17.58 -
*Dosa*
Orang lain berdosa karena saya
Ada seorang pelukis yang sangat ahli, karya-karyanya nampaknya amat mengagumkan, namun sebenarnya bukanlah karya seni sama sekali sebab dia membuat lukisan yang sama sekali tidak sejalan dengan aturan-aturan yang ketat dari keutamaan Kristiani.
Salah satu lukisannya didapatkan di dalam koleksi keluarga terkenal, di mana lukisan itu bisa menyebabkan hilangnya begitu banyak jiwa-jiwa.
Seniman ini tanpa sadar telah membiarkan disesatkan oleh pemikiran seni yang mencemarkan, yang hanya menyenangkan indera saja, yang memberikan kepada mata hanya berupa keindahan daging dan darah semata, tidak lebih adalah ilham dari roh jahat.
Seni yang sejati adalah sebuah ilham dari sorga, yang bisa mengangkat jiwa kepada Tuhan.
Pada suatu hari dia memusatkan perhatiannya kepada lukisan-lukisan rohani atau lukisan-lukisan yang tidak tercela. Dia membuat sebuah lukisan yang besar di dalam biara Karmelit.
Ketika menjelang ajalnya karena suatu penyakit yang berat, dia meminta kepada kepala biara untuk mengijinkan dia di kubur di dalam Gereja biara itu dan melaksanakan Misa Kudus bagi jiwanya.
Dia mewariskan semua harta dan uangnya kepada anggota komunitas biara itu, yang jumlahnya cukup besar. Dia kemudian meninggal dengan tenang.
Berapa hari berlalu, ada seorang religius yang sedang berdoa, melihat jiwa seniman itu nampak ditengah nyala api dan merintih meminta belas kasihan.
Kata religius itu: “Apakah yang kau keluhkan itu, setelah engkau menjalani kehidupan yang begitu baik dan meninggal dalam keadaan suci seperti itu?”
“Celaka!”, jawab jiwa seniman itu, “karena gambar lukisan yang tidak senonoh itu, yang kubuat beberapa tahun yang lalu. Ketika aku hadir di hadapan pengadilan Hakim Yang Berkuasa itu, ada sejumlah besar orang-orang datang dan mempersalahkan aku dan mereka semua bersaksi yang merugikan aku.
Mereka mengatakan bahwa mereka menjadi berpikiran kotor serta memiliki keinginan melihat gambar yang tidak senonoh, yang merupakan karya lukisanku.
Akibat dari pikiran-pikiran kotor itu, beberapa orang masuk ke dalam Api Penyucian, dan yang lain ada yang masuk ke neraka.
Yang masuk ke dalam neraka ini, mereka menuntut pembalasan dengan mengatakan bahwa hasil karyaku telah menjadi penyebab dari kemusnahan kekal mereka, maka aku juga seharusnya menerima hukuman yang sama.
Lalu Perawan Terberkati dan para kudus yang sangat kuhormati melalui lukisan-lukisanku, membela aku. Mereka memberikan kesaksian kepada Sang Hakim Utama, bahwa lukisan yang tidak baik itu adalah merupakan karya kaum muda, di mana aku telah menyesalinya. Bahwa aku telah membayarnya sesudah itu dengan melalui benda-benda religius yang kubuat yang menjadi sumber kemuliaan jiwa-jiwa.”
“Dengan mempertimbangkan hal ini serta berbagai alasan lain, maka Hakim Utama itu menyatakan, bahwa dengan tindakan pertobatan dan penyesalanku serta perbuatan baikku, aku bisa diluputkan dari hukuman kekal. Namun pada saat yang sama, Dia menghukum aku kepada nyala api ini hingga lukisan itu dibakar, agar ia tidak lagi bisa mengotori seorangpun.”
Lalu pelukis yang malang itu memohon kepada religius itu untuk menghancurkan lukisan itu. “Aku memohon kepadamu”, katanya, “pergilah dalam namaku kepada orang itu, si pemilik lukisan itu dan katakanlah kepadanya akan keadaanku saat ini, yang telah membuat lukisan itu atas permintaannya, dan mintalah dia untuk mengurbankan lukisan itu. Jika dia menolak, celakalah dia!
Untuk membuktikan bahwa ini bukanlah khayalan saja, dan untuk menghukumnya karena kesalahannya, katakanlah kepadanya bahwa tidak lama lagi dia akan kehilangan dua anaknya.
Jika dia menolak mematuhi Tuhan yang telah menciptakan kita, dia akan harus membayarnya dengan kematian dini.”
Religius itu tidak menunda lagi untuk melaksanakan permintaan dari jiwa yang malang itu, dan pergi kepada pemilik lukisan itu untuk memintanya.
Si pemilik lukisan itu, demi mendengar hal ini, segera menghancurkan lukisan itu dan membakarnya. Namun sesuai dengan perkataan seniman itu, si pemilik lukisan itu kehilangan dua anaknya dalam waktu kurang dari satu bulan.
Maka sisa dari hari-harinya dilaluinya di dalam tindakan silih, karena dia telah memesan dan menyimpan lukisan tidak senonoh itu di dalam rumahnya.
(Sumber: Warta KPI TL No.104/XII/2012 » Marveilles du Purgatoire, Pastor Rossignoli).