Pada suatu sore, seorang suster muda terduduk di
kursinya. Sambil memandang ke luar jendela, diperhatikannya jalan yang masih
basah akibat guyuran air hujan yang baru saja berhenti. Hilir mudik kendaraan
yang lewat mulai terlihat kembali dan kebisingan suara kendaraan mulai
terdengar kembali. Diperhatikannya jam yang melingkar di tangan sudah
menunjukkan pukul empat sore. Tanpa pikir panjang lagi, ia segera bangkit dan
berjalan menyusuri jalan kecil menuju sebuah laut yang berada tak jauh dari
rumah penduduk yang dihuninya.
Kesegaran segera dirasakannya setelah berjalan sekitar
sepuluh menit dari tempat tinggalnya untuk sampai ke laut ini. Segera dicarinya
batu besar untuk dapat menikmati hembusan udara laut sore itu. Pandangannya
terarah kepada para nelayan yang sedang mengayunkan sampannya menjauh dari
tempatnya berada.
Dari jauh, sampan yang terkayuh bagaikan irama musik
yang melantunkan kerinduan yang sangat dalam dirasakan jiwanya: “Betapa rindu
jiwanya untuk mengenal Kekasihnya.” Dan bayangan sampan itu pun bagaikan
melambai-lambaikan tangannya kepadanya mengucapkan selamat datang.
Di atas batu besar di pinggir air laut, suster muda
ini membuka buku kecil yang dibawanya. Dinikmatinya terpaan angin laut yang
membawa pikiran dan hatinya yang merindukan untuk mengenal Kekasihnya.
Teringatlah ia akan kisah murid yang telah dipilih dan dipanggil Yesus menjadi batu
karang Gereja, yakni Petrus. Betapa seringnya Petrus pun gagal di
dalam mengenal Yesus karena
Petrus dibatasi oleh kelemahannya.
Dirasakan bahwa dirinya pun tak ubahnya dengan Petrus
yang harus mengalami jatuh bangun dan bangun mengenal Yesus untuk sampai pada
suatu jawaban atas pertanyaan ini: “Siapakah Pribadi Yesus dalam hidupku?”
Petrus memiliki pribadi yang selalu mau tampil tanpa
berpikir panjang atau bisa dikatakan Petrus seringkali sok tahu, sok berani
dsb. Seringkali Yesus mengajarkan
kepada Petrus untuk menyangkal diri,
melawan kesombongannya dan nafsunya untuk berkuasa. Perlahan-lahan Yesus
membentuk Petrus untuk menjadi
seorang murid dan pemimpin yang rendah hati. Proses ini berlangsung
terus- menerus sepanjang hidup Petrus.
Petrus yang hanyalah seorang nelayan kecil dipanggil
oleh Yesus untuk dijadikan sebagai penjala manusia (Bdk. Mat 4:18-22).
Pelajaran demi pelajaran pun diterima Petrus.
- Saat Petrus
memohon untuk dapat berjalan di atas air. Sesaat Petrus lupa bahwa Yesuslah
yang hadir dan memampukannya untuk berjalan di atas air bukan karena
kemampuannya sendiri (bdk.Mat 14:22-23).
- Pengakuan Petrus
bahwa Yesus adalah Mesias-Penyelamat manusia (bdk. Mat 16:13-20).
- Teguran Petrus
kepada Yesus karena rela menderita dan dibunuh (bdk. Mat 16:21-28).
- Yesus berdoa
supaya iman Petrus tidak gugur (bdk. Luk 22:24-38).
- Petrus yang
ketakutan dan menyangkal Yesus (bdk. Mat 26:69-75).
- Petrus dibentuk
untuk menjadi sebuah pribadi yang utuh dalam mencintai Yesus (bdk Yoh
21:15-19).
Sama seperti Petrus, melalui berbagai cara dan
pengalaman, kita pun dibentuk oleh Yesus untuk mengenal-Nya, untuk menjadi
sebuah pribadi yang utuh.
Ada banyak cara untuk mengenal Yesus, yakni:
1.Mengenal kehadiran-Nya lewat pengalaman.
Melalui
doa, mencari saat-saat hening
bersama-Nya, kita dapat merefleksikan kembali setiap pengalaman (pahit/indah)
untuk mengenal kehadiran-Nya.
2. Kelemahan diubah menjadi kekuatan.
Kelemahan, jatuh dan bangun hidup kita dapat diubah
menjadi kekuatan seandainya kita mau
berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan untuk dibentuk, dipakai.
Setiap hari kita diberi rahmat untuk boleh mengikut Dia, diterangi oleh terang
ilahi atas setiap peristiwa yang dialami, mencari makna rohani dari setiap
apapun perkara kehidupan kita. namun, rahmat tidak dapat mengalir dengan
sendirinya. Dibutuhkan sebuah kerjasama dalam menanggapi rahmat itu.
3. Penghayatan Ekaristi sebagai Sumber
Kehidupan
Ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup
kristiani. Yesus yang menderita dan wafat di salib hadir dan
mengerjakan keselamatan kita. Di dalam Ekaristi inilah terkandung cinta sejati,
karena di sanalah kita temukan Yesus yang rela memberikan diri-Nya bagi kita
manusia yang berdosa dan lemah ini.
Tiada pribadi yang lebih mengasihi, yang lebih
mencintai, yang merindukan untuk bersatu dan dikenal umat-Nya selain Dia yang
wafat dan bangkit bagi kita semua.
Dialah Kekasih kita yang mengenal seluruh kedalaman
lubuk jiwa kita bahkan yang memanggil nama kita dengan lembut setiap saat untuk
datang dan bersatu dengan diri-Nya.
(Warta
KPI TL No. 56/XII/2008 » HDR Mei-Juni 2007 Tahun XI).