Sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat hidup sendirian, kita membutuhkan orang lain. Dalam hidup bersama ini tidaklah mudah, terkadang kita bisa merasakan sakit hati atau terluka, namun hal itu tidak berarti bahwa seketika itu juga kita boleh menunjukkan perasaan tersebut dan melampiaskan kemarahan dan sakit hati kita kepada orang lain.
Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh (Ams 12:16).
Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin (Ams 17:27).
Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan (Ams 13:3).
Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu (1 Ptr 3:10).
Manusia batiniah berasal dari roh yang lemah lembut dan tentram, yang sangat berharga di mata Tuhan (1 Ptr 3:4).
Allah berkenan pada kesetiaan dan hati lembut (Sir 1:27).
Janganlah memfitnah dan bertengkar, hendaklah selalu ramah dan bersikap lemah lembut dan hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang (Tit 3:2; Rm 12:18).
Kalau dimaki, berkatilah; kalau dianiaya, bersabarlah; kalau difitnah, tetaplah menjawab dengan ramah (1 Kor 4:12-13) sehingga kita dapat memancarkan cinta kasih-Nya melalui kebajikan kesabaran dan kelemahlembutan. Kebajikan ini sangat penting untuk kehidupan bersama dalam keluarga, komunitas, Gereja, dan masyarakat.
Bila menghadapi suatu masalah atau keadaan yang kurang menyenangkan, yang mungkin tidak sesuai seperti yang tidak kita kehendaki, janganlah kehilangan kesabaran.
Apalagi kalau kita melampiaskan kekesalan hati kita, hanya demi mendapatkan kelegaan hati sesaat, namun penyesalan dan kerugian besar yang panjang di kemudian hari. Sikap yang tidak baik ini pada akhirnya mendatangkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain.
Tuhan berkehendak supaya kita tetap menjaga sikap yang baik dan tetap santun, bahkan ketika kita tengah menghadapi situasi yang sangat tidak adil. Sikap yang baik akan berbuah kebaikan dan kemenangan (Ams 16:32; Sir 1:22-23).
Pelanggaran cinta kasih kepada sesama karena tidak sabar, cepat marah, cepat emosi, suka akan perbantahan, mengucapkan kata-kata kasar dan keras, telah melukai hati banyak orang dan merusak relasi-relasi dalam hidup bersama.
Bila kita membiarkan kemarahan menguasai diri kita, suka memegahkan diri, dan merendahkan orang lain, bahkan orang-orang yang dekat dengan kita, maka sesungguhnya kita tidak tahu cara mengasihi.
Mengasihi adalah menghargai, melihat sesama sebagai kehadiran Tuhan sendiri (Sir 9:14; Mat 25:4; Rm 12:10)
Teladan kesabaran bagi kita adalah Tuhan Yesus sendiri sebagai penjelmaan Allah, Dia sabar menanggung segalanya dan Dia sabar pada murid-murid-Nya, ketika murid-Nya lamban mengerti, dengan sabar Yesus terus membimbing mereka menuju kedewasaan rohani.
Roh kesabaran ini sangat membantu kita untuk bisa rendah hati. Sabar dalam segala sesuatu, baik hal yang baik maupun yang tidak baik. Sabar ini lebih mengarah pada hati dan tindakan kita. Karena orang sabar itu dikasihi dan disayang oleh Tuhan dan manusia.
Kelemahlembutan artinya tidak melawan, bersedia menerima pandangan orang lain. Seperti Tuhan Yesus yang lemah lembut, tidak melawan tindakan kekerasan dengan kekerasan; bisa sabar dan rendah hati dalam segala ancaman; dalam melayani, ramah terhadap siapa saja, menerima siapa saja tanpa kecuali dan tidak membeda-bedakan.
Roh yang lembut dan tenang ini sangat berharga dalam pandangan Allah, maka setiap orang dianjurkan untuk mengejar kelembutan hati. Sebab ini mendatangkan damai dan sukacita di bumi dan dalam hidup bersama dengan orang lain.
Ciri-ciri orang yang lemah lembut
Orang yang baik, mereka tidak mengejar kebaikan diri sendiri, tetapi kebaikan orang lain, mereka hidup bagi orang lain.
Tidak menyakiti hati orang lain, tetapi dengan penuh kelembutan, tenang, dan sederhana bergaul, berdamai dengan siapa saja.
Tidak banyak bicara namun dia memiliki kebijaksanaan sebab dia dikuasai oleh Roh Kudus yang ada dalam hatinya.
Selama manusia menolak untuk menerima bahwa kita adalah campuran dari terang dan gelap, kebaikan dan kegagalan, kebencian dan cinta, altruis dan egosentris, kematangan dan ketidak matangan, dan bahwa kita semua adalah anak-anak Bapa yang sama, kita akan selalu membagi dunia menjadi musuh dan kawan, keburukan dan kebaikan. Kita akan terus membangun dinding yang tinggal di sekeliling kita dan komunitas kita, dan menyebarkan prasangka.
Bila kita menerima bahwa kita memiliki kelemahan dan cacat-cacat, maka kita dapat tumbuh dalam kebebasan batin dan cinta yang lebih besar. Dan kita dapat sungguh-sungguh menerima orang lain apa adanya.
Komunitas adalah tempat pengampunan, sebab selalu ada saja kata-kata, perbuatan-perbuatan, sikap-sikap yang melukai, situasi-situasi rawan penyebab perpecahan.
Pengampunan adalah mau terbuka, mau mendengarkan sekali lagi, memberikan tempat kepada mereka dalam hati kita.
Mengampuni memang tidak selalu mudah, kita semua harus mau diubah oleh-Nya, mau berubah, belajar memaafkan setiap hari, dan setiap hari lagi.
Mengampuni 70 kali 7 kali, mengampuni dengan segenap hati dan terus menerus. Saling memaafkan akan menyembuhkan hati kita, menyembuhkan relasi kita, dan menyembuhkan komunitas kita, keluarga kita, Gereja kita, dan masyarakat kita. Kita membutuhkan Roh Kudus untuk menjadi terbuka seperti itu.
Mengampuni 70 kali 7 kali, mengampuni dengan segenap hati dan terus menerus. Saling memaafkan akan menyembuhkan hati kita, menyembuhkan relasi kita, dan menyembuhkan komunitas kita, keluarga kita, Gereja kita, dan masyarakat kita. Kita membutuhkan Roh Kudus untuk menjadi terbuka seperti itu.
(Sumber: Warta KPI TL No. 90/X/2011 » Peranan Kesabaran dan Kelemahlembutan Dalam Hidup Bersama, Vacare Dero Edisi V/XIII/2011).