Kesejahteraan, memang berkaitan dengan uang. Akan tetapi, yang paling utama tidak disebabkan oleh uang. Kekayaan materi yang dikira banyak orang sebagai tempat keamanan hidup memang menghadirkan kegembiraan (kendati hanya sesaat), namun sulit diingkari kalau ia juga menghadirkan keterikatan, ketakutan dan kekuatiran. Begitu membekali diri dengan sikap ikhlas dan syukur, siapa saja bisa menjadi kaya dan bahagia selamanya.
Kesejahteraan material dan kesejahteraan spiritual bisa berjalan seiring sejalan dengan sempurna bila ada keseimbangan.
Kesejahteraan material tanpa kesejahteraan transendental sering membuat orang menjadi kaya tapi tidak bahagia.
Ada orang kaya yang memiliki putra-putri yang bermata kosong sebagai tanda hidup yang kering.
Ada pengusaha yang menatap semua orang baru dengan tatapan curiga karena sering ditipu orang, kemudian sedikit-sedikit marah dan memaki.
Ada yang berganti mobil termewah dalam ukuran bulanan, namun harus meminum pil tidur.
Setiap kali kita bangun di pagi hari, kita semua memiliki dua puluh empat jam yang segar dan baru. Sebuah hadiah yang amat berguna! Perhatikan udara yang kita hirup setiap saat, kemudian menghuni bagian dalam tubuh barang sebentar, dan keluar lagi melalui hidung. Mustahil ada kedamaian kalau tidak disertai oleh hadirnya udara sehat dan segar.
Selain nafas, melalui senyuman kita bisa menyongsong sang hari dengan penuh pengertian, rasa syukur, berbagi kebahagiaan dengan orang lain, dan sebuah tanda kuat bahwa kita sedang menjadi penguasa bagi diri sendiri.
Biasanya, tubuh yang masih diikat dengan keinginan, hanya bisa menghadirkan senyum-senyum kecut yang tidak menarik.
Sejak kehidupan ada, manusia sudah dipenjara pikiran. Dibawanya manusia pada hidup yang penuh dengan kotak. Ada kotak bangsa, agama, bahasa, suka-duka, baik-buruk, salah-benar, kebencian, kemarahan, kemudian menghakimi dan menggurui.
Sebagai hasilnya, masalah-masalah fundamental seperti ketakutan, konflik, kehidupan yang kehilangan arti, tetap saja ada sepanjang zaman.
Kebencian, awalnya hanyalah sejenis tamu yang kadang berkunjung ke dalam kehidupan kita. Semakin kita pikirkan dan sering kali diingat-ingat, diperhatikan, diikuti kemauannya, maka ia tidak lagi sekedar tamu, tetapi menjadi tuan rumahnya kehidupan – sebagai satu-satunya penguasa kehidupan yang mengerikan dan menakutkan.
Keteduhan, kejernihan, cinta, harmoni dan keindahan diperkosa habis oleh kebencian yang sudah menjadi tuan rumah.
Ibarat sapi yang diikat pada sebuah tiang besar dengan tali yang besar, maka berputar-putarlah kehidupan hanya di lingkaran dendam dan kebencian.
Begitu kebencian itu berkurang dalam jumlah yang banyak melalui kegiatan memaafkan, maka tubuh dan jiwa serasa demikian bebas dan ringannya - ada keindahan, kejernihan, ketenangan, kebebasan dan kedamaian di sana.
Sayang sekali kalau semua itu harus hilang lenyap dari kehidupan, semata-mata karena kita mau memuaskan ego kebencian.
Lebih dari sekedar membebaskan, kegiatan memaafkan juga memperlancar perjalanan kita menuju Tuhan.
Kesediaan untuk melepas masa lalu dengan cara memaafkan, membantu saudara keluar dari kekuatiran (Bernie Siegel)
Pada suatu hari, ada dua orang rahib yang berjalan di tengah hutan. Ketika siap menyeberangi sungai, ada seorang wanita cantik yang berteriak dari belakang minta diseberangkan dengan cara digendong.
Rahib yang lebih muda heran, sedangkan yang lebih tua menyanggupi permintaan tersebut. Singkat cerita selamatlah wanita tadi sampai di seberang sungai karena digendong rahib yang lebih tua.
Dua jam setelah kejadian itu berlalu, rahib muda bertanya keheranan, kenapa rahib tua mau mengendong wanita cantik.
Sedikit jengkel rahib tua menjawab: ‘Saya sudah menurunkan wanita cantik tadi dua jam yang lalu, sedangkan kamu masih menggendongnya dalam pikiranmu sampai dengan sekarang.’
Secara jujur harus diakui, kita semua tidak menyukai musuh – membuat kita tidak sabar/menjadikan stres. Bahkan tidak jarang terjadi, musuh membuka pintu-pintu kehidupan yang berbahaya seperti pembunuhan, penganiayaan dan pemerkosaan.
Siapa saja yang membenci musuh secara amat berlebihan, ia tidak akan pernah bisa menerima hadiah-hadiah amat berguna yang sengaja dikirim Tuhan khusus untuk kita.
· Dengan menemui musuh, awalnya mengeluh, tetapi kesabaran dan kearifan pun menjadi milik kita.
· Musuh membawa kekuatan-kekuatan dari dalam (inner strength) yang hanya bisa dimiliki oleh siapa saja yang berani menghadapinya.
· Kehadiran musuh memang mengganggu kedamaian hidup. Namun begitu tubuh dan jiwa ini dibiasakan untuk selalu bertemu ketenangan dengan musuh-musuh – bisa mengusir kemarahan/kebencian; ada serangkaian kualitas kedamaian yang perlahan datang.
· Tanpa pernah bertemu musuh yang kejam dan arogan, dan merasakan bagaimana tidak enaknya diperlakukan demikian, bisa menjadi manusia angkuh dan sombong.
· Kedewasaan dan kematangan pribadi.
Perjalanan hidup ini amat serupa dengan perjalanan mencari harta karun - dapat dicapai dengan kerendahan hati (dalam hidup yang tidak lagi dibelenggu keterikatan - awal dari tumpulnya kepekaan-kepekanan yang ada hanyalah kebebasan dan keikhlasan di depan Tuhan).
(Sumber: Warta KPI TL No. 27/VII/2006; Kaya Raya Selamanya, Gede Prana).