Kamis, 04 Agustus 2016

00.51 -

Karunia air mata



Akibat pendidikan yang kita terima, kita biasa menahan air mata sedapat mungkin. Jika seseorang menjauhi penderitaan yang harus dihadapinya, ia melarikan diri ke dalam penyakit.

Perasaan yang ditekan, biasanya menyatakan diri dalam gangguan atau keluhan neurotis (sakit syaraf).

Orang baru bisa mulai disembuhkan, jika ia menerima baik rasa sakit yang ditekan atau penderitaan yang ditolak. Penerimaan itu biasanya disertai tangisan hebat, yang melepaskan hati manusia dari beban perasaan yang tertumpuk dan sekarang dapat dibuang. 

Air mata meringankan rasa sakit, karena dengan menangis orang menjadi bebas dari padanya. Air mata tiba-tiba menjadi air yang membebaskan, melepaskan dan membahagiakan. Rasa sakit berubah menjadi rasa sukacita

Dalam hatinya manusia mengalami keutuhan, yang tidak terancam lagi oleh suatu rasa sakit, dan suatu kesukaan yang tidak dapat diganggu lagi oleh kekecewaan dan kegagalan. Itulah keselamatan dari Allah yang mengatasi segala duka dalam hidup manusia.

Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung,
air mataku Kautaruh ke dalam kirbatMu.
(Mzm 56:9)

Para rahib kuno membeda-bedakan bermacam-macam jenis air mata. Air mata kekanak-kanakan, bila orang menangis karena keinginannya tidak dipenuhi; air mata sakit hati, ketakutan, kemarahan atau keberangan; air mata karena orang merasa tak mampu berhasil atau karena merasa kasihan dengan dirinya sendiri. 

Semua jenis air mata itu jelas tidak menyembuhkan orang, malahan memperkuat sikap hati yang keliru: ia tambah marah atau berang, ia semakin merasa sakit atau berbelaskasihan dengan dirinya.

Selain air mata yang bersumber pada ketakutan, kesusahan dan derita, dan yang menekan hati, ada juga air mata yang disebabkan sengat dosa yang melukai hati, renungan akan harta kekal serta kerinduan akan kemuliaan yang mendatang ataupun rasa takut akan neraka atau oleh rasa sedih karena melihat orang lain berjiwa keras dan buta. 

Air mata yang dipuji-puji oleh para rahib ialah air mata sesal atas kedosaannya sendiri dan sekaligus tanda kerinduan akan keselamatan yang dari Allah.

Air mata mencuci bersih dari dosa, menghapus segala bekas yang ditinggalkan dosa dalam hati, membersihkan hati, membasuh jiwa sehingga bersih, segar dan lega. 

Air mata menyuburkan dan menghidupkan jiwa, menciptakan kedamaian batin yang mendalam, melenyapkan hawa nafsu dan pikiran yang mengacau, melindungi terhadap pikiran melayang dan membuat roh berpusat dalam doa murni kepada Allah. 

Air mata mematahkan kekuatan kesombongan, mengusir segala pikiran yang dengan sombong mau dipegang oleh orang, menyerahkan hati kepada cinta Allah dan memenuhinya dengan sukacita.

Air mata melenyapkan ketakutan,
dan di mana ketakutan sudah lenyap,
bersinarlah cahaya sukacita yang jernih,
dan dari sukacita yang tak dapat binasa itu
berkembanglah cinta Allah yang suci
(Klimakus)

Doa menghasilkan pengenalan diri. Mengenal diri dalam doa tidak terjadi di tingkat pengetahuan akal budi, melainkan dalam suatu perjumpaan yang menyentuh hati

Di hadapan Allah yang mengasihi kita dan memandang kita penuh kasih sayang, kita menjadi sadar akan dosa kita sehingga merasa sedih

Rasa sedih itu tak lain ialah kerinduan akan keselamatan, keutuhan, keseimbangan antara jiwa-raga, kedamaian dan kemampuan untuk dapat mencinta dengan kasih tak terbagi.

Orang yang tidak dapat menangis,
berjiwa keras dan membuktikan kejenuhan rohani.
(Evagrius)

Dalam tangisan kita disentuh oleh Allah secara langsung, dengan tidak memakai pengantara gambar atau kata. Allah sendiri menguasai kita. Maka putuslah segala macam hubungan di mana saya sendiri masih dapat berkuasa menurut keputusan saya sendiri. Sekarang tinggal saja satu hubungan ialah menyerah dan melepaskan segala macam hubungan. 

Dalam tangisan itu kita sudah tidak mau mencapai suatu hasil lagi, kita hanya membiarkan diri kita disentuh dan dikuasai. Namun, air mata bukan satu-satunya tanda bukti bahwa kita menyerah tanpa syarat atau mencari rasa yang mengharukan untuk menikmatinya.

Air mata mempersatukan kembali jiwa dan raga. Rasa sedih itu timbul justru karena raga dan jiwa berlawanan satu sama lain, yang selalu timbul dalam dosa. Jiwa dan raga, budi dan perasaan kehilangan kesatuannya akibat dosa. 

Air mata memulihkan kembali keseimbangan antara yang rohani dan jasmani, antara budi dan perasaan dan memulihkan kembali juga kesatuan di dalam diri manusia.

Orang yang merindukan karunia ini, harus menyediakan banyak waktu untuk membiasakan hatinya terus-menerus merenungkan dosanya serta hukumannya, dengan seluruh pikirannya membayangkan kuburannya dan betapa singkat sisa hidupnya.


(Sumber: Warta KPI TL No.105/I/2013 » Doa dan Mengenal Diri, Anselm Grun, OSB).