Saya dibaptis pada saat bersekolah di SMP. Dan saya menemukan jodoh seiman melalui salah satu adiknya. Setelah menikah, saya hidup bersama mertua perempuan beserta 9 anaknya dan 1 keponakan suami saya.
Karena mertua laki-laki saya sudah meninggal, maka sebagai saudara tertua, suami saya menjadi tulang punggung keluarga, dia menyekolahkan adik-adiknya yang masih kecil.
Pada saat hidup bersama tersebut, seringkali saya merasa disindir-sindir dan dihina. Menghadapi beban yang demikian berat ini, saya tidak merasakan damai sejahtera dalam kehidupan rumah tangga saya.
Atas saran seorang teman, maka tanpa sadar saya tergoda untuk datang kepada “orang pintar” yang dapat membuat hati suami saya hanya berpaling kepada saya saja.
Hal ini terjadi karena saya jauh dari Tuhan. Jadi, sifat mementingkan diri sendiri sangat menonjol, sehingga merasa rugi untuk berbagi dengan keluarga besar.
Untuk menghindari konflik yang tiada putusnya itu, maka saya dan suami saya mencari kontrakan rumah. Di tempat baru inilah saya mulai membuka lembaran baru dalam kehidupan berumah tangga.
Pada suatu hari, saya dimintai tolong oleh saudari saya untuk mengantarkan papa saya ke seorang hamba Tuhan untuk didoakan sakit-penyakitnya.
Tetapi sesampainya di sana … bukan papa saya yang didoakan tetapi justru saya yang didoakan terlebih dulu. Di sinilah saya pertamakali merasakan jamahan Roh Kudus melalui pujian penyembahan dan mulai saat itu hati saya tergerak untuk belajar membaca firman.
Pada suatu hari saya tertarik mengikuti KPI TL dan doa syafaat. Tetapi mengikuti kegiatan ini hanya berlangsung selama tiga bulan, karena di sana saya merasa biasa-biasa saja. Hal ini saya ungkapkan pada seseorang di PD lain. Lalu saya diajaknya ke Tumpang. Di situlah saya merasakan jamahan Roh Kudus yang luar biasa.
Pada saat mengikuti KRK di WTC saya bertemu dengan Ibu Yovita, beliau berkata: “Bu Erna, buat apa jauh-jauh ke sini, di setiap Kamis pagi kan ada juga pertemuan seperti ini?” Saya menjawabnya dengan berbagai macam alasan, karena hati saya sudah terpikat dengan PD yang selalu memberi nubuatan. Akhirnya beliau berkata: “Ya nggak apa-apa.”
Untuk memuaskan batin yang lapar, saya setiap hari jajan kemana-mana. Di mana ada nubuatan, saya selalu hadir. Melalui PD-PD tersebut, saya merasa sebagai pengikut Kristus yang benar-benar diberkati.
Karena setiap keinginan saya, pasti terjadi nubuatan dan nubuatan tersebut tergenapi dalam kehidupan saya. Ternyata semua itu tidak dapat memuaskan rasa lapar di batin saya.
Pernah juga saya mengalami salah jalan dalam bidang pengobatan. Meskipun teman-teman mengingatkan bahwa pengobatan alternatif Katolik itu memakai kuasa-kuasa yang bukan berasal dari Tuhan, tetapi pikiran dan hati saya dibutakan sehingga saya tetap mencari kesembuhan melaluinya. Sejak itu saya banyak mengalami hal-hal aneh dalam kehidupan saya.
Pada suatu hari teman saya mengajak kembali ke KPI TL lagi. Melalui pengajaran-pengajaran yang saya dengarkan, barulah saya mengerti bahwa selama ini saya telah menempuh jalan yang salah.
Melalui persekutuan inilah saya benar-benar merasakan manfaat pengajaran teologi Katolik, yaitu teologi salib seperti yang diajarkan oleh Yesus (Luk 9:23 – harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti-Nya).
Sejak saat itu saya selalu merenungkan setiap pengajaran yang diberikan. Melalui firman-Nya, kehidupan saya diubahkan menjadi lebih baik, sifat-sifat yang tidak benar dikikisnya secara perlahan-lahan.
Puji Tuhan, Tuhan begitu sayang pada keluarga saya, sehingga Dia mempertemukan kami dengan sebuah tim doa Katolik yang dapat melepaskan segala hal yang mengganggu kehidupan keluarga saya.
Sejak saat itu, kami sekeluarga benar-benar telah hidup merdeka sebagai anak-anak Allah dan kami juga dapat merasakan damai sejahtera seperti yang dijanjikan-Nya.
Akan datang waktunya, orang tidak lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng (2 Tim 4:3-4).
(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011).