Pages

Rabu, 07 September 2016

Kekuasaan

Kepribadian manusia adalah kekosongan yang perlu diisi. Kelaparan ini tidak akan pernah terpuaskan, selalu memancar dalam hidup manusia. 

Jika kelaparan ini diisi dengan ego, uang, kekuasaan, pujian, dan kekayaan, maka hidup kita akan menjadi tegang dan kita tidak dapat menjadi saksi Kristus. Malah kita akan mengalami krisis hati. Orang yang mengalami krisis hati, jiwanya kerdil.

Kehebatan/sukses yang sesungguhnya adalah kalau kita punya jiwa yang besar seperti Mother Teresa. Meskipun dia badannya kecil, bungkuk, bukan seorang pengkotbah tetapi ketika dia memasuki ruangan suasana bisa hening. 



Apa yang menyebabkan dia bisa seperti itu? Karena hidupnya berakar/diisi dengan Allah, sehingga jiwanya memancar ke luar dari dalam kehidupannya.

Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku... sampai ke ujung dunia (Kis 1:8)

Kalau kita mau masuk ketingkat yang lebih tinggi dalam kehidupan rohani, kita harus kunyah baik-baik firman Tuhan. Maka akan berbuah berkali-kali lipat di dalam kehidupan kita. 

Tetapi jika kita tidak kunyah baik-baik firman Tuhan (hanya sebagai pengetahuan), maka tidak berbuah apa-apa. Selain itu ada penyakit paling ganas, yang mematikan yaitu: kesombongan

Lucifer adalah malaikat yang terbaik, tetapi ketika hatinya dipenuhi kuasa yang tidak bisa dikontrolnya, maka dia menjadi sangat jahat.

Adam dan Hawa ingin tahu seperti Allah. Mereka lupa bahwa mereka adalah ciptaan dan Allah adalah pencipta.

Kuasa (power) berhubungan dengan kepemimpinan (leadership). 

- Harus mampu memandang ke depan (visioner); harus mempunyai visi yang mampu membuat orang buta melihat. 

Orang yang buta rohaninya (mata hatinya buta), tidak dapat melihat ke dalaman hatinya sendiri – ini sangat berbahaya.

- Harus belajar keheningan.

- Harus mengembangkan kasih

Yesus mampu membuat orang lain menjadi lebih hebat, sedangkan pemimpin dunia berusaha tidak ada yang menyainginya.

Marilah kita belajar dari Yesus (Mrk 10:46-52)

[47] Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus dari Nazaret, mulailah Bartemeus (pengemis yang buta) berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!” 

» Orang-orang di sekeliling Yesus membuat orang buta itu semakin jauh dari-Nya. Mereka sibuk dengan Yesus, sehingga tidak memperhatikan bahwa ada orang yang membutuhkan pertolongannya.

Demikian juga dengan kita. Seringkali kita sibuk dengan kesenangan kita (berdoa/beribadah/pelayanan), tetapi kita lupa bahwa banyak orang disekeliling kita membutuhkan Tuhan

[49a] Lalu Yesus berhenti dan berkata: “Panggillah dia!” 

» dalam keheningan (diam, tenang) Yesus mendengar teriakan itu. Lalu Dia menoleh, menyapanya.

[49b] Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” 

» Mereka mengira Yesus mau marah, padahal tidak. Ketika kita menerima anugerah Allah, ada pekerjaan yang menanti di depan kita.

[50] Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. 

» ia ingin menanggalkan kebutaannya.

Seringkali orang suka dengan zona kemalasan, tidak mau menanggalkan kebutaannya (suatu lambang). 

[51a] Tanya Yesus kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” 

» Yesus bertanya untuk menyembuhkan batinnya. Karena selama ini tidak ada orang yang bertanya pada pengemis yang miskin dan buta ini, dia hanya dipandang sebelah mata. Perasaan pengemis ini pasti senang sekali karena ada yang bertanya. Jadi jauh lebih penting penyembuhan batin daripada penyembuhan secara jasmani.

Syarat menerima kesembuhan secara jasmani dan rohani: percaya kepada Allah, percaya bahwa kita telah menerimanya, dan mau mengampuni (Mrk 11:24-25).

[51b] Jawab orang buta itu: “Rabuni (= guru besar), supaya aku dapat melihat!”

» Dia mengakui Yesus sebagai suatu sosok yang terhormat.

[52] Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”

» inilah bukti iman yang besar: menanggalkan jubahnya, berdiri dan pergi mendapatkan Yesus (ay 50).

Marilah kita berhati-hatilah dengan kuasa yang diberikan Allah. Karena di dalam kuasa, ada tanggung jawabnya dan punyai resiko yang besar juga di dalam kehidupan ini.

(Sumber: Warta KPI TL No. 61/V/2009 » Renungan KPI TL tgl 7 Mei 2009, Dra Yovita Baskoro, MM).