Hidup di desa selalu terjadi keakraban di antara tetangga, jika bertemu saling menyapa dengan ramah. Namun, suatu hari hati saya sakit dengan seorang ibu (X). Karena dari jarak jauh saya sudah tersenyum lebar tetapi ketika sudah dekat dia mencibir. Dalam hati saya berkata: "Awas ya, aku tidak akan menyapa kamu lagi"
Suatu hari saudara X meninggal, saya dihubungi untuk membantunya memandikan jenazah. Saya tidak segera menolongnya, karena hati saya masih menyimpan rasa marah padanya. Maka terjadi pergolakan dalam batin saya, sambil meneteskan air mata saya berdoa: “"Tuhan, lalukan cawan ini dari hadapanku.”
Tiba-tiba ketua stasi saya dan teman saya yang lagi berziarah ke gua Kerep juga menelpon saya agar membantu X memandikan jenazah dan keperluan lainnya.
Saya berdoa: "Tuhan apa yang harus saya lakukan?” Terdengar suara dalam batin saya: "Kamu harus pergi ke sana, mandikan jenazah itu!" Saya segera pergi ke rumah duka, sesampainya di sana saya kebingungan karena belum pernah memandikan jenazah.
Sepanjang memandikan jenazah, saya berdoa: “Tuhan Yesus tolong ...” Sungguh luar biasa hikmat-Nya sehingga saya dan beberapa anggota keluarganya dibimbing-Nya cara memandikan jenazah tersebut.
Selama dua hari saya juga dimampukan Tuhan untuk mau berbagi kasih pada X, sampai selesai pemakaman saudaranya. Sejak saat itu kami menjadi sahabat sampai sekarang.
Saya membuka toko spare part sepeda motor. Jika hasilnya sedikit saya tidak puas. Suatu hari saya ditegur oleh seorang hamba Tuhan: “Janganlah kamu menjadi hamba uang.” Mendengar perkataan itu saya protes.
Kata hamba Tuhan itu lagi: “Meskipun hasilnya kecil, belajarlah bersyukur. Jangan mengasihani diri sendiri, yang penting kamu tidak punya hutang. Orang yang punya mobil mercy, hidupnya belum tentu ada damai sukacita. Seringkali hidupnya penuh kekuatiran dan pikiran mereka ‘Hari ini aku makan siapa, atau aku dimakan oleh siapa’. Setiap bertemu kamu, saya selalu melihat kamu bergembira. Jadi, bersyukurlah dalam segala hal dengan apa yang sudah kamu punyai.”
Memang awalnya sangat sulit untuk mengucap syukur, karena manusia pada dasarnya sukanya melihat rumput tetangga yang lebih hijau.
Suatu hari saya diajak kerja sama dengan seorang teman baik saya (A), katanya: “Kamu yang memodali, aku yang mengerjakan. Kita bagi hasil.” Karena ingin cepat kaya, maka saya menyetujui memberi modal untuk suatu usaha tanpa perjanjian apapun.
Lima bulan pertama pembukuan beres, namun bulan keenam hati saya hancur berkeping-keping karena saya tidak punya apa-apa lagi, uang tabungan saya habis karena ditipu A. Saya benar-benar tidak dapat mengampuninya.
Pembimbing rohani saya berkata: “Ampunilah A, Kalau kamu bisa mengampuni dia, percayalah Tuhan tidak akan membiarkanmu terlunta-lunta. Tuhan tidak akan meninggalkanmu.”
Suatu hari saya bertemu A, saya sapa dia. Dia memeluk saya sambil menangis, dia mengatakan bahwa sekarang hidupnya susah, suaminya dipenjara, hidup anak tidak benar dan banyak orang yang mengejarnya karena hutang piutang. Saat itu saya tidak dapat membalas pelukannya karena hati saya masih dingin, pikiran saya berkata “itu hanya air mata buaya saja.”
Sejak pertemuan itu, hati saya ditegur oleh-Nya. Akhirnya, dengan bantuan rahmat Allah melalui Sakramen Tobat yang berkali-kali saya bisa mengampuninya.
Dalam pertemuan WKRI, saya mendengar gosip ibu-ibu: “Dulu, ibu itu ramah. Ketika masih jalan kaki, dia selalu menyapa dengan senyum ramah, namun ketika sudah punya sepeda motor, dia sombongnya setengah mati, tidak mau menyapa lagi. Mungkin, dia takut kita ikut menumpang motornya.”
Mendengar gosip tersebut, lalu saya merefleksikan hidup saya. Memang, segala sesuatu yang kita miliki adalah hanyalah titipan Tuhan. Jika Dia ingin mengambilnya, maka dalam sekejab mata saja akan hilang, seperti yang dialami Ayub.
Kesombongan adalah hilangnya kerendahan hati, dosa yang sangat berbahaya, akar dari dosa-dosa yang lain; erat sekali kaitannya dengan pemberontakan dan karakter.
Dulu, fokus hidup saya hanya pada diri sendiri, keluarga, pekerjaan dan apa pun yang saya lakukan. Prinsip hidup saya “saya tidak jahat, saya tidak menyakiti, jangan membangunkan singa tidur!” Ternyata prinsip itu salah.
Sesudah saya aktif mengikuti SEP dan kegiatan rohani, serta mendapat bimbingan rohani dari almarhum Romo Haryo, maka saya disadarkan bahwa sebagai pengikut Kristus hidup harus direfleksikan dan hidup harus saling mengasihi.
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu ( 1 Kor 13:4-7).
Jadi, hidup dalam kasih adalah memiliki kepedulian kepada sesama (Mat 25:40 - orang-orang yang Tuhan tunjukkan kepada kita). Kasih dapat mengubah segala-galanya.
Marilah kita belajar dari Ibr 13:1-5
Peliharalah kasih persaudaraan!
» Untuk mendapatkan janji Tuhan. Syarat 1: memelihara kasih persaudaraan. Tuhan menginginkan kita saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat (Rm 12:9-10).
Kasih persaudaraan merupakan ratu segala kebajikan dan dasar segala kesatuan, harus benar-benar menjiwai kehidupan kita di mana dan kapan pun kita berada.
Namun dalam hidup ini tidak jarang kita akan menemui dan mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan atau bahkan mengecewakan. Bagaimana agar semua peristiwa hidup yang tampaknya buruk tidak menjadi sebuah kepahitan melainkan sebuah kemanisan untuk kita?
Kasihlah yang dapat membuat manis segala penderitaan atau kesulitan kita. Dan kasih tersebut dapat diwujudkan dengan bersukacita dalam pengharapan, bersabar dalam kesengsaraan, dan bertekun dalam doa (Rm 12:12). Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih kepada orang disekitar kita (Mat 25:40).
Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.
» memberi tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan adalah salah satu wujud kasih persaudaraan.
Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.
» ber-empati kepada orang-orang hukuman adalah salah satu wujud kasih persaudaraan.
Yang dimaksud orang hukuman, bukan hanya yang berada di penjara saja, akan tetapi termasuk juga orang-orang yang masih terbelenggu dengan keegoisannya sendiri, tidak peduli dengan keadaan orang lain.
Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.
Syarat 2 » Hidup kudus dan sempurna di hadapan Tuhan.
Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tes 4:7).
Kekudusan adalah suatu proses. Hal ini tidak dapat diraih dengan instant tetapi harus diperjuangkan seumur hidup. Bukankah firman Tuhan mengatakan bahwa "Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali? (Ams 24:16).
Ingatlah raja Daud, ketika diperingatkan atas dosa-dosanya, dia menyesal, bertobat dan mengaku atas dosa-dosanya sehingga Tuhan berkenan kepadanya (2 Sam 12:1-15; 1 Sam 13:14; Kis 13:36).
Jadi, belajarlah untuk menyangkal diri, memikul salib setiap hari dan mengikuti Kristus (Luk 9:23). Tularkanlah virus ini kepada setiap orang yang kita jumpai, biarkanlah Allah yang memberikan pertumbuhan (Bdk. 1 Kor 3:7).
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
» Syarat 3: Mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Orang yang mencintai uang tidak puas dengan uang, orang yang mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya (Pkh 5:10). Mereka tidak mengetahui bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (Flp 4:19).
Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."
» Jika syarat-syarat di atas telah dipenuhi maka kita berhak mandapatkan janji Tuhan ini.
(Sumber: Warta KPI TL No.141/I/2017 » Renungan KPI TL Tgl 12 Januari 2017, ibu Feli Jonan).