Di dalam kehidupan ini tidak ada segala suatu kejadian yang kebetulan. Di mana kita berada di zona kenyamanan/keterbatasan (diberkati/tidak diberkati) - semuanya disayang Tuhan.
Karena Tuhan melihat setiap kita berbeda satu dengan yang lain, manusia itu unik di hadapan Tuhan.
Ketika orang percaya diberikan kelimpahan dengan tidak ada syaratnya (memiliki semuanya semakin berkembang/makmur) - justru saat-saat seperti itulah zona yang paling berbahaya di dalam kehidupannya. Kalau kita tidak bisa menguasai, seringkali kita diperhamba oleh apa yang kita punyai. Misalnya: uang.
Sebenarnya uang tidak punya kuasa, yang punya kuasa adalah orang yang memiliki uang. Tetapi kenyataannya adalah uang yang punya kuasa sehingga semuanya dapat dibeli ... (jabatan, kekuasan, termasuk orang).
Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka ... lebih menuruti hawa nafsunya daripada menuruti Allah (2 Tim 3:2-4).
Pada saat-saat kita mengalami keterbatasan/tidak punya apa-apa/serba kekurangan, biasanya kita bergantung sepenuhnya pada kemurahan Tuhan. Dan seringkali hidup kita lebih aman karena kita tidak memikirkan hal-hal yang bisa membuat kita bisa murtad di hadapan Allah.
Tuhan bisa membuat rancangan Iblis yang jahat menjadi kebaikan bagi kehidupan kita.
Misalnya: Ayub. Meskipun dia diberkati secara luar biasa hatinya tidak sombong (saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan).
Demikan pula ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan (kehilangan anak-anaknya dan kekayaannya; mengalami sakit barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya), dia tidak kepahitan luar biasa.
Karena dia mampu menjadikan Tuhan sebagai Raja di dalam kehidupannya, sikap hatinya tidak berubah sehingga dia mempunyai hikmat kebijaksanaan dan dapat menyikapi masalahnya secara benar.
Zona yang paling berbahaya bagi orang rohaniawan bukan ketika dia berada di kaki gunung, tetapi ketika dia berada di puncak gunung. Bukan ketika pada waktu dia baru belajar untuk mengenal suara Tuhan, tetapi ketika dia merasa Tuhan bicara dan dia mampu mendengarkan suara Tuhan. Hal ini diperlukan discerment (pembedaan roh). Karena yang paling sulit dibedakan adalah suara Tuhan dan suara diri sendiri.
Mendengar suara Tuhan bukan hal yang istimewa. Kalau suara setan gampang dibedakan karena selalu membawa ketidak nyamanan/membawa dosa di dalam kehidupan kita.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku (Yoh 10:27).
Seringkali anak Allah/orang percaya sikap hatinya tidak berhati-hati, terlena dengan statusnya dan tanpa sadar mereka menyalah gunaan rahmat yang Tuhan berikan. Jika sikap mereka tidak pernah berubah, maka kelak ketika Yesus datang sebagai Raja dan memerintah; mereka masih membuat pesta yang lain dan tidak ikut di dalam pesta Sang Raja, maka mereka akan kehilangan anugerah/apa pun yang dipunyai dalam sekejab dan terbuang dari dalam Kerajaan Sorga.
- Pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya.
Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: “Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba...makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkanya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia (Luk 12:42-46).
- Pada waktu Maria mengurapi kaki Yesus, sebenarnya Yesus memproklamirkan diri-Nya sebagai raja (Yoh 12:1-8; Bdk. Kid 1:12).
Sebagai murid, Yudas Iskariot sering mencuri uang gurunya yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Ia berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” ~ Hatinya sudah sarat dengan kejahatan/kemerdekaan. Ketika bertemu Yesus bukan lagi sebagai guru tapi raja, sikapnya tidak pernah berubah. Padahal yang dia hadapi berbeda; ucapan yang ke luar dari mulut itu lambang hatinya.
Yesus masih memberi kesempatan padanya saat perjamuan malam terakhir, tetapi hatinya bebal meskipun sudah ditegur Tuhan (“Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot). Sesudah menerima roti itu, ia ke luar dan kerasukan Iblis ~ dia sikapnya tidak berubah, tidak melakukan penyangkalan diri (Yoh 13:21-30).
- Anak sulung dalam perumpamaan anak yang hilang adalah tipe orang yang setia secara manusiawi/jasmani (Luk 15:11-32).
Ketika bapanya membuat pesta untuk adiknya yang telah kembali dengan sehat, marahlah si sulung. Dia tidak mau masuk ke dalam pesta itu karena telah bertahun-tahun dia melayani bapanya belum pernah melanggar perintah tetapi belum pernah bapanya memberikan seekor lembu untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Lalu bapanya keluar dan berbicara dengan dia (membujuk/menasehati).
Ketika Tuhan memberikan karunia pandai berbicara, di sorga berpesta dan Raja berkata: “Luar biasa hari ini Aku punya anak-anak yang bisa menjadi marketing sorgawi.”
Kalau tidak berhati-hati, kita bisa pesta sendiri dengan tipu sana sini.
Ketika Tuhan memberkati kita dengan mengirimkan jiwa-jiwa di tengah pelayanan kita ~ terjadi begitu banyak jiwa-jiwa baru yang bertobat dan diselamatkan.
Pada saat itu Bapa di sorga berpesta dan berkata: “Yesus luar biasa, pengorbanan-Mu tidak sia-sia, jiwa-jiwa ditambahkan. Mereka bertobat dan menerima Engkau.”
Kalau tidak berhati-hati, kita sebagai anggota gereja akan membuat pesta sendiri dan berkata: “Luar biasa, banyak umat datang, anggotanya ditambahkan. Wow ... jumlah kita hari lepas hari makin besar. Kita punya komunitas makin besar.”
Ketika Tuhan mengangkat orang-orang yang pas sebagai pelayan-pelayan-Nya, di sorga berpesta dan Raja berkata: “Haleluya ... luar biasa Aku punya pelayan-pelayan yang siap membawa kabar baik, siap melayani anak-anak-Ku dan domba-domba-Ku di muka bumi pasti terpelihara.”
Kalau tidak berhati-hati, kita akan membuat pesta sendiri dan menerima penghormatan dari orang lain yang berkata: “Wow ... dia hamba Tuhan yang luar biasa.” ~ sikap hati kita lama-lama hanya berfokus pada diri kita bukan kepada Tuhan ... lama-lama kita menjadi seperti raja.
Ketika Tuhan memberikan urapan yang luar biasa, di sorga berpesta dan Raja berkata: “Wow ... hari ini seseorang telah Aku urapi, dia merupakan Aku yang luar biasa. Sekarang Injil bisa diberitakan di mana-mana dengan kuasa yang Aku berikan kepadanya secara luar biasa.”
Kalau tidak berhati-hati, kita akan membuat pesta sendiri dan berkata: “Sekarang aku terkenal, kalau bukan aku ...”
Ketika semakin hari semakin kaya/memiliki segala-galanya karena usaha/pekerjaan kita diberkati.
Maka di sorga berpesta dan Raja berkata: “Luar biasa hai penghuni sorga, hari ini kita punya bendahara baru di muka bumi. Orang itu dalam tubuh Kristus, sebagai tangan yang memberi.”
Kalau tidak berhati-hati, kita akan membuat pesta sendiri dan berkata: “Wow ... luar biasa, Tuhan memberkati saya. Ini bisa dipakai untuk warisan tujuh keturunan.” atau “Enak aja orang itu, wong saya susah setengah mati carinya kok harus diberikan pada orang lain.”
Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi. Supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa seluruh penduduk bumi ini (Luk 21: 34-35).
Jika kita ingin me-Raja-kan Yesus dalam kehidupan kita, jangan kita membuat pesta pora sendiri.
Langkahnya:
1. Masuk ke dalam diri kita, lihat kelemahan/kelebihan kita yang paling besar. Semua orang percaya harus tahu jebakan apa yang Iblis sediakan - biasanya kita didorong dikelebihan kita, sesudah berada di puncak, kita dijatuhkan di kelemahan kita.
Perjalanan paling jauh bagi seorang peziaraah bukan di muka bumi, tapi masuk ke dalam dirinya sendiri dan tidak akan pernah selesai-selesai.
(Baca juga: Ziarah ke pulau Puri Batin).
(Baca juga: Ziarah ke pulau Puri Batin).
2. Jaga sikap hati. Disposisi hati selalu dijaga dan dibenahi.
3. Refleksikan seluruh kehidupan setiap malam sebelum tidur.
Marilah kita belajar dari Ratu Wasti (Est 1):
Raja Ahasyweros mengadakan perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya selama seratus delapan puluh hari. Dia memamerkan kekayaan kemuliaan kerajaannya dan keindahan kebesarannya yang bersemarak.
Perjamuan itu dilanjutkan tujuh hari lagi bagi seluruh rakyatnya, orang besar sampai kepada orang kecil ~ lambang Allah yang juga suka memamerkan mempelainya.
Misalnya: Ayub (Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. – Ayb 1:8).
Minuman yang dihidangkan dalam piala emas yang beraneka warna, dan anggurnya ialah anggur minuman raja yang berlimpah-limpah, sebagaimana layak bagi raja ~ minuman raja disediakan bagi rakyat berlimpah-limpah.
Adapun aturan minum ialah: supaya mereka berbuat menurut keinginan tiap-tiap orang, tiada dengan paksa.
Menurut sejarawan rohani Yunani Herodatus, raja Ahasyweros adalah seorang yang dalam segi fisik okey (berpawakan tinggi, ganteng), pintar berperang, playboy dan pencemburu.
Ratu Wasti menolak apa yang diinginkan raja, padahal permintaan itu sangat sederhana, yaitu: sang ratu diminta menghadap sang raja dengan memakai mahkota kerajaan untuk memperlihatkan kecantikannya kepada sekalian rakyat dan pembesar-pembesar. Mengapa dia menolak? Sehingga karena kebodohannya dia kehilangan mahkotanya!
Dengan alasan tiada paksa maka ratu Wasti menolaknya, karena ratu berpesta sendiri, tidak masuk dalam pesta Sang Raja.
Dia terlena dengan statusnya sehingga lupa berbicara dengan siapa; dia tidak menyadari bahwa yang memanggilnya adalah suaminya yang sebagai raja.
Marilah kita masuk dalam visi misi yang Tuhan mau lakukan dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat masuk ke dalam pesta yang sama dengan pestanya Sang Raja.
(Sumber: Warta KPI TL No. 51/VII/2008; Renungan KPI TL Tgl TL 5 Jni 2008, Dra Yovita Baskoro, MM)