka?” Jawab Petrus kepadaNya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” – Petrus tidak berani berkata lain daripada itu).
[Mat 27:3-5] Pada waktu Yudas melihat bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua … lalu pergi dari situ dan menggantung diri
» Yudas Iskariot tidak setia dan tidak mencintai Yesus, dengan sengaja mengkianati Yesus (Mat 26:14-16), ia diperingatkan oleh Yesus (Mat 26:21-25) namun menolak rahmat Allah.
Ketika sadar akan dosa-dosanya yang begitu besar, ia menjadi putus asa, iblis menggodanya sehingga ia jatuh begitu dalam, lebih dalam daripada kejatuhan Petrus.
Apabila kalian putus asa, itu menandakan kesombongan. Rasa putus asa menunjukkan bahwa kalian hanya percaya pada kekuatan kalian sendiri: kemandirian kalian, keegoisan kalian, dan kesombongan keintelektual kalian. Semua itu akan menghalangi kehadiran Allah di dalam hati kalian karena Allah tidak dapat mengisi sesuatu yang sudah penuh (Ibu Teresa)
(Sumber: Warta KPI TL No.121/V/2014 » Bertumbuh Dalam Kerendahan Hati, HDR Januari-Februari 2005 Tahun IX).