Pages

Minggu, 30 Oktober 2016

Ada saatnya tidak tertawa

Dr Cynara Coormer berkata bahwa tertawa adalah obat bagi segala penyakit, tertawa sama seperti berolahraga, tertawa dapat menguatkan sistem imun, tertawa baik bagi jantung/mental/mengurangi rasa sakit. 

Ringkasnya, tertawa itu sehat. Benar, jika hal ini dikaitkan dengan masalah jasmani. Tetapi jika dikaitkan dengan masalah rohani, itu tidak seratus persen benar.



Marilah kita belajar “tertawa yang tidak sehat” dari 



Luk 8:40-56 - Datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah kepala rumah ibadat. Sambil tersungkur di depan kaki Yesus, ia memohon kepada-Nya, supaya Yesus datang ke rumahnya, karena anaknya … hampir mati. 

Ketika Yesus masih berbicara, datanglah seorang dari keluarga kepala rumah ibadat itu berkata: “Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!” 

Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat.” 

Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis; ia tidak mati, tetapi tidur.” 

Mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati.

Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: “Hai anak bangunlah! Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan.

Kej 18:10-15 - Firman-Nya: “Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, istrimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.” 

Adapun Abraham dan Sara telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. 

Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: “Akan berahikah aku, setelah aku layu, sedangkan tuanku sudah tua?” 

Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Abraham: “… Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?” … Lalu Sara menyangkal, katanya: “Aku tidak tertawa.” Tetapi Tuhan berfirman: “Tidak, memang engkau tertawa!”

Tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga pernah menertawakan Tuhan. Ketika kita dibelit dengan masalah yang tak kunjung selesai, kita menertawakan Tuhan: “Mana mungkin Tuhan mau menolong saya menguasai masalah ini?” atau, ketika cita-cita kita tak kunjung kita capai: “Sudah nasib dari Tuhan bahwa saya tidak mungkin menggapainya.” 

Ingat, menertawakan Tuhan itu salah besar, karena Tuhan itu maha kuasa. Untuk itu berhentilah tertawa dan bertekunlah untuk bisa merasakan kuasa Tuhan. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Mansor Mei 2011 No. 158 Tahun XIV).