Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Senin, 27 Agustus 2018: Pw St. Monika, Wanita Kudus - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: 2 Tes 1:1-5, 11b-12; Mzm 96:1-2a, 2b-3, 4-5; Luk 7:11-17 (Injil khusus); Ruybs
Selasa, 18 September 2018: Hari Biasa XXIV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: 2 Tes 1:1-5, 11b-12; Mzm 96:1-2a, 2b-3, 4-5; Luk 7:11-17 (Injil khusus); Ruybs
Bacaan: 1 Kor 12:12-14, 27-31a; Mzm 100:2, 3, 4, 5; Luk 7:11-17
Minggu, 5 Juni 2016: Hari Minggu Biasa X - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: 1 Raj 17:17-24; Mzm 30:2, 4, 5-6, 11, 12a, 13 b; Gal 1:11-19; Luk 7:11-17
Selasa, 17 September 2019: Hari Biasa XXIV - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: 1 Tim 3:1-13; Mzm 10:1-2ab, 2cd-3ab, 5, 6; Luk 7:11-17
Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.
Dan (3) ketika Tuhan melihat janda itu, (2) tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: (1) "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, (4A) Aku berkata kepadamu, bangkitlah!"
(4B) Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.
Sang utusan ilahi itu adalah seorang manusia yang ikut merasakan kesedihan dan tidak tahan melihat sesama yang kehilangan satu-satunya harapan kehidupannya (anak tunggal sang janda tadi).
Kata-kata yang berasal dari Yang Mahakuasa, yang disampaikan oleh utusan-Nya memiliki kuasa yang amat besar, mampu memanggil orang yang sudah mati.
Orang mati tersebut bisa mendengar perkataan-Nya dan menaati-Nya. Jadi, kematian tidak menghalangi pendengaran orang yang sudah mati.
Orang mati tersebut bisa mendengar perkataan-Nya dan menaati-Nya. Jadi, kematian tidak menghalangi pendengaran orang yang sudah mati.
Sebagai pemimpin ketika menyaksikan kejadian itu, Yesus mendatangi yang membutuhkannya, Dia bertindak sebagaimana layaknya seorang yang wajib melindungi.
Kisah Yesus menghidupkan kembali anak seorang janda di Nain ini bukanlah semata-mata sebagai kisah mujizat melainkan pula sebagai ungkapan simpati, belarasa Yesus terhadap ibu yang sudah janda itu.
2. Memenuhi hukum Kristus
(2) Tindakan yang dilakukan Yesus merupakan “rasa simpati terhadap penderitaan sesamanya yang dinyatakan dengan keinginan untuk membantu”. Ini adalah teladan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang lain yang mengalami kesusahan.
Sebentuk hati yang penuh kasih akan tetap berempati ketika melihat orang yang butuh bantuan. Hatinya akan gelisah ketika melihat ada orang yang membutuhkan bantuan, dan akan penuh dengan sukacita ketika bisa berbuat sesuatu untuk membantu mereka. Sikap ini pada hakikatnya lahir dari hati yang mengasihi sesama tanpa syarat, tercipta dari pancaran pribadi yang telah mampu keluar dari ego.
Kerinduan untuk membantu adalah salah satu perwujudan nyata dari adanya kasih Kristus dalam hidup kita (Ef 4:2) sehingga kita dapat memenuhi hukum Kristus (Gal 6:2). Ketika kehidupan kita didasari oleh bela-rasa Kristus, maka sesungguhnya kita telah merayakan kehidupan ini dengan mempermuliakan nama Allah.
3. Bangkit dari kematian
Yesus membangkitkan anak muda di Nain karena hati-Nya tergerak oleh belas kasihan melihat kesedihan ibu dari anak satu-satunya itu, yang sudah janda pula. Tiada terkira, betapa janda itu amat bersukacita karena anak satu-satunya yang telah mati kini hidup kembali berkat kuasa Tuhan Yesus.
Sukacita yang sama juga dialami Santa Monika, yang pestanya kita rayakan hari ini. Monika mengalami betapa Tuhan telah “membangkitkan” anaknya Agustinus dari kematian akibat dosa. Hidup Agustinus berubah total, bahkan kemudian ia menjadi seorang pemikir besar Gereja, yang kita kenal dengan Santo Agustinus. Hal ini terjadi berkat doa seorang ibu bagi pertobatan anaknya.
Santa Monika lahir tahun 331 dari keluarga Kristen di Tagaste, Afrika Utara. Salah seorang anaknya, Agustinus, paling mencemaskan hati ibunya karena keras kepala menjalani gaya hidup yang liar. Pengalaman dugem (dunia gemerlap) tidak asing bagi Agustinus.
Bertahun-tahun Monika, ibunya, tekun berdoa agar ia bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Tuhan mengabulkan doa ibu yang saleh ini pada saat-saat terakhir menjelang kematiannya, yakni dengan dibaptisnya Agustinus. Sejak saat itu Agustinus mengikuti jalan Tuhan dengan tekun dan setia.
Hidup Santa Monika biasa-biasa saja sebagaimana lazimnya ibu-ibu yang lain. Ia juga mengalami kesulitan dan tantangan dalam hidup perkawinannya, mengalami kecemasan akan masa depan anak-anaknya, dsb.
Namun, Monika menghadapinya dengan sikap seorang Kristiani: membawa semuanya di dalam doa dan memasrahkan sepenuhnya kepada campur tangan Tuhan untuk segala masalah yang di hadapinya. Ia percaya bahwa Tuhan Yesus akan hadir pada saat yang tepat dan menjawab doanya. Semoga iman Santa Monika ini meresapi kita semua.
4. Belas kasihan
(3) Yesus melihat ke dalaman hati seseorang, sehingga Ia dapat merasakan dengan sungguh betapa sakitnya perasaan kehilangan itu. Respon Yesus hanya satu (1, 4A), karya Allah dinyatakan (4B).
Yesus memberikan teladan betapa pentingnya untuk menjadi sehati dan seperasaan dengan orang lain. Dengan demikian kita dapat sungguh memahami orang lain tanpa berprasangaka.
Sebagai pengikut Kristus, hendaknya kita mudah tergerak melihat situasi orang lain yang mungkin sedang membutuhkan pertolongan, tanpa berusaha menghakiminya.