Saya sungguh bersyukur dipanggil, dipilih dan ditetapkan menjadi umat-Nya yang beragama Katolik. Tetapi sesudah dibaptis, saya mengalami kekecewaan yang luar biasa terhadap orang-orang yang berada disekeliling saya. Karena mereka begitu giat mengikuti kegiatan rohani bersama Rm Hariyanto dan para frater di Langsep, tetapi kehidupannya tidak mencerminkan seorang Kristiani yang baik.
Ternyata, Tuhan tidak tinggal diam terhadap kekecewaan saya tersebut, Dia memanggil saya sebagai salah satu pengurus di lingkungan saya. Di sana saya sangat prihatin dengan keadaannya, karena meskipun banyak umatnya tetapi sedikit sekali yang hadir.
Lalu saya berkomitmen di dalam hati untuk selalu hadir dalam setiap pertemuan. Pada Juli 2002, saya juga terpanggil untuk mengikuti kegiatan di kelompok Theresia Lisieux.
Di sinilah saya mendapatkan jawaban atas kekecewaan saya tersebut. Ternyata ... mereka hanya melakukan kegiatan rohani saja tanpa mempunyai kehidupan rohani, karena kurangnya kunci pengetahuan di dalam kehidupan mereka.
Dia telah menyelamatkan kita, Bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus ... (Tit 3:5-7)
Pada Mei 2004, dalam rapat ibu Yovita tiba-tiba mengusulkan saya untuk membuat warta. Meskipun saya tidak pernah mengenal firman-firman-Nya. Dengan bonek (bondo nekat) saya melakukan tugas ini.
Sebelum memasuki tugas perutusan, Tuhan sudah memberikan tanda-tanda dan modal-modal yang ada pada saya, agar saya dapat melaksanakan tugas perutusan ini.
* Pada Juni 2002, saya mengikuti rekoleksi di Tumpang bersama PDKK Petrus. Pada saat “salam damai” di hari Sabtu malam, saya bersalaman dengan orang di sekitar saya, termasuk juga seorang laki-laki yang memakai jubah berwarna coklat.
Ketika malam sudah larut, seorang teman saya datang ke kamar saya karena dia minta tolong untuk dikerok. Pada waktu itu saya bertanya: “Para frater tinggalnya di mana?”
Jawabnya: “Kalau hari Sabtu tidak ada, mereka hanya ada di hari Minggu untuk mengikuti Misa.” Ketika mendengar itu, saya hanya menyimpan dalam hati apa yang saya lihat.
Setelah memasuki kelompok ini, barulah saya mengerti bahwa Tuhan telah memberikan “salam damai-Nya”
Berkat damai sejahtera yang diberikan-Nya, maka saya mampu melaksanakan tugas perutusan dengan sukacita meskipun ada badai dalam kehidupan saya. Inilah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.
Tuhan selalu mengutus kita dengan apa yang sudah kita punyai. Misalnya dalam pembuatan warta ini:
* Sejak kecil saya menyukai kata-kata bijak dan cerita bermakna.
* Saya bukan seorang yang pandai sehingga untuk mengerti sesuatu, saya selalu merangkum suatu makalah agar mudah dimengerti.
* Sebelum saya melahirkan anak saya yang pertama, saya bekerja di sebuah Apotik mengurusi pembelian sekaligus mengurus gudang seorang diri. Setelah kelahiran anak saya, saya tidak bekerja lagi agar dapat mengurus anak tersebut.
Dalam keadaan bete, saya menyalurkan hobi saya dengan membuat krestek. Di sinilah saya memperoleh ketekunan dan kesabaran.
* Sebelum membuat warta, saya juga mempunyai pengalaman sebagai tukang kerok. Di sinilah saya mengerti bahwa banyak sekali jiwa-jiwa yang terikat/terbelenggu sehingga dalam kehidupan mereka tidak ada sukacita meskipun secara materi mereka berkelimpahan.
* Selama Prapaska, ibu Yovita menyarankan agar semua anggota TL melakukan puasa selama 40 hari. Saya pun mengikuti saran tersebut meskipun melakukannya hanya setengah hari.
Di hari Kamis terakhir masa Prapaskah tersebut, kelompok ini hanya melalukan PP (Pujian Penyembahan). Pada saat PP, tiba-tiba ibu Vira mengatakan bahwa ada “tiga bunga turun dari sorga.”
Setelah persekutuan selesai, dia bercerita bahwa “di alam roh” melihat tiga bunga turun dari surga, bunga pertama diterima oleh pak Djoko dalam keadaan sudah mekar, bunga kedua diterima oleh Suliani dalam keadaan mulai mekar, sedangkan bunga ketiga diterima seseorang yang tidak jelas rupanya.
Lalu ibu Vira melanjutkan lagi ceritanya pada saya: “Pada saat kamu menerima bunga tersebut, kamu berlutut dengan sangat hormat.” Padahal secara kasat mata, posisi saya tidak seperti dalam alam roh yang dilihat oleh ibu Vira.
Dari peristiwa ini saya belajar untuk tidak menghakimi seseorang dalam sikap doa, karena pengalaman ini memberikan pelajaran bahwa Allah melihat hati, sedangkan manusia melihat yang di depan mata.
* Pada saat saya cuti 40 hari karena kelahiran anak saya yang kedua, ibu Magiati menceritakan bahwa pada waktu doa syafaat, ibu Vira di dalam “alam roh” melihat seorang ibu menggendong anaknya sedang berjalan di padang gurun.
Ketika mendengar cerita tersebut, saya langsung mengerti bahwa itu yang akan saya alami dalam kehidupan saya.
Badai itu benar-benar datang dalam kehidupan saya, tetapi sungguh luar biasa penyertaan-Nya. Berkat firman-firman-Nya saya memperoleh kekuatan pada jiwa saya sehingga saya tidak mengalami putus asa di dalam menghadapi badai tersebut.
* Pada suatu hari saya melihat seseorang sedang berjalan, tetapi jalannya tidak sempurna. Lalu saya bertanya padanya: “Apakah kamu habis jatuh?”
Jawabnya: “Tidak.” Keesokan harinya saya berjumpa dengan dia dalam keadaan sakit demam. Lalu saya menolongnya dengan memijat sesuai dengan teori yang saya punyai.
Tetapi sesudahnya ... tangan kiri saya lemas tidak ada tenaganya seperti orang yang terkena stoke. Begitu mengalami hal tersebut, saya langsung memohon dukungan doa pada pak Djoko.
Pak Djoko juga memberikan minyak urapan untuk dioleskan pada tangan yang lemas. Hal itu saya laksanakan dalam doa ... sungguh luar biasa hasilnya, tangan saya terlihat gosong karena dibakar oleh api Roh Kudus sehingga saya mengalami kesembuhan hanya dalam waktu dua hari.
Sebelum mengalami kesembuhan, hati saya sangat sedih karena anak saya minta gendong, tetapi tangan saya tidak kuat untuk menggendongnya.
Sebelum kejadian ini, Tuhan sudah memperingatkan saya melalui sebuah mimpi. Saya, anak saya Raphael beserta ibu Magiati berada di suatu taman hiburan.
Tiba-tiba ada seseorang yang ingin ke gedung di seberang, tetapi dia tidak bisa mencapai gedung tersebut. Maka saya mengantarkannya, tetapi pada saat saya mau kembali ke ibu Magiati dan Raphael, saya tidak menemukan jalannya.
Janganlah lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat ... (1 Tim 4:14)
Di dalam komunitaslah, saya baru mengerti kebenaran-kebenaran hidup ini.
* Sebelum melakukan tugas perutusan, terlebih dahulu Tuhan memberikan tanda-tanda pada kita. Melalui peneguhan di dalam komunitas, saya mengerti bahwa ada talenta yang dapat dikembangkan dan dipersembahkan kepada Tuhan.
* Meskipun kita bukan seorang yang super, Tuhan dapat berkarya dalam hidup kita melalui kekurangan kita dan hal-hal yang sangat sederhana yang kita miliki. Asal ... kita mau menjawab “ya” terhadap panggilan-Nya.
* Penyertaan-Nya sungguh luar biasa, Dia melengkapi segalanya dengan mengirimkan sahabat-sahabat yang mendukung dalam doa maupun makalah-makalah.
Saya sungguh sangat bersyukur diberi kesempatan untuk menggali harta karun yang dimiliki oleh gereja Katolik melalui “Extension Course of Theology”.
Di sinilah saya mulai mengerti bahwa banyak sekali umat Katolik yang kurang mengerti pengajaran dari gereja Katolik, sehingga dalam menjalani kehidupan, iman mereka terombang-ambing.
* Karena terjebak dengan kesibukan dunia dan kurangnya “kunci pengetahuan” maka tanpa sadar seringkali kita masuk dalam lembah penentuan (meng-“amin”-kan kata orang/penderitaan/kekalahan kita). akhirnya ... panah si jahat meluncur dengan bebasnya meracuni kehidupan kita, sehingga kita tidak dapat mengembangkan talenta kita dan kita tidak dapat menjadi pemenang dalam kehidupan ini.
Ingatlah! Dia begitu setia terhadap janji-janji-Nya, baik kemarin maupun hari ini sampai selama-lamanya. Amin.
Belum mengenal Tuhan ... Tuhan memanggil ... Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya (1 Sam 3:7-9; 1 Tes 5:24).
(Sumber: Warta KPI TL No. 82/II/2011).