Setiap hati yang sesuai dengan kerahiman Allah dapat membantu orang-orang lain dan memohon bagi mereka. Pada masa Gereja, doa syafaat orang Kristen mengambil bagian dalam doa syafaat Kristus (Yoh 17:9, 20); ialah ungkapan persekutuan orang-orang kudus. Para penghuni sorga bersatu lebih erat dengan Kristus. Mereka yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan, tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Bapa, sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui Pengantara tunggal antara Allah dan manusia yakni: Kristus Yesus. Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara (LG 49; KGK 956).
Dalam doa syafaat setiap pendoa "tidak memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Flp 2:4) - ya, ia malahan berdoa bagi mereka yang berbuat jahat terhadapnya (Kis 7:60; Luk 23:34) (KGK 2635).
Pelaksanaan lahiriah dari kegiatan religius seringkali menggoda umat untuk suatu ibadah yang hanya bersifat lahiriah (KGK 2581).
Marilah kita belajar dari Abraham, Musa, Daud, Elia dan Daniel
Ketika Allah memanggil Abraham, ia segera berangkat, "seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya" (Kej 12:4). Hatinya "sangat patuh terhadap sabda"; ia taat. Hati yang mendengarkan, yang memilih Tuhan, merupakan dasar setiap doa.
Tetapi doa Abraham, pada tempat pertama, dinyatakan dalam perbuatan: Ia adalah pria yang suka diam; di segala tempat di mana ia singgah, ia membuat altar untuk Tuhan. Baru kemudian ia mengucapkan doanya dalam kata-kata.
Doa itu merupakan suatu keluhan terselubung. Ia mengingatkan Allah akan janji-Nya, yang rasanya tidak dipenuhi (Kej 15:2-3). Langsung sejak awal kelihatan satu ciri khas doa manusia: ujian iman akan kesetiaan Allah.
Oleh karena bapa bangsa Abraham percaya kepada Allah (Kej 15:6) dan menempuh jalannya dalam kehadiran dan dalam perjanjian dengan-Nya (Kej 17:1-2), maka ia bersedia menerima seorang tamu misterius di dalam kemahnya. Lawatan yang penuh keajaiban di Mamre ini adalah satu pengantar untuk pengumuman perjanjian yang benar (Kej 18:1-15).
Sejak Allah memberitahukan keputusan-Nya kepada Abraham, hatinya turut serta dalam kerahiman Allah untuk manusia.
Karena itu, ia berani dalam kepercayaan yang teguh, untuk memohon bagi mereka (Kej 18: 16-33).
Sebagai pemurnian terakhir imannya diminta pula dari Abraham "yang telah menerima janji itu" (Ibr 11:17), agar mempersembahkan puteranya, yang telah Allah berikan kepadanya.
Imannya tidak goyah: "Allah sendiri akan menyediakan anak domba itu" (Kej 22:8), demikian Abraham berkata, karena "ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang, sekalipun dari antara orang mati" (Ibr 11:19).
Demikianlah bapa orang beriman serupa dengan Allah Bapa (Rm 4:16-21), yang tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk semua orang (Rm 8:32).
Doa membuat manusia serupa lagi dengan Allah dan membiarkan ia mengambil bagian dalam kekuasaan cinta kasih Allah yang membebaskan banyak orang (KGK 2570-2572).
Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan Tuhan. Abraham datang mendekat dan berkata: "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? (Kej 18:16-33).
Allah memanggil Musa dari dalam semak menyala (Kel 3:1-10). Allah memanggil abdi-Nya Musa karena Ia adalah Allah yang hidup, yang menghendaki kehidupan manusia.
Ia menyatakan Diri untuk membebaskan mereka; tetapi Ia tidak mau membebaskan manusia melawan keinginannya tanpa bantuan manusia.
Karena itu Ia memanggil Musa, supaya mengutus dia dan mengikut sertakan dia dalam kasih sayang-Nya dan dalam karya keselamatan-Nya.
Pengutusan ini seakan-akan merupakan satu permohonan Allah, dan baru sesudah satu dialog yang agak lama, Musa menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Allah, Pembebas.
Dalam percakapan ini, di mana Allah mempercayakan Diri kepada Musa, Musa belajar berdoa: ia mencari dalih, membuat keberatan, tetapi terutama menyampaikan pertanyaan.
Tuhan menjawab dengan mempercayakan kepada Musa nama-Nya yang tak terungkapkan, yang akan menyata di dalam karya-karya-Nya yang agung.
Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka, seperti seorang berbicara kepada temannya (Kel 33:11).
Doa Musa adalah contoh doa kontemplatif, yang dengan bantuannya abdi Allah tetap setia pada perutusannya. Musa "berbicara" dengan Tuhan seringkali dan lama. Ia mendaki gunung untuk mendengarkan Allah dan untuk memohon kepada-Nya lalu turun lagi kepada bangsanya untuk mengulangi kata-kata Allahnya dan untuk memimpinnya.
"Hamba-Ku Musa, seorang yang setia. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki" (Bil 12:7-8).
Dari pergaulan yang mesra dengan Allah yang setia, sabar, dan penuh cinta (Kel 34:6), Musa menimba kekuatan untuk doa syafaat yang tabah.
Ia tidak berdoa untuk diri sendiri tetapi untuk bangsanya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa doa syafaat juga satu pergulatan penuh rahasia. Argumen-argumen yang Musa sampaikan dalam doa, mengilhami keberanian hati pendoa besar bangsa Yahudi serta Gereja (KGK 2575-2577). Allah berkenan atas doa yang disampaikan kepada-Nya (Kel 17:8-9; Bil 12:1-16).
Daud adalah sesungguhnya raja "menurut hati Allah", gembala yang berdoa bagi bangsanya dan atas namanya. Kepatuhannya kepada kehendak Allah, pujiannya kepada Allah dan penyesalannya menjadi contoh doa bagi bangsanya.
Doa Daud, doa orang yang diurapi Allah, adalah memegang dengan setia kepada janji Ilahi (2 Sam 7:18-29), kepercayaan penuh cinta dan gembira kepada satu-satunya Raja dan Tuhan. Diilhami oleh Roh Kudus, Daud membuktikan diri di dalam Mazmur sebagai nabi pertama dari doa Yahudi dan Kristen (KGK 2579).
Elia adalah bapa para nabi. Nama "Elia" - "Tuhan adalah Allahku" - menyatakan seruan bangsa yang bergaung sebagai jawaban atas doa sang nabi di gunung Karmel (1 Raj 18:39).
Setelah Elia mengalami kerahiman di tempat perlindungannya di sungai Kerit, ia lalu mengajar janda dari Sarfat, supaya percaya kepada Sabda Allah. Ia memperkuat iman ini dengan doanya yang tekun dan Allah mengembalikan kehidupan kepada anak janda itu (1 Raj 17:7-24).
Kurban di gunung Karmel adalah satu ujian yang menentukan iman umat Allah. Dalam kurban ini, api Tuhan menghanguskan kurban bakar atas permintaan Elia. Ketika Elia akhirnya pergi lagi ke padang gurun, ke tempat di mana Allah yang hidup dan benar menyatakan Diri kepada umat-Nya (KGK 2582-2583).
Daniel mengajarkan kita berdoa syafaat (Dan 9:1-19).
Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya (Ibr 4:16).
(Sumber: Warta KPI TL No.107/III/2013 » Berdoa Bagi Kepentingan Orang Lain, HDR Januari-Februari 2013).
[Neh 1:1-11] Riwayat Nehemia bin Hakhalya. Pada bulan Kislew tahun kedua puluh, ketika aku ada di puri Susan, datanglah Hanani, salah seorang dari saudara-saudaraku dengan beberapa orang dari Yehuda. (1) Aku menanyakan mereka tentang orang-orang Yahudi yang terluput, yang terhindar dari penawanan dan tentang Yerusalem.
Kata mereka kepadaku: "Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar."
Ketika kudengar berita ini, duduklah (2) aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit, kataku: (3A) "Ya, Tuhan, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya, (3B) berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel,
(3C) hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa. Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.
(3D) Ingatlah akan firman yang Kaupesan kepada Musa, hamba-Mu itu, yakni: Bila kamu berubah setia, kamu akan Kucerai-beraikan di antara bangsa-bangsa. Tetapi, bila kamu berbalik kepada-Ku dan tetap mengikuti perintah-perintah-Ku serta melakukannya, maka sekalipun orang-orang buanganmu ada di ujung langit, akan Kukumpulkan mereka kembali dan Kubawa ke tempat yang telah Kupilih untuk membuat nama-Ku diam di sana. Bukankah mereka ini hamba-hamba-Mu dan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan tangan-Mu yang kuat?
(3E) Ya, Tuhan, berilah telinga kepada doa hamba-Mu ini dan kepada doa hamba-hamba-Mu yang rela takut akan nama-Mu, dan biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini." Ketika itu aku ini juru minuman raja.
[Neh 2:1-12] Pada bulan Nisan tahun kedua puluh pemerintahan raja Artahsasta, ketika menjadi tugasku untuk menyediakan anggur, aku mengangkat anggur dan menyampaikannya kepada raja. Karena aku kelihatan sedih, yang memang belum pernah terjadi di hadapan raja, bertanyalah ia kepadaku: "Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati." Lalu aku menjadi sangat takut.
Jawabku kepada raja: "Hiduplah raja untuk selamanya! Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?"
Lalu kata raja kepadaku: "Jadi, apa yang kauinginkan?" Maka (3F) aku berdoa kepada Allah semesta langit, kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, (3G) utuslah aku ke Yehuda, ke kota pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali."
Lalu bertanyalah raja kepadaku, sedang permaisuri duduk di sampingnya: "Berapa lama engkau dalam perjalanan, dan bilakah engkau kembali?" Dan raja berkenan mengutus aku, sesudah aku menyebut suatu jangka waktu kepadanya. Berkatalah aku kepada raja: "Jika raja menganggap baik, berikanlah aku surat-surat bagi bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat, supaya mereka memperbolehkan aku lalu sampai aku tiba di Yehuda. Pula sepucuk surat bagi Asaf, pengawas taman raja, supaya dia memberikan aku kayu untuk memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, untuk tembok kota dan untuk rumah yang akan kudiami." Dan (3I ) raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku. Maka datanglah aku kepada bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat dan menyerahkan kepada mereka surat-surat raja. Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan orang-orang berkuda menyertai aku.
Ketika Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal karena ada orang yang datang mengusahakan kesejahteraan orang Israel.
Maka tibalah aku di Yerusalem. Sesudah tiga hari aku di sana, bangunlah aku pada malam hari bersama-sama beberapa orang saja yang menyertai aku. Aku tidak beritahukan kepada siapa pun (3H) rencana yang akan kulakukan untuk Yerusalem, yang diberikan Allahku dalam hatiku. Juga tak ada lain binatang kepadaku kecuali yang kutunggangi.
» Empat karakteristik pendoa syafaat yang baik:
1. Harus pro-aktif dalam mencari informasi doa yang jelas.
(1) Nehemia tidak menunggu informasi diberikan, tetapi ia mempunyai kepekaan dan mengambil inisiatif untuk bertanya. Ini bukan pertanyaan basa-basi, tetapi ia memang rindu akan informasi yang benar tentang keadaan bangsanya untuk kemudian mendoakannya.
Informasi doa yang jelas, penting sekali dalam berdoa syafaat. Hal ini penting agar kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai dengan fakta. Jadi, jangan tunggu orang datang minta didoakan, tetapi cari informasi tentang apa yang dapat kita doakan baginya.
2. Memiliki empati terhadap orang yang didoakan
Nehemia adalah seorang Yahudi yang hidup di pembuangan. Pada tahun kedua puluh pemerintahan Artahsasta I (445 SM), ia sangat dipercaya oleh raja menjadi juru minuman raja (mencoba minuman yang akan diminum oleh raja, apakah minuman itu beracun atau tidak). Jadi jabatan itu merupakan jabatan yang menentukan hidup matinya seorang raja.
Meskipun Nehemia memiliki jabatan yang tinggi, namun ia peduli dan berempati kepada saudara-saudara sebangsanya dan terhadap bangsanya. Rasa ikut memiliki inilah yang mendorong Nehemia untuk berdoa dengan sungguh-sungguh bagi bangsanya.
Bagaimana halnya dengan kita? Apakah kita dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam berbagai permasalahan mereka? Mungkin mereka mengalami dukacita, dapatkah kita menyelami perasaan mereka? Mungkin mereka mengalami krisis dalam kehidupan rumah tangganya, dapatkan kita merasakan pergumulan mereka? Mungkin juga mereka sedang bergumul keras akan apa yang bisa mereka makan besok pagi, dapatkah kita merasakan pergumulan mereka? Masih ada begitu banyak macam pergumulan yang lain, dapatkah kita ikut merasakannya?
Mungkin ada saudara yang berkata, "Ah ... yang penting kan saya sudah berdoa bagi mereka. Bukankah itu cukup?" Pertanyaan balik, "Apakah Anda dapat berdoa dengan kesungguhan hati jika Anda tidak merasakan apa sebenarnya yang dirasakan oleh orang yang kita doakan?"
Marilah kita belajar untuk berempati terhadap orang yang kita doakan. Dengan demikian kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mereka dan kita menjadi seorang pendoa syafaat yang baik.
3. Memiliki “konsep doa” yang benar
Rangkaian kata-kata doa Nehemia diawali dengan pujian bagi Tuhan (3A). Setelah itu dilanjutkan dengan permohonan agar Tuhan mendengar doanya (3B). Kemudian mengaku dosa di hadapan Tuhan, dosa nenek moyangnya, dosa bangsanya dan dosanya sendiri (3C).
Apakah di muka bumi ini ada orang benar? Tidak ada. Jika kita saling mengaku dosa kita dan saling mendoakan, maka Tuhan akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya (Yak 5:16; 1 Yoh 1:9). Jadi, pengakuan dosa merupakan hal yang sangat penting dalam doa kita. Dalam doa Bapa Kami, diajarkannya juga memasukkan hal pengakuan dosa dan pengampunan dosa.
Nehemia memegang janji Tuhan, dalam segala permohonan doanya ia berdoa dilandaskan atas janji Tuhan, ia tidak meminta yang berlebihan dari yang dijanjikan Tuhan (3D). Di akhir doanya, dengan rendah hati Nehemia memohon kepada Tuhan untuk mengabulkan doanya (3E). Nehemia terus-menerus berdoa bagi bangsanya (3F).
Bagaimana halnya dengan kita? Seringkali kita datang kepada Tuhan dengan dosa atau kesalahan yang belum kita bereskan, kita membawa shopping list yang panjang, memaksa Tuhan untuk mengabulkan permohonan kita. Ini konsep doa yang tidak benar, bukan kehendak Tuhan yang jadi, melainkan kehendak kita yang jadi.
4. Siap untuk menjadi jawaban atas doanya sendiri jika Tuhan menghendaki
Dalam doanya Nehemia mendapatkan satu keyakinan bahwa dia dipakai oleh Tuhan sebagai jawaban atas doanya sendiri (3GH). Permintaan itu kecil kemungkinannya untuk dikabulkan. Namun ternyata permintaannya dikabulkan karena tangan Allah yang murah menyertainya (3I).
Ini berarti setiap kita berdoa bagi orang lain, bagi kesulitan orang lain, kita harus siap menjadi jawaban atas doa kita sendiri manakala Tuhan menghendaki. Mungkin kita berdoa bagi penginjilan di pedalaman. Kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri untuk pergi. Jika kita berdoa untuk orang yang kekurangan, kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri sebagai saluran berkat bagi orang tersebut.
Belajar dari Nehemia
4 karakteristik pendoa syafaat yang baik
[Neh 1:1-11] Riwayat Nehemia bin Hakhalya. Pada bulan Kislew tahun kedua puluh, ketika aku ada di puri Susan, datanglah Hanani, salah seorang dari saudara-saudaraku dengan beberapa orang dari Yehuda. (1) Aku menanyakan mereka tentang orang-orang Yahudi yang terluput, yang terhindar dari penawanan dan tentang Yerusalem.
Kata mereka kepadaku: "Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar."
Ketika kudengar berita ini, duduklah (2) aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit, kataku: (3A) "Ya, Tuhan, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya, (3B) berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel,
(3C) hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa. Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.
(3D) Ingatlah akan firman yang Kaupesan kepada Musa, hamba-Mu itu, yakni: Bila kamu berubah setia, kamu akan Kucerai-beraikan di antara bangsa-bangsa. Tetapi, bila kamu berbalik kepada-Ku dan tetap mengikuti perintah-perintah-Ku serta melakukannya, maka sekalipun orang-orang buanganmu ada di ujung langit, akan Kukumpulkan mereka kembali dan Kubawa ke tempat yang telah Kupilih untuk membuat nama-Ku diam di sana. Bukankah mereka ini hamba-hamba-Mu dan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan tangan-Mu yang kuat?
(3E) Ya, Tuhan, berilah telinga kepada doa hamba-Mu ini dan kepada doa hamba-hamba-Mu yang rela takut akan nama-Mu, dan biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini." Ketika itu aku ini juru minuman raja.
[Neh 2:1-12] Pada bulan Nisan tahun kedua puluh pemerintahan raja Artahsasta, ketika menjadi tugasku untuk menyediakan anggur, aku mengangkat anggur dan menyampaikannya kepada raja. Karena aku kelihatan sedih, yang memang belum pernah terjadi di hadapan raja, bertanyalah ia kepadaku: "Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati." Lalu aku menjadi sangat takut.
Jawabku kepada raja: "Hiduplah raja untuk selamanya! Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?"
Lalu kata raja kepadaku: "Jadi, apa yang kauinginkan?" Maka (3F) aku berdoa kepada Allah semesta langit, kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, (3G) utuslah aku ke Yehuda, ke kota pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali."
Lalu bertanyalah raja kepadaku, sedang permaisuri duduk di sampingnya: "Berapa lama engkau dalam perjalanan, dan bilakah engkau kembali?" Dan raja berkenan mengutus aku, sesudah aku menyebut suatu jangka waktu kepadanya. Berkatalah aku kepada raja: "Jika raja menganggap baik, berikanlah aku surat-surat bagi bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat, supaya mereka memperbolehkan aku lalu sampai aku tiba di Yehuda. Pula sepucuk surat bagi Asaf, pengawas taman raja, supaya dia memberikan aku kayu untuk memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, untuk tembok kota dan untuk rumah yang akan kudiami." Dan (3I ) raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku. Maka datanglah aku kepada bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat dan menyerahkan kepada mereka surat-surat raja. Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan orang-orang berkuda menyertai aku.
Ketika Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal karena ada orang yang datang mengusahakan kesejahteraan orang Israel.
Maka tibalah aku di Yerusalem. Sesudah tiga hari aku di sana, bangunlah aku pada malam hari bersama-sama beberapa orang saja yang menyertai aku. Aku tidak beritahukan kepada siapa pun (3H) rencana yang akan kulakukan untuk Yerusalem, yang diberikan Allahku dalam hatiku. Juga tak ada lain binatang kepadaku kecuali yang kutunggangi.
» Empat karakteristik pendoa syafaat yang baik:
1. Harus pro-aktif dalam mencari informasi doa yang jelas.
(1) Nehemia tidak menunggu informasi diberikan, tetapi ia mempunyai kepekaan dan mengambil inisiatif untuk bertanya. Ini bukan pertanyaan basa-basi, tetapi ia memang rindu akan informasi yang benar tentang keadaan bangsanya untuk kemudian mendoakannya.
Informasi doa yang jelas, penting sekali dalam berdoa syafaat. Hal ini penting agar kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai dengan fakta. Jadi, jangan tunggu orang datang minta didoakan, tetapi cari informasi tentang apa yang dapat kita doakan baginya.
2. Memiliki empati terhadap orang yang didoakan
Nehemia adalah seorang Yahudi yang hidup di pembuangan. Pada tahun kedua puluh pemerintahan Artahsasta I (445 SM), ia sangat dipercaya oleh raja menjadi juru minuman raja (mencoba minuman yang akan diminum oleh raja, apakah minuman itu beracun atau tidak). Jadi jabatan itu merupakan jabatan yang menentukan hidup matinya seorang raja.
Meskipun Nehemia memiliki jabatan yang tinggi, namun ia peduli dan berempati kepada saudara-saudara sebangsanya dan terhadap bangsanya. Rasa ikut memiliki inilah yang mendorong Nehemia untuk berdoa dengan sungguh-sungguh bagi bangsanya.
Bagaimana halnya dengan kita? Apakah kita dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam berbagai permasalahan mereka? Mungkin mereka mengalami dukacita, dapatkah kita menyelami perasaan mereka? Mungkin mereka mengalami krisis dalam kehidupan rumah tangganya, dapatkan kita merasakan pergumulan mereka? Mungkin juga mereka sedang bergumul keras akan apa yang bisa mereka makan besok pagi, dapatkah kita merasakan pergumulan mereka? Masih ada begitu banyak macam pergumulan yang lain, dapatkah kita ikut merasakannya?
Mungkin ada saudara yang berkata, "Ah ... yang penting kan saya sudah berdoa bagi mereka. Bukankah itu cukup?" Pertanyaan balik, "Apakah Anda dapat berdoa dengan kesungguhan hati jika Anda tidak merasakan apa sebenarnya yang dirasakan oleh orang yang kita doakan?"
Marilah kita belajar untuk berempati terhadap orang yang kita doakan. Dengan demikian kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mereka dan kita menjadi seorang pendoa syafaat yang baik.
3. Memiliki “konsep doa” yang benar
Rangkaian kata-kata doa Nehemia diawali dengan pujian bagi Tuhan (3A). Setelah itu dilanjutkan dengan permohonan agar Tuhan mendengar doanya (3B). Kemudian mengaku dosa di hadapan Tuhan, dosa nenek moyangnya, dosa bangsanya dan dosanya sendiri (3C).
Apakah di muka bumi ini ada orang benar? Tidak ada. Jika kita saling mengaku dosa kita dan saling mendoakan, maka Tuhan akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya (Yak 5:16; 1 Yoh 1:9). Jadi, pengakuan dosa merupakan hal yang sangat penting dalam doa kita. Dalam doa Bapa Kami, diajarkannya juga memasukkan hal pengakuan dosa dan pengampunan dosa.
Nehemia memegang janji Tuhan, dalam segala permohonan doanya ia berdoa dilandaskan atas janji Tuhan, ia tidak meminta yang berlebihan dari yang dijanjikan Tuhan (3D). Di akhir doanya, dengan rendah hati Nehemia memohon kepada Tuhan untuk mengabulkan doanya (3E). Nehemia terus-menerus berdoa bagi bangsanya (3F).
Bagaimana halnya dengan kita? Seringkali kita datang kepada Tuhan dengan dosa atau kesalahan yang belum kita bereskan, kita membawa shopping list yang panjang, memaksa Tuhan untuk mengabulkan permohonan kita. Ini konsep doa yang tidak benar, bukan kehendak Tuhan yang jadi, melainkan kehendak kita yang jadi.
4. Siap untuk menjadi jawaban atas doanya sendiri jika Tuhan menghendaki
Dalam doanya Nehemia mendapatkan satu keyakinan bahwa dia dipakai oleh Tuhan sebagai jawaban atas doanya sendiri (3GH). Permintaan itu kecil kemungkinannya untuk dikabulkan. Namun ternyata permintaannya dikabulkan karena tangan Allah yang murah menyertainya (3I).
Ini berarti setiap kita berdoa bagi orang lain, bagi kesulitan orang lain, kita harus siap menjadi jawaban atas doa kita sendiri manakala Tuhan menghendaki. Mungkin kita berdoa bagi penginjilan di pedalaman. Kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri untuk pergi. Jika kita berdoa untuk orang yang kekurangan, kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri sebagai saluran berkat bagi orang tersebut.