Ada seorang pastor yang pernah bertugas di suatu paroki di daerah perbukitan. Kebanyakan anak mudanya bersekolah di kota yang jaraknya 12 km.
Ada seorang pemuda yang sekolah di SPG di kota kecil tersebut. Pemuda tadi pergi dan pulang naik sepeda menempuh jarak 24 km setiap hari.
Suatu ketika sang pastor melihat bahwa pemuda tadi pulang sekolah mengantarkan pacarnya. Di suatu tanjakan, ceweknya bertanya kepada pemuda tadi, “Mas, kuat tidak?”
Dengan penuh semangat pemuda tadi berkata, “Kuat!” nafasnya terengah-engah, otot-otot lehernya menonjol, dan pinggulnya sampai terangkat dari sadel sepeda. Setelah susah payah, pemuda tadi akhirnya berhasil mengantarkan pacarnya sampai di atas.
Di hari yang lain sang pastor melihat pemuda yang sama membonceng ibunya dengan sepeda yang sama dan di jalan yang sama.
Ketika sampai tanjakan yang sama, pemuda tadi minta agar ibunya turun dari boncengan, pastor tersebut menyimpulkan bahwa kekuatan batin itu memang ada.
Peristiwa tadi hanyalah simbolik dari kehidupan nyata, yaitu bahwa yang kita pikul dalam hidup ini kadang berat kadang ringan. Kuat tidaknya kita, itu tergantung pada kekuatan batin kita.
Seberat-beratnya beban hidup yang kita pikul, asalkan ada kekuatan batin/iman dari Dia yang mahakuasa, maka kita pun akan mampu membawanya. Bila kita merasa berat dan tidak mampu, barangkali batin kita jauh dari Dia yang menjadi sumber kekuatan.
(Sumber: Warta KPI TL No. 13/V/2005).