Dosa pertama kali dimulai ketika Hawa dicobai, mengambil peran terbalik (bukan sebagai penolong tetapi sebagai pemimpin) - memimpin perjalanan, menghadapi mara bahaya ular dengan tipu muslihatnya, mengambil keputusan dan Adam mengikuti keputusan itu. Peran terbalik ini besar sekali bahayanya.
Ketika Hawa berdosa, Tuhan minta pertanggung jawaban Adam (Rm 5:14). Karena Tuhan memberikan firman itu kepada Adam, jadi tugas Adam harus mengerti kebenaran firman dan mengajarkan pada keluarganya.
Ketika manusia jatuh di dalam dosa, ada tiga hubungan yang rusak:
1. Hubungan manusia dengan Allah.
2. Hubungan manusia dengan manusia.
3. Hubungan manusia dengan alam – karena Tuhan mengutuk bumi.
Dosa membuat tanah bahkan manusia dikutuk oleh Allah – ‘terkutuklah tanah; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu … dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu’ (Kej 3:17-18), contoh:
Seorang yang pintar waktu sekolah tapi sukar sekali dapat pekerjaan.
Ada orang yang biasa-biasa saja tapi sukses luar biasa.
Ada yang pandai teologianya/punya pengertian banyak Kitab Suci tapi Tuhan tidak pakai dipelayanan.
Ada orang yang sederhana yang nggak perlu belajar tapi Tuhan pakai secara luar biasa.
Ada yang orang buka usaha gagal, ganti usaha jenis lainnya gagal lagi.
Dikeluarkan/tidak cocok dengan atasannya.
Ada juga yang kerja tapi tabungannya bocor (uang banyak, pengeluaran banyak karena penyakit, ditipu orang, kecurian dll.)
Setelah dosa masuk dalam pernikahan maka Allah mengutuk bahwa ‘perempuan akan birahi kepada suaminya’ bukan romantis tapi cenderung kudeta dalam rumah tangganya (pemberontak/penggonggong/penodong), berusaha untuk menguasai suaminya, cenderung berada di atas suaminya (Kej 3:16). Sehingga muncul begitu banyak gender/emansipasi dan mereka melupakan bahwa Tuhan menetapkan perempuan sepadan - bukan di atas/di bawah.
Secara hukum rohani dengan kelahiran baru kita sudah bebas dari kutuk-kutuk tapi ada yang perlu kita bebaskan yaitu ‘tabiat’ (lahir dari pikiran kita) melakukan perubahan pola pikir/paradigma pikiran ini dengan kebenaran-kebenaran firman Tuhan.
Tugas laki-laki
Menjadi imam – memberikan pemahaman/pengertian terhadap kebenaran firman Tuhan dalam keluarganya.
Harus berada di hadirat Allah sebagai sumber kepuasannya – sehingga tahu visi yang ditaruh dihidupnya dan Tuhan akan memberkati segala usahanya (kutuk ekonomi akan terhapus dalam belenggu keluarga itu).
Laki-laki yang selalu di hadirat Allah dalam mengambil keputusan bisnis/ekonomi selalu mengambil keputusan benar karena ‘selalu tanya Tuhan, mampu mendengar ketika Tuhan berbicara, tahu tawaran yang baik/super tidak baik yang ujungnya tidak baik’. Ada di hadirat Allah otomatis ada damai sejahtera dan ada begitu banyak berkat yang Tuhan sediakan.
Laki-laki yang tidak mempunyai kepuasan di hadirat Allah, tidak bisa merasakan kepuasan di bidang lainnya misalnya: bisnis, sex - hatinya jahat di mata allah.
Dalam zaman modern ini, istri yang lebih tahu masalah firman.
Pemulihan keluarga terjadi jika suami kembali ke taman Eden dengan satu tujuan untuk mengasihi dan mencintai Allah, bukan untuk mendapat berkat – jadi ubahlah pola pikir (metanoia).
Syaratnya:
1. Harus selalu berada di Taman Eden (tempat kemuliaan/di titik hadirat Allah – aura Allah ke luar dalam kehidupannya), istri akan tunduk dengan sukacita tanpa terpaksa/takut pada dosa.
2. Mengusahkan taman Eden.
3. Mengambil keputusan.
4. Bertanggung jawab penuh terhadap rohani keluarganya.
5. Harus memiliki tujuan – mempengaruhi prilaku.
Pemulihan hubungan suami istri artinya kembali ke keadaan yang semula – kembali ke rancangan Allah. Istri tunduk kepada suami dalam segala sesuatu (taat seperti ketaatan seorang tentara militer - tanpa protes).…suami mengasihi istrinya… (Ef 5:22-28).
Pelayanan istri yang nomer satu sebagai penolong suami. Istri boleh tidak tunduk bila suami mengajar untuk berbuat dosa. Menikah seharusnya saling mengasihi sehingga mampu mematahkan kutuk-kutuk itu.
(Sumber: Warta KPI TL No. 34/II/2007; Renungan KPI TL Tgl 14 Desember 2006, Dra Yovita Baskoro, MM).