Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Senin, 18 Januari 2016: Hari Biasa II - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: 1 Sam 15:16-23; Mzm 50:8-9, 16bc-17, 21, 23; Mrk 2:18-22)
1. Pamer kesalehan
Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama dengan mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada bahu yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya.
Demikian juga tidak seorangpun mengisi anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula."
Renungan:
Renungan:
Manusia cenderung menganggapi diri/kelompoknya yang paling benar. Pada saat yang sama kerap menganggap orang/kelompok lain salah. Orang kemudian menjadi picik dan tidak mau terbuka terhadap sesuatu yang baru. Akibatnya, kerap kali terjadi pemaksaan kehendak pada pihak lain.
Yesus bukan menolak kebiasaan puasa tapi menunjukkan sesuatu yang paling penting saat itu ialah kehadiran-Nya dan ajaran baru yang ditawarkan-Nya.
Untuk menerima Dia dan ajaran-Nya, manusia harus mengubah sikap, menyesuaikan diri dan menjadi pribadi baru. Manusia harus terbuka pada sabda-Nya.
Kedua perumpamaan itu berbicara tentang orang Yahudi yang telah lama terjebak dalam ritual agama yang kosong. Mereka memang melakukan semua tuntutan agama, tetapi berdasarkan pemahaman yang keliru.
Mereka melakukan itu bukan karena merasakan kebutuhan untuk bersekutu dengan Allah. Bahkan ada yang melakukan karena ingin pamer kesalehan. Parah bukan?
Sebab itu Tuhan ingin menyatakan bahwa ritual agama yang membuat hubungan manusia dengan Tuhan menjadi gersang seharusnya tidak digunakan. Roh Allah tak dapat bekerja leluasa dalam kegersangan demikian.
Peringatan Yesus kiranya membuat kita bercermin. Adakah kebiasaan ke gereja di hari Minggu dan waktu teduh setiap hari masih menyegarkan kerohanian kita? Atau kita melakukan semua itu karena sudah terlanjur menjadi kebiasaan dan kita merasa tidak afdol bila tidak melakukannya? Kiranya Roh Kudus menyegarkan dan membarui kita.