Pages

Kamis, 21 Januari 2016

Yesus sahabat dalam perjalanan



Lima tahun pertama saya menjadi imam di Afrika, saya mengalami suatu kekeringan yang luar biasa.

Tidak ada sukacita dalam hati saya ketika merayakan misa maupun melayani umat dari pagi sampai malam. Hal inilah yang menyebabkan saya malas menjadi imam, meskipun tidak ada dalam pikiran saya untuk keluar sebagai imam.

Pada suatu hari saya diutus untuk merayakan misa di kampung lepra. Karena orangnya sedikit, maka romo paroki meminta saya memberikan komuni dalam dua rupa, yaitu hosti dan anggur.

Pada saat mengambil hosti, mereka kesulitan mengambilnya karena tangannya penuh dengan luka akibat penyakitnya.

Sesudah memberikan komuni pada umat, saya harus menghabiskan anggur yang sudah dikonsekrasi. Meskipun ada perasaan tidak nyaman, saya berjuang untuk menghabiskannya karena saya sadar bahwa itu adalah Tubuh dan Darah Kristus.

Pada saat saya minum anggur, tiba-tiba pikiran saya dibukakan oleh-Nya. Saya diingatkan bahwa Yesus berada dalam hosti dan anggur, dan apa yang saya makan dan minum itu berasal dari piala penderitaan.

Sejak saat itu saya menyadari bahwa tidak ada pemimpin di dunia yang  mengajarkan menghadapi penderitaan dengan minum cawan, kecuali Yesus.

Perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi telah mengubah hidup saya. Pengalaman rohani ini mengajarkan saya untuk selalu bersyukur dalam segala hal, hasilnya ... jiwa saya mengalami ketenangan yang luar biasa.

Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau (Ayb 42:5).

Marilah kita belajar dari Luk 24:13-35:

[13-14] Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem,  dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi

» Kebangkitan Kristus seharusnya membuat para murid Yesus bersukacita karena mengalami kemenangan, tetapi mereka mengalami dukacita, kekalahan dan kematian. Mengapa?
Alasan: (1) Emaus terletak sebelah Barat, Yerusalem terletak sebelah Timur. Para murid berjalan menuju ke Emaus, menuju ke arah matahari terbenam, menuju kegelapan


[15-17] Ketika mereka sedang bercakap-cakap,
datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Maka berhentilah mereka dengan muka muram


» Alasan: (2) apa yang mereka pikirkan berbeda dengan apa yang Tuhan kehendaki (Bdk. Mat 19:16-22).

Yesus selalu masuk dalam perjalanan hidup kita, tetapi karena kesibukan dunia menjadikan kita kurang peka dengan kehadiran-Nya yang membebaskan.

[18-24] Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari belakangan ini?”

Kata-Nya kepada mereka: “Apakah itu?” Jawab mereka: “Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya.

Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. ...”

» Alasan (3) Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Allah adalah pencipta, maka mulut bibir kita juga dapat menciptakan sesuatu

Dalam percakapan para murid tidak memikirkan tentang yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang sedap di dengar (Flp 4:8) sehingga mulut bibirnya menggemakan tragedi kehidupan.

Hal inilah yang menyebabkan mereka putus asa dan pesimis dalam menjalani kehidupan.

[25-27] Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?”

Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi

» Untuk menikmati kemuliaan, seseorang harus berani menyerahkan diri menjadi roti yang dipecah-pecahkan bagi orang lain. Jadi, perbaharuilah budimu sehingga dapat membedakan manakah kehendak Allah (Rm 12:2).

[28] Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalan-Nya

» Tuhan tidak mau dibatasi oleh  manusia, maka Dia ingin terus berjalan.

[29] Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir tenggelam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka.

» Sebagai orang beriman masih mempunyai perasaan belas kasih meskipun perasaannya kecewa.

[30-31] Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.

Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. 

» Dalam perjalanan rohani, seringkali kita bercakap-cakap tentang Tuhan tetapi tidak mengenal-Nya secara pribadi. 

Hal ini terjadi karena kita belum bertobat sehingga ada selubung yang menutupi hati kita  (2 Kor 3:15-16).

[32] Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?”

» Ketika merasakan kehadiran Tuhan, hati mereka berkobar-kobar. Hal ini terjadi karena Tuhan telah melemparkan api kasih-Nya kepada mereka (Bdk. Luk 12:49).

[33] Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem.

» Orang yang mengalami kebangkitan akan bisa melihat dengan jelas misi Yesus datang ke dunia, mereka berjalan ke arah Matahari Sejati sehingga mempunyai terang hidup (Mat 1:21; 1 Kor 15:14, 17; Yoh 8:12; Why 22:5). 

Orang-orang yang mengalami paska atau kebangkitan akan selalu bersukacita dalam segala situasi.

Hal ini terjadi karena mereka mengenal Kristus melebihi segala sesuatu, mereka mampu berlutut dan menyerahkan hidupnya secara radikal sehingga memperoleh kekuatan meskipun berada dalam penderitaan.

Marilah kita mempercayakan diri kepada Kristus karena Dia adalah sahabat sejati yang tidak pernah mengecewakan, Dia terus berjalan bersama kita walaupun kadang kita kurang percaya.

Kamu adalah sahabat-Kujikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu (Yoh 15:14).

(Sumber: Warta KPI TL No.129/I /2016 » Renungan KPI TL tgl 4 April 2015, Rm Anton R SVD).