21.27 -
*Gereja*
Yubelium dan Pintu Suci, apa maknanya?
Mulai 8 Desember 2015 sampai 20 November 2016 ini, kita akan merayakan sebuah perayaan maha agung, yakni Tahun Suci atau Tahun Yubileum. Melalui Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus", Paus Fransiskus mendeklarasikan Yubileum ini dalam rangka memperingati 50 tahun Penutupan Konsili Vatikan II (8 Desember 1965). Yubileum kali ini mau berpusat pada Kerahiman Allah yang Maha Besar, sehingga Yubileum ini dinamakan sebagai "Yubelium Kerahiman".
Namun, kita pasti bertanya-tanya, apa sih Yubileum itu? Kemudian jika kita mendengar kata “Yubileum” pasti menyangkut-pautkan “Pintu Suci”.
Nah, apa sih Pintu Suci itu? Supaya kita bisa paham istilah-istilah tersebut sehingga dapat merayakan Tahun Yubileum Kerahiman dengan khidmat dan maksimal, mari kita bahas satu-persatu.
Apa itu Yubelium?
Pertama-tama kita harus tahu bahwa Gereja Katolik memiliki kekayaan tradisi dan simbolisme iman yang berlimpah, sebagian dari antaranya berakar dari tradisi bangsa Yahudi, bangsa yang pertama dipilih Allah untuk menjadi sarana keselamatan seluruh umat manusia.
Kata “Yubileum” berasal dari bahasa Ibrani "yobel" yang berarti “tanduk domba jantan” atau “sangkakala”. Disebut Tahun Yobel atau Tahun Pembebasan adalah tahun ke-50 yang diatur dalam Kitab Imamat 25:1-22 sebagai tahun pembebasan bagi umat Israel.
"... Kamu harus menguduskan tahun yang kelima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yobel bagimu ..." (Im 25:10).
Yubelium dalam Gereja
Sejarah mencatat Tahun Yubileum pertama kali diadakan dalam Gereja pada masa pontifikat Paus Bonifasius VIII (1294-1303). Pada masa itu perang dan wabah penyakit mengguncang hampir seluruh kawasan Eropa sehingga banyak sekali korban jiwa berjatuhan dan penderitaan di mana-mana. Alhasil, umat pun berbondong-bondong ke Roma untuk berziarah memohon pengampunan Allah dengan melakukan silih dan tobat di depan makam St. Petrus dan Paulus.
Tren ziarah ke Roma ini mencapai puncaknya pada Natal 1299. Menanggapi hal itu, Paus Bonifasius memutuskan untuk menjadikan tahun berikutnya, yakni tahun 1300 menjadi “Tahun Pengampunan Segala Dosa”. Inilah awal dari Tahun Yubileum dalam Gereja Katolik.
Sejak saat itu, Gereja mulai secara teratur mengadakan Tahun Yubileum, awalnya diadakan setiap 100 tahun sekali, kemudian 50 tahun sekali, dan kemudian 25 tahun sekali hingga sekarang.
Yubileum 25 Tahunan ini disebut sebagai “Tahun Yubileum Biasa”. Tak jarang Tahun Yubileum diadakan di luar jangka waktu 25 tahunan tersebut, terutama ketika memperingati peristiwa Gereja yang amat penting.
Nah, Yubileum yang diadakan di luar jangka waktu 25 tahunan ini disebut sebagai “Tahun Yubileum Luar Biasa”. Contohnya adalah tahun 1983. Paus St. Yohanes Paulus II mendeklarasikan tahun 1983 sebagai Tahun Yubileum Luar Biasa guna merayakan 1950 tahun Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus. Kita merayakan Tahun Yubileum Biasa terakhir pada tahun 2000, pada saat Gereja memasuki Milenium baru, Milenium ke-3.
Paus St. Yohanes Paulus II berlutut setelah membuka Pintu Suci menyambut Tahun Yubileum Luar Biasa 1983. Nampak beliau memegang tongkat Salib khas Kepausan, yakni tongkat Salib berpalang horizontal 3 yang melambangkan kekuasaan Paus (Triregnum): Bapa para raja, Gubernur Dunia, dan Wakil Kristus.
Apa yang terjadi waktu Yubelium?
Nah, yang menjadi pusat perhatian umat pada waktu pelaksanaan Tahun Yubileum (baik Biasa maupun Luar Biasa) adalah pembukaan Pintu Suci, atau dalam bahasa Latinnya disebut “Porta Sancta”.
Jadi, pada saat Pembukaan Tahun Yubileum, Sri Paus akan membuka Pintu Suci yang terdapat di Basilika St. Petrus, Vatikan, dilanjutkan dengan pembukaan Pintu Suci di Basilika Agung St. Yohanes Lateran, Basilika St. Paulus di Luar Tembok, dan Basilika St. Maria Maggiore.
Masing-masing Pintu Suci di basilika-basilika tersebut dibuka oleh seorang delegasi Sri Paus (tapi tidak menutup kemungkinan Sri Paus sendiri yang membuka Pintu Suci di keempat basilika ini seperti pada Tahun Yubileum 2000). Keempat basilika ini adalah basilika paling utama dan paling penting dalam Gereja Katolik.
Seiring perkembangan zaman, guna memperluas kerahiman Allah di negara-negara yang jauh dari basilika-basilika utama Roma, Pintu Suci juga diletakkan di basilika-basilika kecil yang ada di seluruh Dunia, sehingga pada saat Tahun Yubileum tiba, Pintu-Pintu Suci ini akan dibuka oleh uskup setempat.
Selama Tahun Yubileum, Pintu Suci dibuka 24 jam, sehingga memudahkan umat untuk berziarah dan berdoa di depan Pintu Suci. Lalu Pada Penutupan Tahun Yubileum, Pintu Suci akan ditutup dan disegel dengan tembok.
Biasanya di dalam tembok akan ditanam sebuah kotak logam yang berisi perkamen Kepausan, medali peringatan Yubileum, dan kunci untuk membuka Pintu Suci.
Menjelang Tahun Yubileum selanjutnya, segel ini akan dibongkar dan kunci Pintu Suci akan diambil untuk disiapkan dalam Pembukaan Tahun Yubileum.
Kenapa dilambangkan dengan Pintu Suci?
Sekilas memang tidak ada yang spesial dari Pintu Suci. Sama seperti pintu-pintu gereja yang lain, Pintu Suci menghubungkan antara bagian luar dan dalam gereja. Secara fisik yang membedakan adalah Pintu Suci memiliki ukiran-ukiran khas yang berupa gambar-gambar sejarah keselamatan umat manusia, atau gambar Yesus, Maria, dan Para Kudus, biasanya disertai lambang keuskupan/kepausan.
Apa yang membuat Pintu Suci ini begitu spesial?
Secara simbolis, Pintu Suci menggambarkan Yesus Kristus sendiri. Ingatkah saat Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dialah “Sang Pintu” menuju Bapa? Dalam Yoh 10:9 Yesus bersabda, “Akulah Pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput”.
Padang rumput di sini digambarkan sebagai Sorga atau sebagai Allah Bapa, sumber segala keselamatan. Ayat ini mengingatkan kita akan sabda Yesus dalam Yoh 14:16, yaitu, “Akulah jalan, dan kebenaran, dan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
Pintu Suci juga melambangkan ‘pintu’ Kerahiman Allah yang selalu terbuka bagi seluruh umat manusia.
Kenapa demikian? Sebab kita adalah manusia yang fana, rapuh, dan mudah jatuh dalam dosa. Tanpa berkat dan bimbingan-Nya, tanpa kerahiman-Nya yang menyelamatkan, kita pasti tak berdaya melawan Iblis yang selalu mencoba menjerumuskan kita pada dosa dan maut.
Sepanjang sejarah keselamatan umat manusia, Allah selalu menolong manusia untuk selamat dan terhindar dari segala dosa karena Allah begitu mencintai kita dan tidak mau kita mengalami penderitaan kekal di Neraka.
Maka dari itu, melalui kerahiman-Nya yang tidak dapat kita selami secara nalar manusia, Dia mengutus para nabi untuk menunjukkan jalan keselamatan, pertama-tama kepada bangsa Israel, bangsa pilihan-Nya.
Hingga kemudian Dia turun ke Dunia dan mengambil rupa manusia, yang kita kenal dengan nama Yesus Kristus. Kedatangan-Nya ke dunia menjadi penggenapan nubuat para nabi sekaligus bukti cinta kasih Allah yang luar biasa besar pada kita.
Melalui Yesus-lah, dosa-dosa kita ditebus dalam pengorbanan-Nya di Salib, dan di dalam nama Yesus-lah, keselamatan umat manusia diperluas, tidak hanya bagi bangsa Israel, namun juga bagi seluruh dunia.
Tak heran jika Paus Fransiskus dalam Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus" menegaskan Yesus sebagai wajah Kerahiman Bapa.
Bukti Kerahiman Allah ini tergambar jelas dalam panel-panel logam yang terpasang di Pintu Suci Basilika St. Petrus, Vatikan, yang mana di sana terukir seluruh sejarah keselamatan umat manusia, mulai dari zaman Adam dan Hawa hingga kenaikan Yesus ke Sorga.
Selain sebagai Pintu Kerahiman, Pintu Suci juga digambarkan sebagai penghubung simbolis antara bagian luar gereja, yakni segala sesuatu yang bersifat duniawi dengan bagian dalam gereja, yakni segala sesuatu yang bersifat rohaniah dan adikodrati, tempat Allah sendiri bersemayam.
Ukiran-ukiran di Pintu Suci Basilika St. Petrus sarat akan makna teologi dan simbol.
Ketika Pintu Suci dibuka secara meriah, hal ini mau melambangkan rahmat dan kerahiman Allah yang terbuka dan mengalir memenuhi seluruh umat beriman.
Ini-lah yang mendasari pemberian indulgensi penuh kepada semua orang yang melewati Pintu Suci. Melalui indulgensi, Allah mau mencurahkan kerahiman-Nya yang besar untuk menyembuhkan luka-luka dan menghapuskan siksa-siksa dosa yang kita lakukan.
Tentu saja supaya memperoleh indulgensi (terutama indulgensi penuh), kita harus menerima Sakramen Tobat dan menyambut Sakramen Ekaristi, sebab indulgensi menghapus siksa-siksa dosa, bukan dosa-nya sendiri.
Selain itu, kita juga harus mendoakan intensi/ujud permohonan Bapa Suci yang tertera pada bulan kita akan menerima indulgensi.
Nah, setiap kali para peziarah masuk ke dalam basilika melalui Pintu Suci, mereka selalu diingatkan akan sabda Yesus, bahwa melalui Yesus lah kita dapat memperoleh Kerahiman-Nya yang terbuka setiap saat, sama seperti Pintu Suci yang dibiarkan terbuka selama 24 jam.
Maka setiap mereka mau memasuki basilika melalui Pintu Suci, mereka berlutut di depan Pintu dan berdoa dalam iman dan syukur seraya memohon kerahiman, rahmat, dan berkat Allah yang melimpah bagi dirinya sendiri, keluarga, dan orang-orang di sekitar mereka.
Sehabis itu, biasanya para peziarah akan mencium palang Pintu Suci yang telah diberi ukiran Salib ataupun ukiran yang tertera di Pintu Suci sebagai wujud devosi mereka yang mendalam pada Kerahiman Allah, sekaligus sebuah harapan penuh iman bahwa kelak mereka akan diselamatkan dalam nama Kristus.
Umat mencium dan berdoa di depan Pintu Suci basilika sebagai wujud devosi mereka yang besar akan Kerahiman Allah yang berlimpah rahmat keselamatan.
Bagaimana Pintu Suci dibuka?
Sampai pembukaan Tahun Yubileum 1975, cara membuka dan menutup Pintu Suci berbeda dari yang kita bayangkan. Jadi, palang Pintu Suci ditutup dengan menggunakan tembok, bukan pintu.
Ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, Bapa Suci akan menggetok tembok dengan menggunakan palu perak/emas sebanyak 3 kali yang melambangkan Trinitas sambil mendaraskan Mazmur 118:19 yang berbunyi, “Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada Tuhan”.
Kemudian tembok yang menutupi Pintu Suci ini diturunkan perlahan-lahan dengan menggunakan peralatan mekanik. Sehabis tembok selesai diturunkan dan disingkirkan dari palang Pintu Suci, Bapa Suci berlutut di depan Pintu Suci yang telah terbuka dan berdoa sejenak. Kemudian Bapa Suci akan melewati Pintu Suci menuju altar utama basilika diiringi nyanyian lagu “Te Deum Laudamus”.
Praktik ini berubah sejak penutupan Tahun Yubileum 1975. Palang Pintu Suci ditutup dengan menggunakan pintu berbahan tembaga yang didesain untuk Tahun Yubileum 1950, jadi tidak lagi menggunakan tembok.
Perubahan ini salah satunya dilatarbelakangi insiden di malam Pembukaan Yubileum 1975, saat Paus Beato Paulus VI terkena reruntuhan tembok yang menutupi Pintu Suci.
Walau Paus Paulus VI tidak terluka, namun kejadian ini menjadi salah satu kecemasan tersendiri bagi banyak pihak. Kini, ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, beliau cukup mendorongnya sebanyak 3 kali sambil mendaraskan Mazmur yang sama dengan Ritus Lama.
Menghayati Yubelium dan Pintu Suci Kerahiman Allah
Beruntungnya kita di Tahun Yubileum Kerahiman ini, Bapa Suci Fransiskus akan memperluas cakupan keberadaan Pintu Suci dengan menetapkan bahwa sepanjang Tahun Yubileum ini, Pintu Suci tidak hanya akan berada di basilika-basilika saja, namun juga di seluruh katedral dan tempat ziarah Kerahiman di seluruh dunia.
Maka kita tak perlu lagi jauh-jauh ke Roma atau ke Filipina atau ke mana pun yang jauh-jauh untuk memperoleh rahmat Allah melalui Pintu Suci, namun cukup ke katedral atau tempat ziarah Kerahiman terdekat yang ditunjuk keuskupan setempat. Enak kan? Nah, sekarang bagaimana kita dapat menghayati Tahun Yubileum ini dengan semaksimal mungkin?
Pertama-tama, seperti kata Bapa Suci Fransiskus dalam Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus", kita harus mau merenungkan misteri Kerahiman di setiap napas kehidupan kita, sebab di dalam Kerahiman-lah terdapat sukacita, ketenangan, dan kedamaian.
Bagaimana cara kita merenungkannya?
Ambillah waktu senggang dan cobalah membaca Kitab Suci. Karena di dalam Kitab Suci-lah seluruh sejarah Kerahiman Allah terangkum dengan sempurna. Lebih bagus lagi jika kita melakukan "Lectio Divina" saat membaca Kitab Suci sehingga buah-buah Kerahiman Allah tadi sungguh merasuk dalam hati kita.
Jangan lupa sebelum membaca Kitab Suci, berdoalah kepada Roh Kudus supaya hati, budi, dan pikiran kita dilayakkan untuk memahami Sabda Allah dalam Kitab Suci.
Dalam Lectio Divina yang dilakukan secara berkelompok, kegiatan sharing sangat bermanfaat untuk membangun iman yang kokoh pada tiap individu.
Supaya tidak salah dalam memahami isi Kitab Suci, sangat dianjurkan ketika membaca Kitab Suci, kita juga harus membaca Katekismus Gereja Katolik, sebab sangatlah berbahaya bagi iman kita jika kita sampai salah memahami Sabda Allah.
Yesus telah mewariskan Kerahiman-Nya yang Maha Agung melalui Sakramen-sakramen Suci. Dengan Sakramen-Sakramen tersebut, kita boleh diperbaharui dan dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus berkat Kerahiman-Nya yang mengarahkan kita kepada Dia, Sang Jalan Kebenaran dan Hidup.
Maka, mulai Tahun Yubileum Kerahiman ini, rajin-rajinlah mengikuti Perayaan Ekaristi dan hayati sungguh Misteri yang terkandung dalam Misa mulai dari awal sampai akhir.
Jika belum paham betul tentang Perayaan Ekaristi, kita dapat membaca bacaan-bacaan rohani dari para santo-santa juga dokumen-dokumen dan Katekismus Gereja. Sungguh sia-sia jika kita tidak betul-betul paham akan rahmat Allah yang begitu besar dicurahkan pada waktu Perayaan Ekaristi berlangsung!
Jangan lupa untuk pergi ke Adorasi Sakramen Mahakudus! Di sini-lah kita bisa bertemu dengan Yesus yang hadir dalam rupa Sakramen Mahakudus. Bicaralah pada Dia seperti kamu berbicara kepada sahabatmu sendiri, dan timbalah Kerahiman-Nya yang luar biasa besar.
Selain mengikuti Perayaan Ekaristi, kita juga harus rajin membersihkan diri kita dari kelemahan dan dosa kita lewat Sakramen Tobat. Seperti kita yang ke dokter saat sakit atau terluka, demikianlah kita ke bapa pengakuan saat diri kita dipenuhi dosa.
Tahukah bahwa Allah juga mencurahkan rahmat dan Kerahiman-Nya yang begitu besar saat kita mau mengakukan dosa-dosa kita di hadapan bapa pengakuan?
Dengan mengaku dosa, hubungan kita dengan Allah yang semula rusak karena dosa dipulihkan secara sempurna, dan kita diperbolehkan lagi menatap Allah dan mencicipi Kerahiman-Nya melalui Hosti Kudus.
Harus disadari bahwa ketika menyambut Hosti Kudus dalam Misa harus terbebas dari dosa-dosa, terutama dosa berat. Kenapa? Karena seperti yang dikatakan St. Paulus bahwa jika kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus dalam kondisi tidak layak / berdosa berat, kita telah berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan serta mendatangkan hukuman atas kita sendiri (1 Kor 11:27-29).
Maka melalui Sakramen Tobat, kita mau disadarkan bahwa kita adalah manusia yang rapuh dan lemah. Tanpa Kerahiman Allah, kita tidak akan pernah mencapai keselamatan kekal dan tidak akan pernah menikmati buah-buah Kerahiman.
Dalam Sakramen Tobat pula, kita mau dilayakkan supaya kita pantas menyambut rahmat-rahmat-Nya yang berguna bagi kehidupan kita sehari-hari. Maka mulai dari Tahun Yubileum ini, rajin-rajinlah mengaku dosa, minimal sebulan sekali.
Setelah diri kita dipenuhi buah-buah Kerahiman Allah, jangan lupa untuk membagikannya kepada sesama di sekitar kita. Tidak perlu melakukan sesuatu yang besar dulu. Dengan kita membagikan sukacita dan Terang Allah pada keluarga, teman-teman, guru atau dosen, rekan kerja, atau siapapun yang berada di dekat kita, kita sudah berperan besar dalam mewartakan rahmat dan kasih Allah.
Singkat kata, mulai Tahun Yubileum ini, kita dipanggil untuk menjadi missionaris Kerahiman yang mau sungguh-sungguh menghidupi Kerahiman Allah. Dengan menjadi missionaris Kerahiman, kita mau menjadi sukacita bagi mereka yang bersedih, sahabat bagi mereka yang kesepian, cinta dan harapan bagi mereka yang kehilangan semangat hidup, dan berkat bagi mereka yang meratapi nasib.
Dengan menjadi missionaris Kerahiman, kita mau melakukan 14 karya belas kasih seperti yang dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik, yakni;
7 karya belas kasih jasmani
1. Memberi makan kepada orang yang lapar.
2. Memberi minuman kepada orang yang haus.
3. Memberi perlindungan kepada orang asing.
4. Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.
5. Melawat orang sakit.
6. Mengunjungi orang yang dipenjara.
7. Menguburkan orang mati.
7 karya belas kasih rohani
1. Menasihati orang yang ragu-ragu.
2. Mengajar orang yang belum tahu.
3. Menegur pendosa.
4. Menghibur orang yang menderita.
5. Mengampuni orang yang menyakiti.
6. Menerima dengan sabar orang yang menyusahkan.
7. Berdoa untuk orang yang hidup dan mati.
Sungguh indah melayani dan berbagi kasih kepada sesama!
Mari, kita sambut Tahun Yubileum Kerahiman ini dengan mau membuka diri kita dengan rahmat Kerahiman-Nya yang begitu besar melalui Gereja, sehingga kita berani menjadi missionaris Kerahiman yang mau menyebarkan Sukacita Injil kepada Dunia!
(Sumber: Warta KPI TL No.132/IV/2016 »fb ditulis oleh: Benediktus Diptyarsa Janardana, Referensi: http://katekesekatolik.blogspot.co.id/...;https://www.ewtn.com/jubilee/histor...; http://www.katolisitas.org/577/cara...; http://catholicstraightanswers.com/...)