Kamis, 04 Agustus 2016

21.46 -

Dosa asal


Dosa asal/warisan lazimnya berarti (1) dosa pertama, yaitu dosa yang dilakukan dan harus dipertanggungjawabkan oleh manusia pertama saja (Kej 2-3 dan Rm 5). Dosa ini mencemarkan/mengenai semua orang bukan karena diikuti/diturutinya, melainkan karena mereka berasal dari Adam.



Maka, dosa asal disebut (2) akibat-akibat dari dosa pertama itu, yakni (a) atas usaha sendiri orang tidak lagi sanggup memperoleh keselamatan (b) semua manusia dari dirinya sendiri tidak lagi terbuka pada hidup atau rahmat ilahi (Rm 5). 



Keadaan ini tidak berkenan pada Allah, maka dianggap 'dosa' dalam arti analog. Karena itu anusia tidak dapat membebaskan diri dari situasi yang tercemar dosa dan tidak semestinya itu, maka ia memerlukan penebus.


Manusia memang tak berhak menerima rahmat, yaitu persahabatan atau pemberian Diri Allah Yang Mahakudus, - sebab, semata-mata merupakan hadiah cuma-cuma.

Di lain pihak rahmat itu menguduskan manusia sebelum dapat berbuat sesuatu yang baik, dan seharusnya dimiliki setiap orang, supaya dapat hidup selamanya dan dalam arti kata sebenarnya. 

Artinya, hidup bersama dengan Sang Penciptanya yang mengadakan dan memanggil manusia kepada-Nya dalam cintakasih-Nya yang tak terhingga itu.

Hidup ini bukan hak manusia, melainkan kerinduannya. Rahmat - dipandang dari pihak manusia - adalah permulaan kehidupan ilahi yang mencapai penyelesaiannya dalam persatuan akrab dengan Allah. Persatuan ini lazimnya kita sebut sorga.

Hampa akan rahmat itu merupakan hal yang tidak diinginkan Allah dan mengakibatkan keadaan yang analog dengan situasi yang diakibatkan oleh dosa berat sebagai perbuatan pribadi. 

Keadaan yang diakibatkan oleh dosa - Adam menyangkut seluruh keturunannya, tetapi tidak termasuk tanggungjawab mereka, maka tidak dapat diatasi dengan bertobat.

Oleh karena itu, dosa asal sebagai situasi yang semestinya tidak ada, hanya dapat disebut 'dosa' dalam arti kiasan (analog), yaitu keadaan seluruh umat manusia yang diresapi akibat-akibat dosa dan kesalahan (guilt). Bahwa keadaan kita demikian, itu menjadi pengalaman sehari-hari.

Dosa asal harus dilihat pada latarbelakang, bahwa baik keselamatan maupun kemalangan bersifat sosial juga, bukan individual semata-mata. Perbuatan baik dan jahat setiap orang bukan masalah dia saja. Kesehatan umat beriman (dan masyarakat) diwarnai oleh baik/buruknya anggotanya.

'Reformasi' tidak jalan bukan karena tiada metode, sarana dan keinginan, melainkan karena tiada orang yang lurus.

Mengapa dan bagaimana keadaan universal itu dapat terjadi, diterangkan dengan bantuan gambaran dosa pertama 'Adam', yang akibat-akibatnya dialami oleh kita semua. Yakni: manusia, sejak permulaan (baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan) cenderung pada yang jahat (Kej 8;21).

Pengalaman sehari-hari membuktikan, bahwa secara spontan manusia tidak bertindak 'manusiawi' seperti yang diinginkan oleh Penciptanya. Kodrat manusia terluka sangat mendalam.

Persahabatan dengan Penciptanya bukan sesuatu yang timbul dengan sendirinya dari lubuk hati manusia. Semua manusia dijangkiti sesuatu yang tidak sesuai dengan kodrat mereka seperti dicita-citakan Sang Pencipta.

Keadaan yang tidak wajar, tetapi nyata itu, diakui oleh seluruh agama (Bdk. Misalnya Surah Alquran 2,76; 3,72; 5,61; 6,43; 7,94 dst, 18,54 dst; semacam solidaritas jahat manusia untuk menentang Tuhan: 5,78; 8:73;21, 54).

Menurut Kitab Suci Kristen jalan keluar dari keadaan buruk itu adalah: Tuhan menyelamatkan kita dengan perantaraan Yesus Kristus, Sang Penebus.

Keadaan universal yang tidak baik itu mustahil diciptakan oleh Yang Mahabaik. Perbuatan 'Adam dan Hawa' itulah alteologi tentang pangkal-tolak kejahatan dalam dunia ini.

Semua agama sedunia mengakui keadaan-yang-penuh-kesalahan-dan-derita, tetapi berbeda pendapat tentang bagaimana mengatasinya. Semua agama besar mengakui adanya dosa dan kesalahan (guilt), tetapi berbeda pendapat tentang cara manusia dapat keluar dari keadaan itu.

Hinduisme dan Budhiisme menekankan usaha keras manusia, supaya makin lama makin bebas dari hukum karma. Islam menekankan bahwa Allah Yang Mahapengampun memungkinkan pertobatan manusia (Bdk. Surat 9, 118) sehingga diampuni.

Mengapa dosa asal (1) dengan akibatnya (2) dibiarkan terjadi oleh Sang Pencipta tidak dapat kita mengerti seluruhnya. Memang kalau Tuhan hendak menciptakan makhluk yang dapat mencintai-Nya, mau-tak-mau makhluk ini harus diberikan kebebasan.

Dan kebebasan ini dapat disalahgunakan. Maka, terjadi yang-jahat. Tentu saja, keputusan salah/jahat dapat Tuhan hindari - tanpa memaksa - dengan memberi rahmat berlimpah dan bukan hanya yang mencukupi.

Mengapa Tuhan tidak berbuat demikian? Kita tidak (diberi)tahu. Tetapi kita diberitahu, bahwa Tuhan hendak menyempurnakan penciptaan-Nya dengan penebusan, yang hasilnya jauh melebihi suatu penciptaan tanpa (dosa dan) penebusan; Bdk. felix culpa pada upacara Malam Paskah.

Penyelamatan manusia dalam Kristus lebih utama, lebih mutlak dan lebih baik bagi manusia dari pada dipertahankan dalam keadaan seperti diciptakan (maksudnya tanpa dosa).

Misteri dosa asal terletak pada misteri penebusan atau pemberian-Diri Allah dalam Kristus sebagai Rahmat Universal. Maka, ajaran tentang dosa asal harus dipandang dalam rangka penebusan, sebagai karya Allah yang melampaui penciptaan-Nya.

Bagaimana dosa asal yang satu ini berhubungan dengan dosa-dosa umat manusia sesudahnya? Ada yang mencari jawaban secara historis-teologis tentang bagaimana dahulu terjadinya; ada lagi yang memandang ajaran tentang dosa asal sebagai ajaran dalam bentuk historis tentang keberadaan manusia dan dunia sekarang ini.

Ada teolog yang berpandangan, bahwa ajaran tentang dosa asal adalah semacam 'teologi sejarah' umat manusia untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana mungkin dunia ciptaan Tuhan ini penuh kejahatan?

Lalu disimpulkan, bahwa dunia ini bukan seperti yang dikehendaki Tuhan. Maka, dunia ini harus dibebaskan dari keadaan buruknya. Hal ini hanya mungkin, jika manusia bersedia ditebus oleh Kristus dan dalam kekuatan rahmat-Nya melanjutkan penebusan Kristus itu.

Dosa asal menjadi paling nyata dalam (a) kematian yang dialami sebagai kehancuran manusia serta penuh kegelapan dan (b) dalam menyiksa dan menteror sesama manusia hanya karena suka melihat manusia menderita.

Contoh: Pembantaian Jenghis Khan, KH Nazi, Gullah komunis, penyiksaan Tapol sesudah G 30 S dan pembunuhan ngeri yang dilakukan oleh rezim Polpot di Kamboja.

Peristiwa kesetanan seperti ini tidak jarang terjadi di mana-mana dan tidak dapat di-'terang'-kan dengan sakit jiwa. Jiwa manusia gelap.

Akibat dosa asal ditiadakan oleh iman yang dinyatakan dalam Sakramen Pembaptisan, yang oleh karena itu harus diterima oleh orang yang percaya akan Kristus.

Maka sebelum manusia mengambil keputusan apapun (untuk beriman/mencinta; untuk berdosa), situasinya sudah tidak netral lagi: 'Dalam' Adam ia kena dosa asal (keadaan tanpa rahmat); 'dalam' Kristus ia dipanggil dan disanggupkan menjadi anak Allah.

Ia bebas untuk menyetujui keadaan yang diwariskan dari Adam atau untuk membuka-diri supaya diubah secara total oleh rahmat penebusan dan pengudusan yang diperoleh Kristus bagi seluruh umat manusia.

Hanya kemanusiaan Kristus yang tidak (dapat) kena dosa asal, dan Maria karena dilindungi terhadap dosa asal sejak semula berkat jasa Puteranya.

Martin Luther menolak pandangan beberapa teolog, bahwa manusia sanggup mencintai Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, - tanpa rahmat mendahului segala keputusan serta perbuatannya (sola gratia).

Manusia tidak hanya kehilangan keadaan semula yang baik, tetapi menjadi dan tetap, walaupun dibaptis, ingin berbuat jahat (peccatumnregnatum).

Teologi Protestan dan Katolik berpegang pada ajaran, bahwa yang belum ditebus, dikuasai dosa sehingga tidak berkenan pada Allah.

Menurut pandangan Katolik: Pembaptisan membenarkan manusia sehingga menjadi baik, walaupun lemah sehingga mudah berdosa.

Walaupun istilah 'dosa asal/warisan' tidak terdapat dalam Kitab Suci, namun apa yang dimaksudkan sesuai dengan berbagai perkataan Yesus tentang kekuasaan dosa dan setan, tentang kejahatan dan kelemahan manusia untuk berbuat baik: 'Tanpa Aku, kamu tidak dapat berbuat apapun' (yang baik) (Yoh 15:5).

Dalam Surat Roma bab 5, Paulus menjelaskan, bahwa semua orang perlu ditebus, karena sejak Adam semua orang berdosa. Ajaran tentang dosa asal dikembangkan oleh St. Agustinus. Gereja Timur menekankan akibat-akibat dosa Adam dan Hawa bagi seluruh umat manusia.

(Sumber: Ensiklopedi Gereja, A. Heuken SJ).