Pages

Kamis, 26 Januari 2017

Belajar dari kodok



Jika kita tinggal di daerah pedesaan atau menyempatkan diri berdiam sementara waktu di alam pedesaan pada musim penghujan, kita akan sering mendengar suara kodok yang khas dan nyaring. Binatang ini banyak dijumpai di daerah tropis dan hampir tidak ditemukan di kawasan kutub utara dan kawasan Antartika. 

Marilah kita belajar kodok:

* Menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Binatang ini dapat mengubah warna tubuhnya sehingga ia dapat menyamakan diri dengan lingkungannya, menampakkan diri seperti sebuah daun yang hijau tua atau sedikit mirip bebatuan atau bahkan seperti lumut daun. 

Perubahan warna pada kodok terjadi karena pengerutan dan perluasan pigmen dalam sel kulitnya (melanofor). 

Manusia adalah makhluk sosial (social animal atau homo socius), maka manusia tidak dapat hidup sendiri; ia membutuhkan manusia lain untuk mencapai keutuhan diri secara sempurna sebagai manusia (Kej 2:18). 

Allah menghendaki agar manusia berkembang dan untuk itu memerlukan kehadiran sesamanya. Sejak kita masih bayi sampai kita mati pun membutuhkan orang lain.

Dalam rangka hidup bersama itulah dibutuhkan sikap penyesuaian diri. Hanya dengan sikap inilah kehidupan bersama dapat berjalan dengan damai, selaras, dan penuh harmoni. Keselarasan membutuhkan penyesuaian diri yang terus-menerus

Satu hal yang tidak mungkin adalah kita mengubah orang lain seperti yang kita inginkan. Hal yang paling mungkin adalah kita menyesuaikan diri dengan siapa kita berbicara dan bergaul. 

Ada pepatah mengatakan: Masuk kandang kerbau mengeok, masuk kandang kambing mengembik." Artinya, kita harus menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulan kita setiap hari, setiap saat, dan di mana pun. 

Namun bukan berarti plin-plan atau tidak memiliki pendirian; kita tetap perlu mempunyai sikap dan prinsip yang tegas serta jelas. Artinya, mana yang baik, mana yang tidak baik harus dapat kita bedakan. Inilah esensi terdalam dari sikap menyesuaikan diri.

Pendek kata, kita sungguh dituntut memiliki kemampuan dan kemauan untuk selalu menyesuaikan diri sehingga kita dapat menghidupkan sebuah kebersamaan yang penuh damai dan sukacita. 

Sikap ingin menang sendiri, mementingkan diri sendiri, dan mengikuti kemauan sendiri (egois) serta mengabaikan kepentingan dan kehadiran sesama justru akan membuat hidup penuh dengan konflik, baik dengan diri sendiri, dengan sesama, maupun dengan Tuhan. Hal ini membuat hidup kita tidak pernah merasa tentram dan nyaman.

* Berdiam diri

Kodok dapat duduk berdiam diri di suatu tempat sampai berjam-jam tidak bergerak sama sekali.

Berdiam diri merupakan hal yang sangat sulit bagi manusia modern yang setiap hari disibukkan dengan begitu banyak aktifitas dan rutinitas. Manusia modern semakin terlena dengan kesibukan kerja, bahkan cenderung workahollic, pergi sebelum ayam berkokok dan pulang setelah ayam tidur!

Perangkat-perangkat audiovisual yang kian canggih juga semakin memanjakan manusia modern sekaligus menjauhkan manusia dari kedalaman dirinya.

Berdiam diri bukan berarti tidak melakukan aktivitas apa pun atau diam saja karena sedang asyik melihat televisi atau mendengarkan radio. Berdiam diri di sini maksudnya adalah hening untuk menyempatkan diri untuk masuk ke dalam diri sendiri atau berintrospeksi.

Hanya dalam keheningan kita dapat mendengar suara hati atau hati nurani yang paling autentik. Keheningan adalah mata Tuhan yang sudah ditanamkan dalam hati kita (Sir 17:8) sehingga dalam keheningan kita dapat menimbang dan melihat segala sepak terjang hidup kita setiap hari

Dengan bertekun mendengar suara hati dalam keheningan, inilah hidup kita dapat menjadi semakin baik dari hari ke hari. Keheningan ini hanya dapat kita peroleh jika kita mau menyisihkan sedikit waktu dari rutinitas hidup sehari-hari untuk berdiam diri.

* Tangkas

Kodok adalah binatang yang tangkas, melompat dan meloncat dari satu tempat ke tempat lain. Ia sungguh gesit, lincah serta anggun. Ketangkasan inilah yang kadang menjadi benteng perlindungan yang kuat dari serangan para musuh. 

Kita harus belajar untuk menjadi pribadi yang tangkas, terampil, dan rajin bekerja, apalagi dalam zaman yang makin kompetiti seperti saat ini. 

Hanya pribadi yang tangkas, terampil, ulet, tidak mudah menyerah, dan rajin bekerjalah, yang dapat tetap survive atau bertahan hidup.

* Kerendahan hati

Kodok dalam bahasa Jawa sering diplesetkan menjadi teko-teko ndodok, datang tiba-tiba berjongkok, sedangkan berjongkok adalah hal yang sering dilakukan oleh para pelayan. Bukankah seorang pemimpin hendaknya menjadi seorang pelayan? (Luk 22:26). 

Kerendahan hati memang merupakan suatu keutamaan yang sangat penting bagi kemajuan hidup rohani seseorang

Kerendahan hati memampukan kita untuk mudah mengakui kelemahan dan dosa kita. Dengan demikian, kerendahan hati mampu mengantarkan kita menuju pertobatan yang intensif. Kerendahan hati juga menjadikan kita sebagai umat yang dikasihi oleh Allah sendiri (Luk 1:47; Mzm 149:4, 37:11).

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Belajar Bijak dari Binatang, I Wawang Setyawan, S.S).