Di awal tahun 2008, anak sulung saya memperkenalkan seorang pemuda (X) kepada saya. Sejak pertama melihatnya, ada suatu perasaan yang tidak nyaman dalam hati saya. Ternyata perasaan saya itu benar. Sejak saat itu anak saya sulit diajak berkomunikasi, menjadi sangat pemarah, serta membenci keluarga.
Sejak saat itulah keluarga kami digoncang badai. Dari hari ke hari saya diliputi perasaan kacau balau, tidak ada rasa damai sejahtera dalam hidup saya.
Bahkan pernah terjadi perbantahan yang sangat hebat, sampai-sampai saya dipukul anak saya ketika kami berdua ada kepentingan di bank.
Meskipun demikian, saya mencoba mengasihi mereka berdua. Setiap pagi saya mempersembahkan permasalahan ini dalam Ekaristi Kudus.
Suatu saat Tuhan memberikan penghiburan, kata-Nya: “Tak ada satu pun yang tersembunyi, yang tak akan Kubuka.”
Ternyata benar janji-Nya. Secara tidak sadar X banyak bercerita hal-hal yang seharusnya dia sembunyikan. Misalnya: dia dan keluarga menyimpan banyak jimat-jimat, bahkan seluruh isi rumahnya dipagari jimat mulai dari halaman hingga kamar-kamar. Ada gantungan seperti jarum, paku, benang, penerangan lampu kuning yang tidak boleh dimatikan, gigi macan dari Kalimantan.
Mendengar itu, hati saya mengatakan: “Oh Tuhan, siapa aku hingga aku harus berhadapan dengan yang demikian.”
Pada suatu hari X bersikukuh ingin melamar anak saya. Tetapi dengan tegas saya katakan: “Tidak!” Dengan tidak berputus asa, X memperalat anak saya dan selalu mengancam akan membunuh saya dan suami saya.
Melihat latar belakang kehidupan keluarga X, saya menasehati anak saya: “Mama ngeri jika harus menjadi bagian dalam keluarga mereka. Jika kamu memilih menikah dengan dia, apakah kamu berani berjuang sendiri di situ?”
Pada waktu PD Paroki Roh Kudus mengadakan SHDR, saya mengajak anak-anak saya untuk datang. Tetapi pada awal mulanya mereka menolak dengan pelbagai alasan. Hanya karena kehendak Tuhanlah, akhirnya ke dua anak saya beserta ke dua temannya ikut seminar itu.
Pada hari pencurahan Roh Kudus, tim doa memuji dan menyembah lebih dan lebih lagi agar banyak jiwa-jiwa yang diselamatkan.
Anak saya dan X datang ke seminar secara bersama-sama, tetapi terjadi suatu keanehan, X tidak menemukan jalan masuk pelataran gereja, dia merasa kebingungan, ketakutan, dan kepanasan.
Akhirnya anak saya mencarinya dan menjemputnya lalu dia dibawa ke ruang doa. Melihat kondisi X yang histeris ketakutan, tim doa mendoakannya secara khusus.
Ketika orang tuanya tahu bahwa jimat X telah dibuang, mereka marah besar dan minta jimat itu dikembalikan dalam jangka waktu 5 hari. Jika jimat tersebut tidak dikembalikan kami diancam akan disantetnya. Ternyata dalam 3 hari jimat itu kembali sendiri di almari orang tuanya.
Suatu malam ada suatu perbincangan antara saya, suami saya dan anak saya. Suasana perbincangan lambat laun menjadi panas. Emosi suami saya tidak terkendalikan, sehingga tanpa sadar dia berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk saya: “Kamu ingin aku stroke dan mati!” Melihat dan mendengar itu saya shock, sehingga mulut saya menjadi kaku terbuka dan jantung rasanya berhenti sejenak.
Di saat seperti itulah Tuhan menghadirkan anak bungsu saya sebagai pendamai dan penghibur kami. Pertikaian seperti ini belum pernah terjadi seumur perkawinan saya. Malam berikutnya kami didoakan teman-teman dan di situlah saya merasakan kelegaan luar biasa.
Dengan perasaan tak berdaya sama sekali saya ke rumah Adorasi. Di situ saya tumpahkan air mata sambil membaca buku “Novena Datanglah pada-Ku” mulai hari pertama ... tiba-tiba pada saat membaca novena hari ke lima, Tuhan menjawab pergumulan saya dalam buku itu: “Janganlah bersedih, engkau akan mendapat kabar baik.”
Sungguh luar biasa, janji Tuhan tergenapi. Malam itu kami berbincang-bincang bertiga. Dan Tuhan menyingkapkan selubung yang selama ini menutupi mata anak saya, sehingga dia mengetahui suatu kebenaran dan fakta-fakta siapa keluarga X sebenarnya.
Lalu kami melakukan pujian penyembahan, suami saya memberkati anak saya (tumpang tangan), dan saya memeluknya sambil berkata: “Mama sangat mencintaimu.”
Jawabnya: “Aku pun mencintai mama dan papa. Aku mau mengakhiri semua ini.” Setelah itu saya menyuruh anak saya berdoa Rosario Pembebasan, agar Yesus benar-benar membebaskan dari masalah yang dihadapinya.
Dengan berjalannya waktu, anak saya banyak bercerita bahwa uang hasil kerja habis dipinjam X; X ingin menghancurkan masa depanya dengan cara menyobek-nyobek transcrip dan ijazah semasa kuliahpun menjadi beberapa bagian (agar tidak dapat mencari pekerjaan baru).
Meskipun kami mengalami masalah ini, kami tak henti-hentinya bersyukur. Karena Tuhan tidak pernah meninggalkan keluarga kami dalam berjuang melawan kuasa kegelapan selama ini.
Ini adalah hadiah Natal yang terindah dalam keluarga kami. Anak saya terlepas dari kuasa kegelapan dan mendapat pekerjaan baru sesuai dengan bidangnya.
(Sumber: Warta KPI TL No. 59/III/2009