Pages

Tentang Penulis


Ketika Tuhan memberikan sebuah misi,
Dia selalu 
memasukkan kita ke dalam sebuah proses,
sebuah proses pemurnian,
sebuah proses kebijakan,
sebuah proses ketaatan,
sebuah proses doa.
(Paus Fransiskus) 



Saya sungguh bersyukur dipanggil bekerja di ladang-Nya. Andai kata tidak, saya akan seperti kebanyakan orang, yaitu kurang peduli dengan hidup kerohanian, bahkan mungkin saya juga akan terhilang karena berkat-berkat yang telah saya terima.

Saya adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang ditangkap Tuhan untuk menjalankan Amanat Agung-Nya (Mat 28:18-20 - Yesus berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku ... dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.").



Tepat di hari ulang tahunku yang ke 24, saya sungguh berbahagia karena mulai hari itu saya menjadi anak angkat Allah (Gal 4:5-7).

Setelah dibaptis dalam Gereja Katolik, saya sangat kecewa karena melihat salah satu teman saya (X) yang begitu akrab dengan para Romo, para frater dan para Suster tetapi kehidupannya tidak berpadan dengan injil Kristus. 



Rupanya Tuhan tidak ingin saya menjadi seperti "kapal selam". Lalu Dia memanggil saya menjadi pengurus di lingkungan. Karena begitu besar kasih-Nya kepada saya, Dia memanggil saya untuk bergabung dengan "Kelompok Pendalaman Iman Theresia Lisiux". Melalui renungan-renungan komunitas inilah saya mulai tahu penyebab kecewaan saya.




Entah apa yang ada dalam pikiran ibu Yovita sehingga mempercayakan saya untuk membuat "Warta KPI TL", padahal saat itu saya belum mengenal Kitab Suci dan tidak pernah belajar tulis-menulis. Karena saya mau belajar taat pada pimpinan, maka saya melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Dengan berjalannya waktu, saya mengetahui bahwa seorang Kristiani tidak dapat menjadi berkat bagi sesamanya karena mereka "mengenakan pakaian yang baru" "tanpa menanggalkan yang lama" (Bdk. 2 Kor 5:4) . 

Hal inilah yang menyebabkan mereka menjadi batu sandungan bagi sesamanya karena mereka hanya melakukan "kegiatan rohani" tanpa mempunyai "kehidupan rohani".




Tanggal 1 Februari 2014 ketika berada di jalan raya, tiba-tiba ada perasaan prihatin dengan grup BBM BIAK lingkungan, grupnya sepi tidak ada komunikasi antar anggotanya. Lalu saya mendapatkan ide untuk membuat renungan kecil berdasarkan penanggalan Liturgi




Suatu hari ibu Oentari, salah satu pembaca renungan "Sarapan Pagi Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya" mengusulkan agar renungan ini dimasukkan ke dalam "blog" agar bisa dilihat lagi jika membutuhkannya. 


Beliau dengan penuh semangat memberikan makalah tentang cara pembuatan blog. Karena gaptek, hal ini tidak terealisasi meskipun saya sudah berjanji pada Tuhan untuk menyebarkan "Amanat Agung-Nya" melalui blog. 




Pada tanggal 14 Maret 2015 saya mengalami kecelakaan. Selama tiga bulan, saya benar-benar tidak berdaya, kerja saya hanya tidur di ranjang saja. Meskipun demikian saya tetap setia membuat renungan “Sarapan Pagi” setiap hari.

Di saat saya sakit, tidak bisa mengerjakan apapun, saya berkenalan dengan facebook. Saya mengunduh gambar-gambar yang menarik hati saya dan membaca artikel-artikel Kristen.

Berkat Paskah, kebangkitan Kristus, saya pun bangkit setelah saya diingatkan dengan janji saya untuk membuat blog. Semangat saya berkobar-kobar untuk segera melaksanakan Amanat Agung-Nya.


Terbitnya blog "pengagumataupengikut.blogspot.com" ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.  

Terima kasih banyak atas saran-saran, dukungan doa dan juga materi dari sahabat-sahabat yang telah Tuhan kirimkan untuk melengkapi blog ini. 

Sahabat-sahabat Yesus yang terkasih, doakan saya ya ... agar diberi waktu, kesehatan dan hikmat-Nya sehingga misi yang telah diberikan Tuhan ini dapat segera memberkati sahabat-sahabat Yesus yang lainnya.






Siapapun yang telah menemukan Kristus
harus menuntun yang lain kepada-Nya.

Kegembiraan yang besar

tidak bisa disimpan untuk diri sendiri,

Ia harus dibagikan.

(Paus Benediktus XVI)