Pages

Selasa, 17 November 2015

Penyertaan Allah

Bangsa Israel harus melewati laut Teberau dan padang gurun sebelum memasuki Tanah Terjanji. 

Demikian juga kita, kalau ingin menikmati kebahagiaan dan keindahan Tanah Terjanji, maka suka atau tidak suka, kita juga harus melewati semua resiko kehidupan di dunia ini, bagaikan bahaya di padang gurun.

Ada 4 bahaya yang mereka hadapi ketika melewati padang gurun selama 40 tahun:

1. Kekurangan air dan makanan.

2. Sewaktu-waktu badai pasir, bisa menerbangkan pasir, dapat menimbun hidup-hidup para pejalan kaki.

3. Ada lumpur gurun (berawa-rawa), yang lengah dapat menginjak lumpur pasir, bisa terjebak dan terseret lautan lumpur pasir itu. Pada saat itu hanya unta satu-satunya kendaraan yang bisa melewati padang pasir, karena dia bisa menditeksi bahaya lumpur.

4. Bahaya cuaca, cuaca di padang gurun sangat ekstrim, siang panas sekali, kalau malam hari dingin sekali.

Ada 3 peristiwa yang berarti di dalam Allah menuntun bangsa Israel; di dalam Allah membentuk umat Israel menjadi seperti apa yang Allah mau (Kel 13:1-12).

1. Korban Paskah, menyembelih anak Domba Paskah berarti: menerima penebusan, pengampunan dan penyucian dari Allah (lambang pertobatan) – harus disucikan dulu dari perbudakan/pencemaran dosa-dosa, ada korban penebusan.

Dalam PL, penebusan menggunakan darah hewan; sedangkan dalam PB, darah Anak Domba sebagai penebusan umat manusia. 

Ketika Yesus menebus kita, kita memiliki sebuah meterai kekal, satu kali stempel untuk selama-lamanya. Perjanjian itu tidak bisa batal apalagi gagal, oleh sebab apa pun – harus kita imani dan percayai menjadi milik kita yang kekal.

Demikian pula pada saat kita mengikuti Misa, kita menerima Tubuh dan Darah Yesus sebagai meterai penebusan dan sekaligus mengingatkan kita pada pembaharuan pertobatan yang perlu kita lakukan terus menerus.

Jika kita hidup dalam pertobatan terus menerus, maka kita merasakan penebusan yang sejati dari Allah, kita akan merasakan kasih setia Allah. 

Karena dalam keadaan apa pun Allah tidak pernah menarik janji dan jaminan-Nya.

Misalnya: bangsa Israel, bangsa pilihan; terkenal paling sombong dan tidak pernah menawarkan syalom (perdamaian). Tetapi rencana Allah tidak mungkin gagal berdasarkan panggilan-Nya. .... Seluruh Israel akan diselamatkan ... Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya (Rm 9-11). 

2. Makan roti yang tidak beragi tujuh hari lamanya.

Roti yang tidak beragi adalah firman Tuhan. Dalam PB, roti lambang dari firman Allah. Firman Tuhan adalah makanan sehari-hari bagi roh kita

Makanan yang kita makan harus makanan yang sehat, kalau kita salah makan maka kita bisa sakit, tersesat bahkan memiliki kerohanian yang mati. 

Firman Allah harus menjadi kebutuhan pokok kita karena firman Allah yang kekal menjadi daging di dalam diri Yesus, itulah yang mampu menghidupkan kita.

Tidak tahukah kamu, sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan? Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. jikalau seseorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang kuberikan itu adalah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia (1 Kor 5:6; Yoh 6:51)

3. Penyertaan Allah dalam tiang awan dan tiang api (Kel 13:17-22).

Allah tidak menuntun mereka melalui jalan yang paling dekat, walau pun ada jalan pintas. Karena Allah menuntun umat-Nya menurut yang Tuhan mau, bukan yang bangsa Israel mau.

Tuhan berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam.

Tiang awan (firman Tuhan) - firman Tuhan inilah yang menaungi kita dari serangan-serangan si jahat. 

Tiang api (Roh Kudus) - Roh Kudus inilah yang menuntun dan menerangi jalan kita dalam dunia yang penuh kegelapan.

Melalui peristiwa ini Allah mau menunjukkan kesetiaan-Nya pada bangsa Israel di masa lalu, demikian juga pada kita dimasa kini. 

Di dalam Allah menyertai kita, di sana Allah juga hadir untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran - memurnikan karakter umat-Nya (2 Tim 3:16).

Marilah kita belajar dari murid-murid Yesus (Mrk 4:35-41)

Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus ... Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 

Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” 

Ia pun bangun, menghardik angin itu ... Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

» Murid-murid Yesus mengambil alih ‘kemudi’, karena mereka berpikir Yesus hanyalah anak seorang tukang kayu, tidak mengetahui apa-apa tentang perahu dan pelayaran. Mereka juga merasa sudah pakarnya dalam menyeberangi danau seperti itu. Itulah sebabnya mereka membiarkan Yesus tertidur.

Di sinilah letak kelemahan murid-murid Yesus, yang sering juga menjadi kelemahan kita. Seringkali kita tidak merasakan kehadiran dan penyertaan Allah setiap hari, karena merasa sepele persoalan-persoalan yang kita hadapi, menganggap sudah pakarnya, punya pengetahuan dan kepandaian sehingga kita terperangkap untuk mengandalkan diri sendiri; pimpinan dan perlindungan Allah hanya bila kita perlukan sesuai keinginan kita.

Oleh karena itu, betapa beratnya perjalanan yang harus kita lalui selama hidup di dunia ini, kita tidak perlu gentar, sebab Tuhan berjanji menyertai kita sampai akhir zaman.

Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau (Yes 43:1-2)

Aku telah memanggil engkau dengan namamu – engkau ini kepunyaan-Ku.

Apabila engkau menyeberang melalui air atau melalui sungai-sungai – Aku akan menyertai engkau, engkau tidak akan dihanyutkan.

Apabila engkau berjalan melalui api – engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.

Jadi dalam menjalani kehidupan ini kita seharusnya mengetahui visi yang Tuhan berikan, sehingga hidup kita ini bisa berarti bagi dunia. 

Janganlah kita hidup hanya sekedar mengalir saja, tapi juga harus tahu mengalir ke mana (punya tujuan dan sasaran).

(Sumber: Warta KPI TL No. 49/V/2008; Renungan KPI TL Tgl 10 April 2008, Dra Yovita Baskoro, MM).