20.29 -
*Kehendak Allah*
Hidup dalam kehendak Bapa
Sikap dan kelakuan Saul pada awalnya. Ketika nabi Samuel pertama kali mendekatinya untuk menyampaikan berita dari Allah, tanggapan yang diberikan Saul sangat tulus: “Bukankah aku seorang suku Benyamin, suku yang terkecil di Israel? Dan bukankah kaumku yang paling hina dari segala kaum suku Benyamin? Mengapa bapa berkata demikian kepadaku?” (1 Sam 9:21). Dan pada saat pengangkatannya sebagai raja tiba, ia bersembunyi. Para pemimpin Israel harus mencari dan membujuknya untuk menerima jabatan itu (1 Sam 10:22-23).
Namun setelah menjadi raja, secara tragis ia ternyata gagal melakukan kehendak Allah. Seringkali ia menangani persoalan-persoalan dengan tangannya sendiri. Hanya karena menuruti dorongan hatinya semata, Saul pernah mengambil alih tugas kenabian Samuel, mempersembahkan korban kepada Allah (1 Sam 13:12), sikapnya sombong tidak mentaati Allah (1 Sam 15:9), berbohong untuk menutupi dosanya (1 Sam 15:20-21). Karena itu Allah menolaknya menjadi raja (1 Sam 15:28).
Saul mengakui dosa-dosanya (1 Sam 15:24). Ia menginginkan pengampunan, pengakuan dosanya (bertobat) itu karena ia tertangkap basah! Kedudukannya terancam. Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? (Yer 17:9).
Ketidaktaatan yang dilakukannya secara terus-menerus dan sikap hatinya yang selalu tidak benar. Ketika ditegur oleh Samuel, Saul merasionalkan dengan segala macam alasan yang tidak jujur. Dan ketika disadarinya bahwa ia tidak mampu memanupulasi Tuhan, hatinya menjadi semakin keras.
Saul dengan sengaja melangkah keluar dari kehendak Allah. Meskipun Allah menolak Saul sebagai raja atas Israel, ia masih dibiarkan memerintah selama 2 tahun (1 Sam 13:1). Namun pemerintahan Saul tidak disertai kehadiran dan kuasa Allah (1 Sam 16:14 » Roh Tuhan telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat).
Sejak saat itu, kehidupan Saul merosot, baik dalam hal kejiwaan, jasmani maupun rohaninya. Ia menjadi orang yang penuh amarah (1 Sam 18:8), mendengki (1 Sam 18:9) dan ketakutan (1 Sam 18:12). Didominasi oleh emosinya, jalan pemikiran Saul menjadi kacau. Tindakan-tindakan selanjutnya menjadi kekanak-kanakan (1 Sam 31).
Sesungguhnya, hukuman Allah merupakan disiplin, suatu tindakan kasih yang dirancang untuk mengembalikan hati Saul kepada kebenaran. Jadi, jangan sekali-kali menyia-nyiakan kasih dan anugerah Allah.
Dosa Saul dan sikap Allah yang menolaknya, telah membuahkan usaha pencarian seorang raja baru bagi Israel (1 Sam 13:14). Melalui pernyataan ini, kutukan terhadap Saul telah dimeteraikan. Seandainya ia menyesali semua dosa-dosanya, maka tidak akan ada akhir tragis yang menandai akhir kehidupannya.
Allah mencari seorang yang berkarakter, seseorang yang benar di hadapan-Nya, Allah tidak tertarik pada perawakan yang tinggi, tetapi pada kebesaran jiwanya (1 Sam 16:7 » manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati).
Hati adalah pusat kehidupan seseorang secara mental, emosi dan rohani. Dengan kata lain, hati adalah bagian terdalam dari pribadi seseorang. Hati mencerminkan siapa sebenarnya orang itu.
Sebagai pusat mental, hati mengetahui, memahami, merenungkan, mempertimbangkan dan mengingat. Sebagai pusat emosi, hati adalah letak sukacita, keberanian, rasa sakit, kegelisahan, keputusasaan, kesedihan dan ketakutan. Sebagai pusat moral, Allah ‘menguji hati’, ‘melihat hati’, ‘menguduskan hati’ dan ‘menyelidiki hati’.
Dengan menyelidiki kehidupan Daud, kitapun dapat mengerti akan hati Allah dan kehendak-Nya. Daud adalah seorang yang berkenan di hati Allah (1 Sam 13:14; Kis 13:22), hal ini tersirat dalam Mazmur yang ditulisnya: seorang yang rindu melakukan kehendak Allah (Mzm 24), hati yang bersyukur (Mzm 9:2-3; 86:11-12; 138:1-2), hati yang benar (Mzm 15:1-3), hati yang terbuka (Mzm 26:2; 139:2-3), hati yang berharap (Mzm 37:4-5), hati yang mengingat hukum Allah (Mzm 19:10-12, 15), hati yang bertobat (Mzm 51:12, 19), sikap rendah hati (Mzm 131:1), hati yang bergantung kepada Allah (Mzm 61:2-5).
Daud adalah seorang yang mau diajar dan mau belajar sebagai murid Tuhan yang baik (Mzm 71:17, 5; 18:33-35; 86:11; 143:10). Itulah sebabnya ia mempunyai kepercayaan kepada Allah sejak masa mudanya (Mzm 71:5-6; 20:8; 25:2:31:7; 55:24; 56:4-5; 143:8 dll).
Bilamana kita mau diajar dan mau belajar, maka kehidupan kita akan diperlengkapi sehingga dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang berkenan kepada Allah (2 Tim 3:15-17).
Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang (Yes 50:4).
Daud adalah anak bungsu, namun bukannya dimanja, tetapi ia dididik untuk bekerja (1 Sam 16:11; 1 Sam 17:20), yang penuh tanggung jawab (1 Sam 17:34-36 » melambangkan sifat tanggung jawab dari Tuhan; 1 Sam 22:20-23 » tidak mau lepas dari tanggung jawabnya; 1 Sam 30:1-31 » membalas budi kebaikan orang lain; 1 Taw 21:16-17 » tidak menimpakan kesalahan pada orang lain).
Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud (1 Sam 16:13). Dengan pengurapan itu, maka berlakulah penyertaan Allah! (91 Sam 18:12, 14, 28; 2 Sam5:10 dll).
Daud menyadari betapa pentingnya penyertaan Allah dalam hidupnya. Itulah sebabnya ia menjaga diri sedemikian rupa sehingga Roh Allah berkuasa sejak hari itu dan seterusnya. Kenyataan ini dapat kita lihat pada waktu ia berbuat dosa, yaitu berzinah dengan Batsyeba, ia memperbaiki dirinya dengan bertobat dan memohon agar Roh Allah tidak ditarik darinya (Mzm 51:12-13).
Iblis akan memakai orang-orang jahat, yang penuh dengan hawa nafsu, iri hati agar jiwa kita tertekan untuk menghancurkan iman anak-anak Tuhan.
Tidak dapat disangkal, seringkali kita sudah tahu kehendak Allah, tetapi kita seringkali terpengaruh oleh "kata-kata baik" dari teman-teman atau orang-orang sekeliling kita yang bertentangan dengan kehendak Allah (Kis 21:10-14; Mat 16:21-23).
Dalam menghadapi kabar-kabar dari manusia, yang dapat merisaukan dan membimbangkan kita, marilah kita merindukan peneguhan firman Allah, sebab dengan demikian kita dididik untuk mengenal kehendak Allah.
Jika kita lari kepada Tuhan dalam doa dan lari ke "jalan kasih", yaitu firman Allah, yaitu menuruti firman-Nya, sebab dengan jalan demikian Allah justru akan turut campur tangan dengan Roh Kudus-Nya, sehingga Ia akan membatalkan semua rencana jahat dan kita akan terlepas! (2 Kor 3:17).
Dengan iman, seseorang dapat diselamatkan bukan saja dari dosa, tetapi juga dari pikiran-pikiran yang salah. Dengan kata lain: dengan iman kita akan mempunyai pikiran rohani, yang berkenan kepada Allah (Rm 8:5-8; Ibr 11:6).
Jadi, kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Di zaman sekarang, Allah berbicara kepada kita melalui Alkitab. Kita memiliki firman-Nya. Dan di dalam firman-Nya, Ia menyatakan kehendak-Nya kepada semua manusia. Kita mencari kehendak-Nya melalui doa (Flp 4:6-7).
Jika kita ingin percaya kepada Tuhan, berkumpullah dengan orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Perhatikanlah hidup mereka dan kita akan memperoleh kekuatan melalui mereka.
(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI 19 Desember 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).