Manusia adalah pendosa, bukan saja karena ia berdosa secara pribadi, namun juga karena ia lahir dan berada dalam dunia yang diselimuti dosa.
Setiap manusia masuk dalam satu sejarah dosa, yang ditempatkan – dalam tradisi biblis - pada awal, sebagai yang mengawali sejarah manusia dan meresapi semua manusia.
Dosa pertama dikembangkan oleh dosa-dosa yang menyusulnya dan turun temurun meresapi hidup semua sehingga manusia terbelenggu olehnya.
Manusia menjadi kecanduan nafsu memiliki dan menguasai sehingga tidak mampu lagi melihat kebahagiaan yang sesungguhnya.
Yesus Kristus memberikan rahmat pembebasan kepada kita dan rahmat ini tidak cukup direguk hanya dalam pembaptisan melainkan terus menerus dalam perjalanan hidup kita, antara lain dalam meditasi.
Doa ini akan memberi kita kebebasan dari belenggu kecanduan akan hal-hal yang justru menjauhkan kita dari kebahagian sejati.
Jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya (Kej 4:7).
Menurut Agustinus, kejahatan (malum) adalah suatu privatio (kekurangan) dari realitas (yang baik).
Sebab kejahatan bukanlah kesalahan Tuhan melainkan kesalahan yang ada dalam ciptaan (manusia). Kesalahan itu berupa menaruh akal budi dibawah keinginan-keinginan, ketidaktaatan pada hukum-hukum ilahi - perbuatan atau kata-kata atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi (kehendak Tuhan yang memerintahkan dipeliharanya tata kodrati dan melarang diganggunya tata itu).
Mengapa manusia sampai menjauhkan diri dari Tuhan? Karena manusia dianugerahi kehendak bebas. Keputusan untuk mengikuti hukum abadi atau tidak, ada pada manusia itu sendiri.
Setan tidak memiliki kuasa untuk memaksa manusia. Oleh karena itu tidak seorang pun boleh menyalahkan Allah karena dosa-dosanya.
Exultet yang dinyanyikan pada malam Paska membandingkan keluarnya Israel dari Mesir dan kebangkitan Kristus.
Pada Paska yang pertama domba Paska yang disembelih menjadi alat bukti dihancurkannya tiranni kekuasaan Firaun.
Pada Paska yang kedua, korban Kristus, Domba Paska, menghancurkan tiranni dosa. Karena penebusan agung yang Kristus buat ini, penyanyi menyanyikan dosa Adam: “Dosa Adam sungguh perlu ... dosa yang sungguh membahagiakan”. Kenangan akan dosa Adam menimbulkan pikiran akan penebusan.
Lagu ini menunjukkan bagaimana kemampuan manusia untuk memberontak tidak menggiring manusia kepada hukuman abadi melainkan ke mujizat cinta dan kasih setia Allah.
Dosa Adam memberikan kondisi yang perlu untuk memanifestasikan belaskasih Allah yang tak terbatas.
Setiap ajaran tentang dosa asal bersifat fungsional bagi ajaran fundamental tentang tindakan keselamatan Kristus dan tidak bisa dibuat berdiri sendiri.
Manakah dosa Adam dan Hawa yang terus meresapi dan berkembang dalam kehidupan manusia di dunia ini?
Dosa mereka tersirat dari perintah Tuhan dalam Kej 2:16-17. Tetapi mereka melanggar perintah itu (Kej 3:1-6).
Inti dosa Adam dan Hawa adalah keserakahan: mau mengambil semua, tidak mau membagi atau menyisakan anugerah Tuhan untuk orang lain. Tuhan ingin agar manusia seperti diri-Nya, yakni tahu batas.
Namun ternyata manusia mengambil semuanya. Keserakahan manusia didorong oleh keinginannya untuk sama dengan Tuhan (tidak mau berbeda dengan Tuhan; tidak puas hanya serupa dan segambar dengan Tuhan - menjadi wakil Tuhan).
Keserakahan ini berhasil menguasai mereka karena penipuan atau kebohongan yang dibuat oleh setan.
Akibatnya manusia memiliki gambar yang salah tentang Allah dan dia pun terarah kepada allah yang lain.
Manusia kecanduan dan terbelenggu dalam logika concupiscentia (nafsu atau keinginan untuk menguasai/akan hal yang buruk): yakni tidak mau terbatas sehingga menganggap orang yang membatasi dia sebagai musuh; memberi gambar Allah lain (allah menurut setan: Allah yang iri hati, yang serakah dan tidak mau disaingi).
Dosa tidak dapat diwariskan, yang dapat diwariskan hanyalah akibat atau efek dosa.
- Ayat pendukung: Kej 3; Kel 20:5; 34:7; Bil 14:18; Ul 5:9; dan Yer 32:18.
- Ayat penentang: Ul 24:16; Yeh 18:4; Yer 31:29-30.
Akibat dosa Adam (KGK 399- 400):
1. Hilangnya rahmat kekudusan asli (Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah - Rm 3:23; Konsili Orange [th 529]).
Rahmat pengudus adalah prinsip hidup supernatural. Kematian adalah tiadanya prinsip kehidupan. Oleh karena itu dosa asal adalah kematian jiwa.
Maka konsili memaklumkan: “satu manusia telah meneruskan ke semua umat manusia bukan hanya kematian badan, yang merupakan hukuman atas dosa, namun bahkan dosa itu sendiri, yang adalah kematian jiwa (Denz., no. 175 (145).
2. Hancurnya relasi yang harmonis antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama, dan manusia dengan ciptaan lain:
- Manusia dengan Allah: Manusia takut kepada Allah yang dianggap sebagai hakim yang siap menghukum.
- Manusia dengan sesama: Ketegangan antara pria dan wanita dan hubungan mereka yang ditandai dengan keinginan dan nafsu untuk berkuasa (Kej 3:11-13). Tiadanya solidaritas (Adam menyalahkan Hawa).
- Manusia dengan ciptaan yang lain: ciptaan kelihatan menjadi asing dan tidak bersahabat dengan manusia (Kej 3:17.19); manusia mau meremukkan ular, sementara ular mau memagut tumitnya.
3. Manusia terbelenggu oleh concupiscentia akibat kebohongan.
Kebohongan telah membuat manusia hidup dalam ilusi (yakni ingin bahagia namun tidak tahu dimana letak kebahagiaan yang sesungguhnya). Concupiscentia terungkap dalam adanya nafsu atau keinginan yang kuat untuk mencari kebahagiaan, namun sayang kita mencarinya di tempat yang salah, atau kalau pun benar kita meraihnya secara berlebihan. Di pihak lain kehendak menjadi amat lemah.
Ketika kita menemukan tempat kebahagiaan yang benar, kehendak untuk berjuang meraihnya terlalu lemah.
Sebagai landasan doktrin dosa asal
- Rm 5:12-21 - Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa....
- Mzm 51:5 - Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.
- Kej 2-3 - Doktrin dosa asal tidak boleh diambil dan dibatasi pada kisah dalam Kej 2-3. Pengembangan doktrin dosa asal terjadi dalam terang penafsiran kembali Kej 2-3 oleh Perjanjian Baru dan Tradisi.
Paulus menginspirasikan kita untuk membaca dan mencoba memahami Kej 2-3 dalam terang Rm 5:12. Sejarah awal manusia dapat dipahami hanya dalam terang akhir sejarah ini.
Seperti kisah dalam sebuah novel/drama teater, awal kisahnya hanyalah petunjuk atau memberi indikasi. Cerita lengkapnya baru bisa dipahami pada akhir kisah. Pembaca akan melihat bagaimana akhir kisah menerangi awal kisah. Begitu pun kisah Adam, baru dimengerti dalam terang penebusan Kristus.
Inti iman yang mau dinyatakan Paulus
- Hanya ada satu sumber keselamatan yang mutlak dan universal, yakni Kristus
- Untuk membenarkan pernyataan iman ini, ia menyebut Adam sebagai sarana untuk menggambarkan universalitas dosa.
Dalam Konsili Trente, Gereja mengajarkan bahwa
- Kodrat manusia hanya terluka.
- Manusia tidak kehilangan kemampuan itu. Yang terjadi hanya pengurangan anugerah ilahi yang tidak dimiliki oleh kodrat manusia sebagai hak dalam arti tegas, penguasaan penuh atas nafsu, bebas dari kematian.
- Concupiscentia ≠ dosa asal, tapi berasal dari dosa asal. Concupiscentia bisa dikalahkan dengan rahmat.
- Pembaptisan menghapus semua dosa (dosa asal dan dosa pribadi), namun tidak menghapus concupiscentia.
Hidup dibawah akibat dosa asal ini mirip dengan hidup kecanduan, hidup yang tidak terkendalikan. Apa yang harus dibuat supaya hidup bisa dikendalikan, supaya penyakit tidak menjadi lebih serius?
- Orang perlu sadar bahwa penyakit ini tidak bisa disembuhkan tanpa bantuan orang lain.
- Orang perlu menyadari bahwa dia kecanduan supaya mau diobati. Orang harus segera mengendalikan dan menghapus akar-akar proses kecanduan sebelum ia berkembang luas.
Untuk mencapai penyembuhan ini orang harus bertobat, yakni mengubah haluan kita dalam mencari kebahagiaan, mengubah orientasi-orientasi kebahagiaan kita sejak kecil yang tidak akan membawa kita mencapai kebahagiaan sejati. Proses terapi ini bisa dibuat antara lain melalui meditasi.
Kebahagiaan adalah kebutuhan dasar manusia. Karena itu sejak kecil orang terus menerus mencarinya. Program-program emosional terus mencari kebahagiaan terus, namun terus menerus pula sia-sia. Allah tidak ditemukan.
Orang lalu berharap bisa mendapatkan kompensasi terhadap rasa kehilangan kehadiran Allah selama proses pencarian itu. Akibatnya: terbentuk jati diri palsu.
Karena dosa, kehadiran Allah dalam diri manusia tertutup puing-puing kejahatan, program-program emosional yang tidak disadari - mendorong kita mengejar kebahagiaan palsu dengan terus menerus memunculkan kebutuhan-kebutuhan yang tidak mungkin dipenuhi (keserakahan).
Manusia memiliki perspektif palsu (gambaran tentang Allah yang palsu, tentang kebahagiaan yang palsu). Perspektif palsu ini masuk dalam bawah sadar dan mengendalikan kecenderungan manusia itu dalam memahami dan menafsirkan setiap pengalaman baru.
Demikian kalau alam bawah sadar ini menganggap suatu pengalaman menyenangkan, maka perasaan senang yang bersifat sementara akan muncul; sebaliknya jika dianggap tidak menyenangkan maka ia pun stres.
Pokok kehancuran ini (kegagalan-kegagalan mendapatkan kasih sayang orang tua dan kepedihan emosional) dapat disembuhkan dengan menerima Kristus sebagai Pemberi Terapi Ilahi. Ini dapat dilakukan antara lain melalui meditasi (istirahat yang mendalam).
Meditasi ini terdiri dari empat “momen”:
I. Permulaan doa: Orang berkosentrasi (dengan menyebut nama Yesus atau memperhatikan masuk-keluarnya nafas) untuk memfokuskan seluruh kehendak dan pikiran pada kehadiran dan karya Allah dalam diri, dan dengan perlahan membangun sikap menanti Allah dalam keterjagaan penuh kasih.
II. Beristirahat (penyembuhan luka emosional). Dalam momen ini, cinta yang tidak didapat selama masa kecil (anak kecil belum mampu mengungkapkan kepedihannya) dan kepedihan emosional (perasaan-perasaan ditolak, kekurangan kasih sayang, trauma-trauma fisik, respon dari diri kita: kemarahan, ketakutan, dan rasa duka) yang dipendam dalam ketidaksadaran dihidupkan dan diproyeksikan ke Tuhan. Tuhan memantulkannya kembali kepada kita sehingga kita bisa mengolah luka-luka itu dengan bijaksana.
Pembongkaran ketidaksadaran - dalam bentuk ledakan perasaan dan pikiran yang menggelora dalam kesadaran tanpa ada kaitannya dengan pengalaman nyata yang menyebabkan munculnya pikiran dan perasaan tersebut pada masa lalu.
Istirahat yang mendalam atas tubuh, pikiran dan roh mencairkan dan membuang sampah emosi.
III. Evakuasi emosi-emosi dan luka batin, yang mungkin terpendam selama 20-30 tahun.
Apabila ruang kepedihan emosional telah dievakuasi, maka ruang dalam diri kita akan terbuka lebar, maka kita akan makin dekat dengan tingkat spiritual, dengan pusat batin kita.
Proses evakuasi terjadi mungkin terasa sangat pedih, tapi bila orang disiplin berdoa maka keyakinan akan Sang Pemberi Terapi Ilahi akan muncul. Keyakinan ini akan memberi kita kekuatan lewat proses evakuasi itu.
Bagi orang tertentu proses pembongkaran ini dapat terjadi tidak lama setelah orang melakukan doa, walaupun tidak secara dramatis.
Perjalanan spiritual bukan merupakan kisah kesuksesan atau perkembangan karier. Ini pembongkaran seluruh kehinaan jati diri palsu, seluruh sistem nilai dan pandangan yang telah dibangun sebagai pertahan diri dalam menghadapi kepedihan emosional.
Catatan:
- Lakukanlah meditasi ini dengan semangat Kitab Suci (bila perlu carilah pembimbing).
- Bagi pemula akan merasa sangat letih dan mengantuk.
(Sumber: Warta KPI TL No. 46/II/2008; Dosa Asal dan Meditasi, Rm. Paskalis Edwin Nyoman Paska SVD).