Jumat, 30 Oktober 2015

19.37 -

Belajar dengan Hati



Dalam dunia pekerjaan harus mempunyai 2 skills:

1. Hard skills – ilmu pengetahuan dan teknologi.


2. Soft skills – inisiatif, etika/integritas, berpikir kritis, kemauan belajar, komitmen, motivasi, bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif, kemampuan analisis, dapat mengatasi stres, manajemen diri, menyelesaikan persoalan, dapat meringkas, berkooperasi, fleksibel, kerja dalam tim, mandiri, mendengarkan, tangguh, beragumen logis, manajemen waktu.

Di dalam firman Tuhan juga seperti itu. Tuhan akan mendidik pertama kali adalah hati kita, bukan intelektual. Masing-masing orang dididik berdasarkan kedekatannya dengan Tuhan. Kalau hati kita sudah benar, Tuhan mau menjadikan pandai dalam satu malam bisa (tidak ada yang mustahil bagi Allah).

Allah bergerak dalam suatu lingkaran

Ada saatnya Allah memanifestasikan dirinya untuk memulihkan dan menyembuhkan (menyegarkan roh kita) dengan urapan/jamahan/hadirat-Nya secara luar biasa (penghiburan, bukan didikan).

Kadangkala Allah sepertinya menyembunyikan diri/seolah-olah Tuhan hilang dari hidup kita (doa kering/tidak ada jawaban, yang ada hanya penderitaan/pergumulan/kesulitan/tekanan). Waktu itulah sebenarnya Tuhan sedang membangun batin kita - merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan kita.

Tuhan ingin memberikan apa saja dalam kehidupan ini, tetapi tidak semua anak-anak Tuhan siap menerima itu (tahan menerima berkat) - materi hanya murni tambahan dalam hidup kita. 

Banyak orang jatuh gara-gara uang karena gengsi/harga diri/mau menang sendiri, sehingga berkat itu tidak membawanya masuk sorga tetapi ke neraka.

Dengarkanlah, hai anak-anak ... aku memberikan ilmu yang baik kepadamu ... biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku,  maka engkau akan hidup (Ams 4:1-4).

Apabila hati kita terdidik dengan baik dan memeliharanya sewaktu masih muda (sejak mengalami kelahiran baru/ketika masih anak-anak), maka hidup kita akan menjadi berbeda (akan menjadi orang yang bijaksana di hadapan Tuhan dan dipercaya - karena Tuhan tahu kita tidak mungkin tergelincir dan salah melakukannya).

Kalau kita tidak pernah mendidik hati kita dengan benar meskipun hafal Kitab Suci (khatam) - akan membahayakan jiwa kita. Bukan kerendahan hati tetapi yang ada hanya kesombongan (merasa sudah kuat/punya segala-galanya). Misalnya: ketika kita di zona kenyamanan/puncak keberhasilan dan ada orang yang merendahkan kita - langsung dipecat dengan mengatakan ‘saya bisa cari orang 10 seperti kamu dengan uang yang ada pada saya’ –– jangan lupa bahwa orang itu dipakai Tuhan untuk mendidik hati kita sedemikian rupa.

... simpanlah itu di lubuk hatimu jagalah hatimu ... karena disitulah terpancar kehidupan. Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian (Ams 4:20-23; Ul 30:19).

Ketika hati kita terluka, Tuhan melihat reaksi/sikap hati kita.

Sikap hati yang baik (teladan Yesus): “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk23:34). 

Doa orang jujur dikenan-Nya ... sebab aku menanti-nantikan Engkau (Ams 15:8; Mzm 25:21).

Dari mana datangnya kejujuran dan ketulusan? Orang yang menanti-nantikan Tuhan dalam hidupnya, dia akan belajar untuk memiliki ketulusan hati (tidak diikuti dengan emosi dan ambisi manusiawinya), maka Tuhan akan memperbaiki motivasi dan hatinya.

Misalnya: Bunda Maria – orang yang menjaga kemurnian dan ketulusan hatinya sehingga suaranya terdengar di sorga keras luar biasa.

Apabila hati kita menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, maka suara kita akan terhambat/tidak akan terdengar di sorga karena ketidak murnian hati ini.

Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! ... hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka (kemiskinan/penyakit)  Aku tundukkan! Belajar menjadi taat dari yang telah diderita-Nya (Mzm 81:14-15; Ibr 5:8)

Orang kristen yang alergi dengan penderitaan tidak akan pernah belajar menjadi taat. Kalau kita mengizinkan Allah membawa kita mengalami banyak pergumulan dan memanfaatkan penderitaan, maka hal itu akan membangun sesuatu yang kokoh dan solid dalam hidup kita (memiliki kedewasaan rohani). 

Penderitaan adalah guru yang terbaik untuk menjadi taat kepada Tuhan dan kelak akan keluar sebagai pemenang - menjadikan anak-anak-Nya yang militan terhadap Yesus.

(Sumber: Warta No. 36/IV/2007; Renungan KPI TL Tgl 1 Maret 2007, Dra Yovita Baskoro, MM)