Hati adalah pusat kehidupan. Sebab di dalam hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan dan sumpah palsu (Ams 4:23; Mat 15:19; Mrk 7:21-22).
Pikiran manusia merupakan pokok bahasan yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Meskipun ukurannya kecil sekali, tetapi pikiran dapat menentukan situasi dan keadaan dunia (menjangkau seluruh alam dan sekaligus menaklukkannya). Apakah dunia ini akan aman, damai sejahtera atau kacau balau.
Seharusnya, yang menentukan kehidupan adalah hati, tetapi kenyataannya pikiran yang lebih banyak mendominasi kehidupan kita. Sehingga apa yang dikehendaki Tuhan di dalam dunia roh tidak bisa kita lakukaan.
Pikiran-pikiran negatif yang ada di kepala kita seringkali membuat manusia jatuh dalam dosa. Pikiran itu tidak akan memiliki kekuatan, jika kita tidak memberi kuasa padanya.
* Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon... pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kej 2:9).
Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati (Kej 2:16-17).
Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini, jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Kej 3:1) <> Ketika ada kata tanya, pikiranlah yang lebih banyak bicara daripada hati.
Sahut perempuan itu kepada ular: “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” <> Firman itu diberikan Tuhan kepada Adam (Kej 2:16-17). Karena setengah mengerti firman Tuhan dan terjebak dengan pikirannya sendiri, maka Hawa menambahkan kata raba.
Ular itu berkata kepada perempuan itu: “ Sekali-kali kamu tidak akan mati... pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah...” (Kej 3:4-5) <> Perempuan itu tidak bertanya pada dirinya sendiri, apa alasannya Allah melarangnya. Yang ada dalam pikirannya adalah: “Ya... Allah tidak mau disamai.”
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya... suaminya pun memakannya (Kej 3:6-7) <> Itulah kelemahan yang diketahui iblis, yaitu rasa ingin tahu. Sehingga mereka jatuh ke dalam dosa.
* Banyak orang berpikir ikut Yesus itu enak. Tetapi sesungguhnya yang enak hanya diawal (ketika mengalami hidup baru dalam roh) dan akhir (kembali ke rumah Bapa). Di tengah perjalanan mengikuti Yesus (mempertahankan), seringkali kita mengalami ketakutan dan kengerian karena kondisi jalannya berbahaya, licin dan sempit (Bdk. Mat 7:13-14).
Ingatlah! Hidup ini adalah misteri. Jadi kita sulit sekali mengerti pikiran Tuhan, jika Tuhan tidak memberi pengertian. Karena rancangan-Nya setinggi langit (Bdk.Luk 24:16, 27, 31, 45; Kis 10:40-41; Yes 55:8-9).
Tetapi seringkali manusia ingin tahu kehidupannya dari detik ke detik, sehingga dia jatuh dalam dosa. Oleh sebab itu hidup bersama Tuhan harus berhati-hati dengan sikap hati dan pikiran kita. Janganlah hati dan pikiran kita tertuju pada masalah-masalah kita/segala macam isi dunia yang mengikat hidup kita. Hal itu dapat dipakai Iblis sebagai senjatanya, karena dia menunggu waktu yang baik untuk menghancurkan setiap anak-anak Tuhan (Mat 4:13).
* Ada seorang sahabat saya (X) yang ingin menyenangkan papanya dengan membelikan permen kesukaannya. Tetapi ketika tiba di rumah papanya, ternyata ada tamu.
Karena tidak ingin mengganggu papanya, maka X meletakkan permen tersebut di atas bantal papanya. Pikirnya: “Kalau papa masuk kamar pasti senang dengan pemberianku.”
Ternyata, dugaannya meleset. X dipanggil ke kantor papanya dan dimaki-maki di depan karyawannya. Meskipun X menjelaskan, papanya tidak mau mengerti. Tentu saja secara manusiawi, hal ini sangat menyakitkan hati X.
Pikiran jahat yang didengar X: “Ya..., papamu nggak sayang padamu...”
X menghalau pikirannya dengan berkata seperti Yesus: “Enyahlah Iblis! Apapun dia, dia tetap papaku. Aku bisa menjadi seperti ini karena dia. Itu hanyalah suatu kesalahan kecil yang dilakukannya di dalam hidupku. Perlakuan papaku tidak menjadikan rasa sayangku berkurang, karena aku mengasihinya.” (Mat 4:10).
Ketika X berbicara keras dengan dirinya sendiri, hilanglah pikiran jahat itu. Tetapi Iblis dengan sabar menunggu waktu yang baik sehingga X gagal menghalau pikirannya: “Ya..., memang papaku...” Ketika X memanjakan pikirannya (mengenang masa lalu yang kelabu), timbul rasa pahit yang luar biasa.
* Di Jakarta, ada sebuah yayasan yang bernama Mahanaim. Yayasan ini melayani orang-orang yang terbuang, mereka dikumpulkan untuk bekerja, setelah itu diberi makan dan uang lima ribu setiap hari.
Pada suatu hari ada seorang mantan penodong (X) berkata pada pembimbing rohaninya: “Bu, uang yang ibu berikan pada saya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Saya tidak tahan menghadapi ini. Karena setiap menodong, saya mendapat seratus ribu setiap hari.”
Jawab pembimbing rohaninya: “Saya hanya dapat memberikan uang sejumlah itu.” X berkata lagi: “Kalau begitu, izinkan saya untuk kembali menodong lagi.”
Komentar ibu pembimbingnya: “ Silahkan, kalau kamu mau, coba saja. Tapi sebelum kamu melakukannya, kamu berdoa dulu dan bertanya kepada Roh Kudus. Jika kamu merasa damai sejahtera, lakukan saja!” – pembimbing rohaninya adalah seorang yang bijaksana, dia tidak menghakimi dan tidak mau merampas kehendak bebas seseorang.
X kembali ke pembimbing rohaninya dan berkata: “Tuhan memperbolehkan.” Kata ibu pembimbingnya: “Ya, lakukan!”
Kemudian X pergi ke gengnya. Temannya bertanya: “Kemana saja kamu selama tiga bulan ini, kok nggak tahu muncul.” Jawabnya: “Aku sudah bertobat selama tiga bulan ini. Tapi sekarang ini aku tidak tahan, karena setiap hari hanya diberi lima ribu rupiah. Lima ribu rupiah cukup untuk beli apa? Sekarang aku ingin kembali menodong.”
Kata temannya: “Kamu sudah bertobat, janganlah sekali-kali kembali ke jalan ini. Kalau kamu butuh uang, aku akan beri. Karena ... aku ingin bertobat nggak bisa.” – Tuhan menyadarkan X melalui temannya.
Sebelum kita melakukan sesuatu, jika kita berdoa dulu, maka Tuhan mempunyai begitu banyak cara untuk menghindarkan kita dari dosa.
Ada cukup banyak hal baik dan buruk dalam hidup setiap orang. Misalnya: optimis/pesimis; berkat/kutuk ; tertawa/menangis dsb.
Sikap optimis (melihat kesempatan dalam setiap masalah) - itu bukan suatu kemewahan, melainkan suatu kebutuhan. Jika di akhir zaman ini kita tidak mampu memandang kehidupan secara optimis, maka kita akan mati stress (Luk 21:26).
Sikap pisimis (melihat masalah dalam setiap kesempatan) - menciptakan dunia yang suram, karena salah menanggapi pergumulan/penderitaan/tekanan, sehingga mengalami luka batin yang cukup berat, yang mengakibatkan kita putus asa bahkan dapat bunuh diri. Jika sikap ini dipelihara terus, akan menjadi nubuatan yang tergenapi untuk dirinya sendiri (Mrk 11:24).
Firman Tuhan adalah peringatan sekaligus nubuatan, karena Tuhan mengetahui segala sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi.
Balonku ada lima... meletus balon hijau dor... hatiku sangat kacau... – pada waktu balon hijau meletus, seringkali kita tetap menyanyikan dengan nada gembira, seharusnya menyanyi dengan nada sedih.
Demikian juga dengan firman Tuhan. Jika kita tidak mengerti/tidak memahami-Nya, maka di dalam kehidupan sehari-hari juga tidak dapat menjadi pelaku firman/tidak ada penghayatan.
Firman Tuhan ditafsirkan menurut kebenaran pikirannya sendiri. Misalnya: ahli Taurat (ahli Kitab Suci Yahudi) dan orang Farisi (orang yang melakukan hukum-hukum Taurat secara radikal) tahu bahwa Mesias akan datang.
Tetapi ironisnya ketika Mesias yang mereka nantikan datang, mereka tidak mengenali-Nya. Karena pikiran mereka dipenuhi pengetahuan, sehingga hatinya telah menebal dan telinganya berat mendengar dan matanya melekat tertutup (Kis 28:26), mereka tidak tahu dan tidak mau tahu, karena bagi mereka kedatangan Mesias itu tidak masuk akal.
Sebelum bertobat, Paulus pun pernah menolak Yesus. Tetapi setelah mengalami perjumpaaan secara pribadi dengan Yesus, mata hatinya terbuka.
Marilah kita mengisi jiwa kita dengan kebenaran firman Tuhan/makanan-makanan rohani, sehingga ketika mengalami tekanan, jiwa kita kuat tidak terpengaruh oleh hal-hal duniawi.
(Sumber: Warta No. 60/IV/2009 » Renungan KPI TL tgl 12 Maret 2009, Dra Yovita Baskoro, MM).