Ada dua orang bersaudara. Sang kakak hidup membujang, sedangkan sang adik menikah dan mempunyai dua belas orang anak.
Mereka berdua hidup dari bertani dengan mengolah sawah dan ladang peninggalan orang tua mereka. Pada waktu panen mereka membagi hasil bumi sama rata dan kemudian menyimpannya di tempat masing-masing.
Suatu hari sang kakak berkata dalam hatinya: “Tidak adillah membagi hasil bumi sama rata dengan adikku. Aku hidup sendirian, sementara adikku mempunyai sekian banyak mulut yang harus diberi makan.
Kalau begitu mulai malam ini aku akan mengambil sekarung padi dari lumbungku dan secara diam-diam akan kutambahkan pada lumbung adikku.”
Beberapa hari kemudian sang adik juga berkata di dalam hatinya: “tidak adillah membagi hasil bumi sama rata dengan kakakku. Aku mempunyai 12 anak, sedangkan kakakku hidup sendirian.
Kelak jika aku menjadi tua dan jompo anak-anakku akan merawatku, sedangkan kakakku pada masa tuanya nanti tidak akan ada yang merawatnya.
Kalau begitu mulai malam ini aku akan mengambil sekarung padi dari lumbungku dan secara diam-diam akan kutambahkan pada lumbung kakakku agar ia dapat menabung untuk hari tuanya.”
Demikian setiap malam, dengan diam-diam kedua saudara ini saling mengisi lumbung secara bergantian. Pagi harinya kedua saudara ini menyempatklan diri untuk melihat isi lumbungnya.
Namun kedua saudara ini terheran-heran karena meski setiap malam dikurangi satu karung padi di lumbung mereka tidak nampak berkurang satu kg pun.
Pada suatu malam, ketika keduanya hendak mengisi lumbung, mereka berpapasan di jalan. Akhirnya mereka mengetahui apa yang menjadi penyebab keheranan mereka. Sejak saat itu hubungan kedua saudara itu menjadi semakin hangat.
Pola pikir dua orang bersaudara itu telah diubahkan oleh Tuhan sehingga mereka ada kerelaan berbagi bagi saudaranya.
Marilah kita belajar dari Zakheus (Luk 19:1-10)
Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.
Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ
» Di hati Zakheus ada kerinduan untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Meskipun dianggap orang yang berdosa, dengan keterbatasannya (pendek, biasanya gemuk), dia menyangkali diri dan menanggapi panggilan itu dengan berlari, memanjat pohon ara yang berada di tengah jalan. Pohon itu tingginya seperti pohon beringin, buahnya tidak bisa dimakan. Pelajaran pertama: ada sebuah perjuangan untuk mengenal Tuhan dengan baik.
Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.”
» Setiap pribadi memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan, meskipun peran setiap pribadi itu berbeda. Keragaman perbedaan (status/selera/hobi/kematangan pribadi) seharusnya dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan jati diri sebagai gereja.
Orang yang mempunyai strata kesalehan yang lebih tinggi hendaknya tidak menghakimi orang yang bersalah/berdosa, tetapi memiliki kepekaan untuk memberi salam terlebih dahulu seperti yang dilakukan Yesus (kudus) terhadap Zakheus (orang berdosa).
Jadi, seharusnya kita berinisiatif untuk membangun relasi dengan mereka sehingga jiwa mereka tidak terhilang. Pelajaran kedua: ketika Tuhan menggerakkan hatinya, Zakheus berjuang melawan perasaannya yang tidak nyaman.
» Setiap pribadi memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan, meskipun peran setiap pribadi itu berbeda. Keragaman perbedaan (status/selera/hobi/kematangan pribadi) seharusnya dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan jati diri sebagai gereja.
Orang yang mempunyai strata kesalehan yang lebih tinggi hendaknya tidak menghakimi orang yang bersalah/berdosa, tetapi memiliki kepekaan untuk memberi salam terlebih dahulu seperti yang dilakukan Yesus (kudus) terhadap Zakheus (orang berdosa).
Jadi, seharusnya kita berinisiatif untuk membangun relasi dengan mereka sehingga jiwa mereka tidak terhilang. Pelajaran kedua: ketika Tuhan menggerakkan hatinya, Zakheus berjuang melawan perasaannya yang tidak nyaman.
Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya:”Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham …”
» ketika berjumpa dengan Yesus, ada perubahan sikap hidup yang manusiawi menuju sikap hidup yang bersifat ilahi yaitu berupa kepuasan batin/kebahagiaan sejati.
Zakheus bersukacita karena telah menemukan mutiara yang berharga sehingga dengan rela dia berbagi dengan sesama, mau mentaati peraturan membayar ganti rugi, bahkan lebih dari yang seharusnya (Kel 22:9).
» ketika berjumpa dengan Yesus, ada perubahan sikap hidup yang manusiawi menuju sikap hidup yang bersifat ilahi yaitu berupa kepuasan batin/kebahagiaan sejati.
Zakheus bersukacita karena telah menemukan mutiara yang berharga sehingga dengan rela dia berbagi dengan sesama, mau mentaati peraturan membayar ganti rugi, bahkan lebih dari yang seharusnya (Kel 22:9).
Pelajaran ketiga: ketika berjumpa dengan Yesus, Zakheus berjuang untuk mengubah sikap hatinya.
Pola pikir sangat mempengaruhi hidup kita. Cara memandang mempengaruhi kualitas hati kita di dalam sebuah pertobatan
Pola pikir sangat mempengaruhi hidup kita. Cara memandang mempengaruhi kualitas hati kita di dalam sebuah pertobatan
(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Renungan KPI TL tgl 24 Maret 2011, Dra Yovita Baskoro, MM).