Ketika berumur 14 tahun, dalam sekejap mata Tuhan menganugerahkan kekuatan batin. Ia terus maju di jalan hidup yang “baru” ini, yang bermuara ke dalam arus cinta kasih yang tak terbendung lagi, menjadi penyerahan total kepada Tuhan dan sesama dalam hidup membiara di Biara Karmel di Lisieux.
Ketika berumur 21 tahun ia sudah sampai kepada penemuan “Jalan Kecil”nya yang kemudian tersohor itu, dimana cinta kasih, kepercayaan kepada Tuhan dan penyerahan diri secara total dihayati sepenuhnya. Meninggal dunia 30 September 1897.
St. Theresia hanya menekankan kesederhanaan ajaran Injil dan menjauhkan kita dari kebingungan karena cara yang berbelit-belit, intelektualisme yang sukar (membuang matematika dari dalam iman).
Marilah kita mencurigai pengetahuan yang kita miliki, pandangan, teori dan metode-metode kita. Jika semua itu memberikan suatu rasa harga diri, perasaan memiliki suatu hikmat, hendaknya itu dikesampingkan. Mungkin di situ ada banyak penipuan diri dan pandangan-pandangan yang keliru.
Penderitaan sebagai sarana yang penting untuk membimbing manusia, supaya mencintai Dia, merasa bahagia dalam mencintai Dia, guna lebih memuliakan Cinta yang penuh Belas Kasih.
Kesabaran adalah akar dan pemeliharaan kerendahan hati, senantiasa diuji oleh penderitaan-penderitaan.
Kasih adalah asal mula dari segala-galanya dan merupakan tujuan akhir kesempurnaan dan kekudusan.
Kekudusan tidak terdapat dalam perbuatan, melainkan sikap hati yang membawa kita ke dalam tangan Tuhan, dengan rendah hati dan kecil, menyadari kelemahan kita dan percaya penuh akan kebaikan Ke-Bapaan-Nya.
Kerendahan hati sejati adalah mengarahkan mata, pandangan jiwa, keluar dari diri sendiri (melupakan/menganggap diri sendiri tidak berarti apa-apa).
Kepercayaan adalah kunci “Jalan Kecil” untuk menjaga keseimbangan jiwa yang menghasilkan mujizat.
Kerendahan hati dan kepercayaan adalah garis penghubung antara hidup mistik, di mana tindakan ilahi secara definitif mulai menguasai yang manusiawi, membawa jiwa kepada kesadaran akan tidak berartinya di hadapan Tuhan.
Jika jiwa secara radikal mengesampingkan dirinya kepada Roh Kudus, menyerahkan diri kepada Roh Tuhan, maka mulai suatu hidup ilahi yang benar-benar, memasuki jalan kekudusan.
Kerendahan hati tanpa kepercayaan akan menjadi sikap pengecut/putus asa.
Kepercayaan tanpa kerendahan hati akan menjadi sikap sok dan gegabah.
Penyangkalan diri (karya Roh Kudus - yang menghasilkan, yang merealisirnya dalam diri kita) adalah sikap jiwa yang sama sekali tidak hidup bagi diri sendiri, sikap tulus dan tetap, keputusan yang bertujuan memalingkan jiwa dari kecenderungan kodratinya yang mau menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat hidupnya, suatu niat yang tertuju pada: tidak memikirkan diri sendiri, mau mengesampingkan diri sendiri (mengarahkan hati kepada Tuhan dengan melepaskan diri sendiri).
Sekian banyak orang membaca Injil, namun tidak menemukan apa-apa di dalamnya, akibatnya sama sekali tidak tersentuh. Karena mencari di situ sesuatu yang tidak ada (mendekatinya secara intelektuil, mencari ide-ide/pikiran-pikiran baru), sedangkan yang ada diabaikan.
Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus adalah seorang kudus yang mencurahkan pengalamannya tentang Kitab Suci, Kristologi, Eslesiologi, Mariologi (dituangkan dalam Konsili Vatikan II).
Ajaran-ajarannya menunjukan kebenaran fundamental dan universal telah memukau dan mempengaruhi tokoh-tokoh besar dunia dari pelbagai agama, bangsa dan profesi (Paus, teolog, psikolog, politikus, artis, atlet, pekerja sosial, dan banyak kalangan lain).
Kendati dia tidak pernah keliling dunia, hidup dan pengaruhnya telah menjelajah dunia, sebelum era globalisasi muncul.
23 April 1923 Theresia dinyatakan seorang Beata, oleh Paus Pius XI, yang menyebutnya : “Bintang masa jabatannya”
Oleh karena banyaknya rahmat yang diperoleh berkat perantara Theresia, maka peraturan gereja yang menentukan bahwa seseorang baru dapat dinyatakan sebagai seorang beato/a sesudah 50 tahun meninggalnya, tidak berlaku bagi kasus ini.
17 Mei 1925, Paus Pius XI, DI Gereja St Petrus di Roma, menyatakan Theresia sebagai seorang “Santa” dengan gelar “orang kudus terbesar jaman modern”
Sebagai Sabda Allah yang turun ke dunia untuk menunjukkan kepada manusia jalan kecil kanak-kanak. Sabda Allah harus diresapkan dalam hati dan kemudian diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, karena Kitab Suci selalu “up to date”. Ia senantiasa baru setiap pagi bagaikan sang surya dan segar laksana sekuntum bunga. Yesus dan amanatnya merupakan suatu kenyataan dan suatu rencana yang selalu berlaku.
14 Desember 1927, Paus Pius XI mengangkat Theresia sebagai “Pelindung semua missionaris dan tanah misi di seluruh dunia”, seperti St. Fransiskus Xaverius.
3 Mei 1944, Paus Pius XII mengangkat Theresia sebagai “Pelindung negara Perancis”, sama seperti St. Joan of Arc.
19 Oktober 1997, Paus Yohanes Paulus II , memberi gelar Pujangga Gereja (meskipun tidak pernah kuliah/membuat penelitian ilmiah).
Ia menjadi pewarta kasih Allah, agar kita berani menaruh seluruh harapan akan kasih kerahiman Tuhan dengan dasar iman ( kita diselamatkan berkat rahmat Tuhan).
Sekelumit teladan yang Theresia Lisieux berikan:
Ketika sakit ia pernah kurang sabar terhadap seorang suster yang secara tidak bijaksana meminta sesuatu kepadanya. Katanya kepada suster lain, “Saya senang sekali, bahwa dia telah melihat ketidak sempurnaanku. Saya merasa dikuatkan oleh pikiran bahwa suster tadi sudah melihat aku kurang kebajikan, aku gembira melihat diriku sebagaimana adanya”.
Kesabaran adalah akar dan pemeliharaan kerendahan hati.
- Ada seorang suster dalam komunitas dalam segala macam hal menjengkelkan (tingkah laku, kata-kata, dan wataknya). Karena tidak mau menyerah kepada perasaan antipati terhadapnya.
Setiap kali berpapasan dengan dia, saya berdoa dan mempersembahkan kepada Allah segala jasa dan kebaikannya (tak ada seorang seniman “Tuhan” pun yang tidak gembira bila karyanya dipuji orang); sedapat mungkin juga menyumbangkan jasa dan berusaha seramah mungkin tersenyum.
Pada suatu hari dengan sangat ramahnya dia memandang seraya bertanya, “Apakah yang menyebabkan Anda terpikat pada diriku. Setiap kali Anda melihat saya, Anda tersenyum?”
Saya menjawab bahwa saya tersenyum kepadanya karena senang melihat dia ( “Akh, apa yang memikat hatiku adalah Yesus dalam lubuk hatinya... Yesus sendiri yang membuat semua kepahitan jadi manis). Karena cinta terhadap sesama terletak pada perbuatan dan bukan perasaan.
- Saya mengerti bahwa salah seorang suster keliru membawa lampunya, padahal sangat dibutuhkan. Daripada bersedih, saya malahan senang dapat merasakan kemiskinan bukan hanya terletak dalam melepaskan sesuatu yang menyenangkan tetapi juga barang-barang yang sangat dibutuhkan. Dengan demikian batinku diterangi, sementara secara lahir duduk dalam gelap.
- Theresia sering mengalami rasa kantuk dan tertidur waktu berdoa bersama, karena badannya lemah, sering kurang tidur waktu malam, sehingga saat doa dijadikan sebagai ganti rugi. Namun ia berjuang terus menerus, maka perlahan-lahan dalam dirinya muncul sikap menyerahkan diri, menjadi rendah hati dan penuh pengharapan.
Beranikah kita memegang tangan Yesus dalam perjalanan hidup kita? Dengan sikap seperti anak kecil: tidak selalu melihat, namun percaya penuh, dan berjalan dengan tak gentar dalam situasi yang belum tentu menyenangkan.
Gereja Katolik mempunyai banyak mutiara yang sangat berharga, dilupakan begitu saja. Marilah kita menggali kekayaan Gereja Katolik, agar hidup iman kita lebih diperkaya.
Pesta St. Theresia Lisieux 1 Oktober
(Sumber: Warta KPI TL No. 01/V/2004 dan No. 02/VI/2004).
Artikel terkait