Lectio Divina adalah pembacaan Kitab Suci oleh orang-orang Kristiani untuk memupuk iman, harapan dan kasih. Lectio Divina sudah setua gereja yang hidup dari Sabda Allah dan tergantung seperti air dari sumber (DV 7, 10, 21).
Tujuan Lectio Divina adalah untuk mencapai apa yang dikatakan Kitab Suci (Ul 30:14 - firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu untuk dilakukan).
Kita mengunyah dan mencerna Sabda Tuhan dalam mulut lewat pembacaan, dalam hati lewat meditasi dan doa, dan pelaksanaan dalam hidup lewat iman yang dikuatkan oleh kontemplasi.
Tujuan Lectio Divina adalah tujuan Kitab Suci sendiri, yaitu:
untuk memperoleh hikmat yang dapat membawa kepada keselamatan karena iman akan Yesus Kristus (2 Tim 3:15).
untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi perbuatan baik (2 Tim 3:16-17).
untuk membantu kita belajar dari kesalahan pendahulu-pendahulu kita agar tidak jatuh dalam kesalahan/dosa yang serupa (1 Kor 10:6-10).
Sekitar tahun 1150 Guigo, seorang rahib mengajukan teori empat jenjang dalam pembacaan Kitab Suci, yaitu: pembacaan, meditasi, doa dan kontemplasi (tangga yang dinaiki para rahib dari bumi ke surga).
Empat langkah Lectio Divina
Langkah Pertama: Pembacaan (Lectio), apa yang dikatakan teks. Membaca teks haruslah dengan penuh perhatian dan hormat karena setiap kata berasal dari Allah.
Bacalah teks berulangkali sehingga hati kita terpusat pada Sabda. Bila ada kalimat atau kata yang menarik perhatian kita, hendaklah berhenti di situ (Mzm 85:9 - Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah).
Langkah Kedua: Meditasi (Meditatio), apa yang teks katakan kepada kita saat ini, di sini, di tempat ini.
Begitu kita sudah menempatkan Sabda Allah ini dalam mulut kita dan mulai mengunyahnya, maka kita sudah mulai bermeditasi berdasarkan teks tersebut. Meditasi berarti memamah, mengunyah Sabda dan dengan tenang menikmati setiap potong Sabda untuk menyarikan maknanya.
Berdialoglah dengan pertanyaan reflektif, misalnya: apakah persamaan dan perbedaan situasi yang ada pada teks dan sekarang?
Konflik apa yang ada dalam teks dan juga menjadi konflik pada situasi sekarang ini? Apa pesan teks untuk situasi sekarang?
Perubahan sikap apa disarankan teks bagiku? Hal apa yang menurut teks harus tumbuh dalam diriku? Setiap kata dari teks hendaklah ditujukan pada diri sendiri.
Kita dapat melakukannya seperti sedang membaca surat cinta berulang-ulang sehingga kita hafal dengan kalimat-kalimat yang tertulis itu.
Konflik apa yang ada dalam teks dan juga menjadi konflik pada situasi sekarang ini? Apa pesan teks untuk situasi sekarang?
Perubahan sikap apa disarankan teks bagiku? Hal apa yang menurut teks harus tumbuh dalam diriku? Setiap kata dari teks hendaklah ditujukan pada diri sendiri.
Kita dapat melakukannya seperti sedang membaca surat cinta berulang-ulang sehingga kita hafal dengan kalimat-kalimat yang tertulis itu.
Meditasi membuat makna teks itu terbuka dan relevan dengan situasi sekarang dan memberi gambaran apa yang diminta Allah dari kita.
Bila kita mempunyai gambaran yang jelas apa yang diminta Allah, tibalah saatnya kita bertanya:
Sekarang apa yang hendak kukatakan kepada Allah?
Apakah aku menerima atau tidak?
Bila yang diminta Allah pada kita menjadi jelas, maka menjadi jelas juga segala keterbatasan, hambatan, dan ketidakmampuan kita.
Pada saat itu dapatlah kita memohon kepada-Nya (Mzm 44:27 - Tuhan, bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami ...). Jadi, meditasi adalah benih doa.
Bila kita mempunyai gambaran yang jelas apa yang diminta Allah, tibalah saatnya kita bertanya:
Sekarang apa yang hendak kukatakan kepada Allah?
Apakah aku menerima atau tidak?
Bila yang diminta Allah pada kita menjadi jelas, maka menjadi jelas juga segala keterbatasan, hambatan, dan ketidakmampuan kita.
Pada saat itu dapatlah kita memohon kepada-Nya (Mzm 44:27 - Tuhan, bersiaplah menolong kami, bebaskanlah kami ...). Jadi, meditasi adalah benih doa.
Orang yang bermeditasi merenungkan dan merasakan kebenaran yang tersembunyi dalam Sabda Allah dan menjadikannya sebagai kebijaksanaan dalam hidupnya.
Langkah Ketiga: Doa (Oratio), aku diajak teks mengatakan apa kepada Allah.
Dalam langkah ketiga ini kita memberi tanggapan dan mengungkapkan di hadirat Allah, apa yang dibangkitkan dalam diri kita oleh Sabda yang telah kita renungkan.
Doa adalah tanggapan yang muncul dari hati kita atas Sabda Tuhan. Doa ini dapat berupa permohonan, pujian, syukur atau penyesalan.
Kita dapat mengungkapkan doa kita dalam suatu percakapan dengan Bapa, Yesus atau Roh Kudus secara spontan, wajar, tanpa dibuat-buat seperti seorang sahabat yang berbicara dengan sahabatnya yang mengasihi dia.
Supaya tidak menjadi monolog, doa ini harus bermuara dalam kontemplasi.
Doa adalah tanggapan yang muncul dari hati kita atas Sabda Tuhan. Doa ini dapat berupa permohonan, pujian, syukur atau penyesalan.
Kita dapat mengungkapkan doa kita dalam suatu percakapan dengan Bapa, Yesus atau Roh Kudus secara spontan, wajar, tanpa dibuat-buat seperti seorang sahabat yang berbicara dengan sahabatnya yang mengasihi dia.
Supaya tidak menjadi monolog, doa ini harus bermuara dalam kontemplasi.
Langkah keempat: Kontemplasi (Contemplation). Kontemplasi berasal dari kata "contemplare" yang berarti memandang.
Doa kita berubah dari suatu percakapan menjadi suatu pandangan kasih dalam iman, dalam keheningan, tanpa kata, tanpa gagasan.
Bila pada awalnya saat-saat kontemplasi ini hanya singkat saja, lama kelamaan, bila kita setia, saat-saat itu dapat menjadi lebih panjang dan bila Tuhan berkenan, orang bahkan ditarik ke dalam keheningan yang besar dan keterserapan dalam Allah.
Dalam keheningan dan kedamaian inilah Allah mencurahkan kasih dan kebijaksanaan-Nya. Walaupun demikian janganlah memaksa tinggal dalam keheningan itu bila ditarik dari dalam, sebab kalau demikian keheningan itu menjadi kosong yang steril. Sebaliknya bila orang ditarik ke dalam keheningan dari dalam, janganlah takut, sebab itu sungguh suatu rahmat yang besar.
Doa kita berubah dari suatu percakapan menjadi suatu pandangan kasih dalam iman, dalam keheningan, tanpa kata, tanpa gagasan.
Bila pada awalnya saat-saat kontemplasi ini hanya singkat saja, lama kelamaan, bila kita setia, saat-saat itu dapat menjadi lebih panjang dan bila Tuhan berkenan, orang bahkan ditarik ke dalam keheningan yang besar dan keterserapan dalam Allah.
Dalam keheningan dan kedamaian inilah Allah mencurahkan kasih dan kebijaksanaan-Nya. Walaupun demikian janganlah memaksa tinggal dalam keheningan itu bila ditarik dari dalam, sebab kalau demikian keheningan itu menjadi kosong yang steril. Sebaliknya bila orang ditarik ke dalam keheningan dari dalam, janganlah takut, sebab itu sungguh suatu rahmat yang besar.
Kita bisa diam tenang pada inti terdalam jiwa, menunggu, memandang dan merasakan kehadiran-Nya yang melampaui kata-kata. Kita berjumpa dengan Sang Sabda sendiri. Kita diangkat untuk mengenal Dia yang sudah lebih dulu mengenal kita sedalam-dalamnya. Kita diangkat untuk mencintai dan dicintai dalam kekuatan Roh yang berdoa di dalam diri kita.
Dengan memasuki suatu cahaya yang baru kita mengalami transformasi. Kita telah sampai pada sumber hidup dan diberi secara cuma-cuma dari Sang Penyelamat kita.
Dengan memasuki suatu cahaya yang baru kita mengalami transformasi. Kita telah sampai pada sumber hidup dan diberi secara cuma-cuma dari Sang Penyelamat kita.
Bila kita mulai keluar lagi dari keheningan, artinya tidak terpusat lagi, kita dapat mulai lagi proses dari awal, atau dapat juga sekedar mengulang-ulang nama Yesus.
Pembacaan Sabda berulang-ulang meletakkan Sabda pada bibir kita, meditasi menempatkan Sabda dalam pikiran kita, doa menempatkan Sabda pada hati kita, maka dengan bantuan rahmat Tuhan, kontemplasi mengukir Sabda pada roh kita.
Dalam melakukan Lectio Divina kita perlu kedisiplinan, ketenangan hati dan rahmat Tuhan. Hal terpenting bukanlah banyak berpikir tentang Sabda melainkan mengalami persatuan dengan Tuhan.
Di samping Lectio Devina Pribadi, ada juga Lectio Divina dalam kelompok, yaitu merenungkan Kitab Suci bersama-sama (collatio). Oleh karena itu, Sabda Allah penting sekali dibaca, direnungkan dan didoakan, bukan secara pribadi saja tetapi juga dalam kelompok.
(Sumber: Warta KPI TL No.107/III/2013 » Renungan KPI TL tgl 13 September 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).