06.48 -
*Iman*
Terimalah diri apa adanya
Kita semua diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan. Kekurangan-kekurangan itu memacu kita untuk belajar segala sesuatu dalam dan dari dunia ini; kita belajar terbang di udara seperti burung dan belajar berenang di dasar laut seperti ikan. Sekarang yang harus kita pelajari adalah berjalan di dunia sebagai manusia. Ini adalah proses kita belajar mencintai hidup dengan hati tulus. Belajar menjadi manusiawi dari waktu ke waktu.
Sebagai seorang manusia, kita sering merasa kuatir akan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi. Hal itu wajar dan hal tersebut merupakan bagian dari kehidupan. Namun, jangan sampai kekuatiran itu membuat kita melupakan hal yang utama, yakni percaya kepada Tuhan.
Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, kita diminta untuk menerima diri apa adanya dan mencintai-Nya dengan hati tulus ikhlas.
Menerima diri apa adanya berarti:
* Kita harus terbuka menerima kelebihan maupun kekurangan diri sendiri.
* Kita tidak cemas dengan kekurangan diri sendiri.
* Kita mau menerima kritikan dari sesama.
* Kita telah meraih suatu kebahagiaan hidup dalam perjalanan hidup kita sendiri.
Kebahagiaan sejati tidak tergantung pada keadaan di luar pribadi kita, melainkan dibentuk oleh diri kita sendiri (Dale Carnegie).
Kalau kita terpaku pada kekurangan diri sendiri dan cenderung melihatnya dari kacamata negatif, kita sendiri pasti akan memiliki kecenderungan untuk menolak diri sendiri.
Penolakan terhadap diri sendiri membawa dampak terdalam bagi hidup kita, yakni kita akan merasa kuatir, cemas, marah, dengki, benci dan mengutuk diri sendiri. Sadarkah kita bahwa kalau kita mengutuk kekurangan diri sendiri, itu berarti kita mengutuk Tuhan?
Ingatlah! Hidup ini adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan. Jadi, kita perlu menerimanya: entah yang positif maupun yang negatif; entah yang pahit sekalipun yang manis dan menyenangkan; entah yang membahagiakan maupun yang menyakitkan. Kekurangan maupun kelebihan itu bagian dari hidup kita.
Walaupun kita telah meraih segala-galanya, tetapi sampai mati pun kita akan tetap merasa kurang pada hidup ini.
(Warta KPI TL No. 91/XI/2011 » Menggapai Kedamaian Hati, Alberto A. Djono Moi, O. Carm).