Pages

Jumat, 24 Januari 2020

Berjalan dalam proses Tuhan



Salah satu pertanyaan paling klasik yang diajukan oleh manusia adalah: "Apabila Tuhan itu begitu kasih, mengapa terjadi penderitaan di dalam hidupku? Padahal aku adalah anak-Nya." 

Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa hidup kita di dunia adalah sebuah bentuk kehidupan yang tanpa kesulitan, tetapi Tuhan Yesus menjanjikan bahwa kalau kita hidup di dalam Dia, maka kita bisa menjalani kesulitan apapun dengan damai sejahtera dan kuat hati karena Dia telah mengalahkan dunia (Yoh 16:33). 

Penderitaan itu bisa terjadi karena kesalahan sendiri (Yak 1:14-15 » tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut), membuka cela bagi Iblis (1 Ptr 5:8 » Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya; Kej 3:6 » Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya). 

Jebakan ini bertujuan mengantar banyak orang menuju pada kehancuran, baik tubuh maupun jiwanya. Misalnya: ingin akan makanan yang lezat sehingga sakit (Ams 23:3); mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya sehingga masuk penjara (Pkh 23:3). 

Akhirnya, tanpa sadar kita digiring pada jebakannya, yaitu “mengasihani diri sendiri” sehingga kita tidak yakin lagi bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm 8:28). 

Penderitaan itu bisa juga terjadi karena di-ijinkan Tuhan, untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak (Ul 8:2). Jadi, penderitaan itu adalah ujian, untuk membuktikan kemurnian iman (1 Ptr1:7; Ayb 23:10-12 » Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya). Misalnya: Ayub saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Firman Tuhan kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." (Ayb 1:1, 12). 

Bila saat ini kita sedang mengalami proses dari Tuhan jangan sekali-kali mengeluh dan kecewa kepada Tuhan, karena Dia tahu mana yang terbaik bagi kita, bukankah Tuhan Yesus pernah berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yoh 15:2). 

Inilah maksud Tuhan membersihkan kita supaya kehidupan kita menjadi indah dan menghasilkan buah lebih banyak lagi. Bersyukurlah bila Tuhan masih memproses kita karena berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menerima berkat-berkat-Nya yang baru. 

Proses membawa kita untuk belajar bagaimana menyangkal diri dan memikul salib, menjadi pelaku firman (Luk 9:23; Yak 1:22; Mzm 119:71 » Aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu). 

Semakin kita terus menikmati proses-proses dari Tuhan, semakin kita mengerti apa maunya Tuhan dalam hidup kita. Apa tujuan Tuhan dalam hidup kita? Ketika kita menikmati proses itu, Tuhan akan membawa kita naik menjadi kepala dan bukan menjadi ekor (Ul 28:13). 

Mereka yang hidup di dalam Tuhan Yesus akan selalu mendapatkan kekuatan, penghiburan dan kemampuan untuk menjalaninya, karena mengetahui ada tujuan yang indah di balik semua penderitaan tersebut: 

1. Untuk menarik kita semakin dekat kepada Tuhan 

Ketika kita berada dalam lembah kekelaman, ketika kita merasa ditinggalkan sendirian dan tidak ada siapapun yang mau menolong kita. Tiba-tiba hati kita terdorong untuk mendekat kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari-Nya (Rm 15:13; 2 Kor 1:3). Ia hadir untuk menyelamatkan kita yang remuk jiwanya (Mat 11:28; Mzm 34:19). 

Beban kehidupan atau penderitaan tidak dirancang oleh Tuhan untuk menghancurkan hidup kita tetapi untuk membawa kita kepada-Nya. Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian (2 Kor 7:10). Jadi, kita harus lebih taat kepada Bapa untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:9-10). 

2. Untuk membentuk karakter Kristus di dalam diri kita 

Karakter kita sebagai anak-anak Tuhan, tidak sama dengan karakter anak-anak dunia. Penderitaan yang kita hadapi, apabila diresponi sesuai dengan kebenaran firman Tuhan, sesuai dengan kehendak-Nya, akan membuat karakter kita semakin lebih baik, semakin serupa dengan karakter Kristus (Rm 5:3-4 » kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan). 

Jika kita teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala, mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef 4:15, 13), dan kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar (2 Kor 3:18) . 

3. Untuk melatih kita meresponi kesulitan seperti Yesus 

Kristus pun telah menderita untuk kita dan telah meninggalkan teladan bagi kita, supaya kita mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kita telah sembuh (1 Ptr 2:21-24). Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (1 Yoh 2:6). 

Bagaimana cara yang benar dalam meresponi penderitaan? Selalu ingat bahwa “rancangan-Nya mengenai kita adalah damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan.” (Yer 29:11). 

Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. (Ibr 12:11). Jadi, mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kita (1 Tes 5:18). 

Ketika Tuhan sedang memproses, jangan keraskan hati (Mzm 95:7-11), jangan bersungut-sungut (1 Kor 10:9-10) dan tidak sabar (Ibr 6:15). Jika kita keluar dari proses yang Ia rancang bagi kita, itu sama dengan mengatakan tidak percaya akan rencana-Nya dan tidak beriman akan hasil yang lebih baik yang Ia telah sediakan bagi kita. Kalau sampai kita melakukannya, Tuhan tidak berkenan kepada kita (Ibr 10:38). Jadi, jangan keluar dari proses yang Ia lakukan di dalam hidup kita. Keluar atau 'lari' dari proses, justru akan menyebabkan lebih banyak lagi penderitaan dalam hidup kita. 

Sesungguhnya lama tidaknya proses itu sangat bergantung dari respons kita sendiri atau kesediaan kita dibentuk oleh Tuhan. 

Contoh: bangsa Israel harus mengalami pembentukan dari Tuhan dalam waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun. Bagaimana mungkin? Apakah Tuhan tidak sanggup membentuk mereka dengan cepat? Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan yang lama oleh karena kesalahan mereka sendiri: tidak taat dan memberontak kepada Tuhan. Jadi akar masalahnya ada pada mereka sendiri. Bangsa Israel adalah bangsa yang keras hati (tegar tengkuk) padahal mereka telah melihat dan mengalami perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan. Tidak hanya itu, mereka juga suka bersungut-sungut dan mengeluh. Dari mulut mereka tidak pernah keluar ucapan syukur. 

Ketika kita mau taat mengikuti proses Tuhan ini dengan benar hasilnya pasti akan luar biasa (Ayb 42:12-15 » Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu). Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia (Yak 1:12). 

4. Untuk menyadarkan kita bahwa kasih-Nya lebih besar dari penderitaan kita 

Setiap kali kita menghadapi penderitaan, sadarilah bahwa kasih-Nya jauh melampaui apapun yang kita pernah dan sedang hadapi. Bukankah kalau kita tetap bisa bertahan sampai sekarang karena Tuhan-lah yang telah membawa kita keluar dari kesulitan demi kesulitan? "... sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku jadi sempurna." (2 Kor 12:9). 

Sadarilah proses hidup yang saat ini kita alami tidak pernah keluar dari garis penyertaan Tuhan (Mat 28:20; 1 Kor 10:13). Dia sungguh mengasihi kita, bila hari ini kita masih menerima teguran dan didikan, seharusnya kita bersyukur karena Tuhan mengasihi kita (Ibr 12:5-8 » Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak). 

Penderitaan tak akan pernah sepenuhnya lenyap dari kehidupan kita. Apabila kita menerimanya dengan penuh iman, kita beroleh kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan Yesus dan menunjukkan kasih kita kepada-Nya (St. Teresa Kalkuta). 

(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI TL Tgl 12 Desember 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).

Mata yang tertuju pada Yesus



Apakah kita rindu mempunyai kehidupan yang luar biasa? Apakah kita rindu mengalami Kerajaan Allah? 

[Kamus Alkitab » Pemerintahan Alah sebagai Raja yang hendak melaksanakan di sorga maupun di bumi. Dengan kedatangan Yesus Kerajaan Allah sudah dekat (Mat 4:17), bahkan berada "di antara kamu" (Luk 17:21); 1 Kor 4:20 » Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa; Yoh 1:12 » diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; Rm 14:17 Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus]. 

Syarat untuk naik ke level yang lebih tinggi dalam kehidupan rohani dan dapat membawa jiwa-jiwa kepada-Nya: 

1. Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia (Ibr 12:1-2). 

Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil (1 Kor 1: 18, 24, 30, 21) . 

Oleh karena “iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17) maka firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu (Yak 1:21). 

2. Membangun relasi dengan Tuhan melalui doa dan membaca/mendengarkan firman Tuhan. Ketika kita membangun relasi dengan-Nya, kita akan tahu kehendak-Nya (1 Tim 2:4 » semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran). Ketika kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus (Flp 2:5), maka kita dapat berjalan sesuai dengan panggilan kita, yaitu: memperoleh berkat dan memberkati (1 Ptr 3:9) 

Mata Tuhan sedang tertuju kepada kita, Dia hendak mengajar dan menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita tempuh; Dia hendak memberi nasihat (Mzm 32:8), agar kita bisa dipakai sebagai alat-Nya untuk menyatakan kasih dan kuasa-Nya kepada dunia. 

Respon kita: Kita memandang kepada Tuhan, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita (Mzm 123:1-2), mata kita memandang terus ke depan dan tatapan mata kita tetap ke muka. Menempuh jalan yang rata dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, menjauhkanlah kaki kita dari kejahatan (Ams 4:25-27). 

Ada dua jenis mata dalam memandang kehidupan: 

1. Mata lalat » tidak tertarik pada harum dan keindahan bunga. Orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik, sebaliknya bila ada hal-hal yang jahat, menyakitkan, gosip, bohong, permusuhan, mereka menjadi begitu bersemangat untuk menyebarkannya tanpa berpikir panjang. 

2. Mata lebah » tidak tertarik pada kotoran. Orang baik tidak tertarik dan tidak mau merespon akan hal-hal yang buruk, menyakiti, isu yang tak jelas, semua yang berbau kejahatan, yang sekalipun nampak sekilas baik dan benar. 

Apa yang dipikirkan menghasilkan apa yang dilihat, dan apa yang dilihat akan menghasilkan apa yang diperoleh. Hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran selalu negatif, maka apa saja yang dilihat akan selalu negatif dan hasilnya adalah penderitaan, sakit hati, kecewa dan iri hati. 

Ingin bahagia? Mulailah dengan hati dan pikiran yang selalu positif, maka apa saja yang dilihat akan selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan, sukacita, dan damai sejahtera. 

Jika kita seperti lebah yang menghasilkan madu, maka orang-orang disekeliling kita juga akan mencicipi manisnya madu. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan juga akan mencelakakan orang lain. 

Ketika kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus (Flp 2:5), maka kita juga mempunyai mata lebah seperti Yesus, tidak mengingat masa lalu yang kelam dari seseorang, sehingga orang tersebut bertobat dari dosanya, ia diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran seperti Maria (Yoh 12:3; Luk 7:37-38; 1 Tim 2:4). 

Ada dua hal yang penting yang harus kita lakukan agar mata kita senantiasa tertuju kepada Tuhan: 

1. Jangan padamkan kasih 

Seperti halnya sepasang kekasih yang dipenuhi oleh hasrat cinta, maka mata mereka saling memandang. Ini adalah suatu moment yang sangat mengesankan dan membuat keintiman di antara mereka akan semakin dalam. 

Demikian juga antara kita dengan Tuhan, hasrat kita akan Tuhan membuat kita semakin dekat dengan Tuhan dan akan membuat kita semakin haus dan lapar akan kebenaran, sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm12:2). 

2. Fokus pada tujuan 

Apa yang membuat Allah berkenan kepada Yesus? (Mat 3:17; 17:5). Karena mata Yesus tertuju kepada Bapa, Ia melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak (Yoh 4:34; 5:19). 

Ketika mata kita terus tertuju kepada Tuhan maka pewahyuan demi pewahyuan akan terus mengalir mempertajam visi, membuat kita semakin mengenal pribadi-Nya, tuntunan Tuhan semakin jelas kepada kita sehingga kita bisa melakukan seperti yang Yesus lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu (Yoh 14:12) 

Jadi, orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yes 40:31). 

(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI TL Tgl 28 November 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).

1 Sam 9:1-4, 17-19; 10:1a

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Sabtu, 18 Januari 2020: Hari Biasa I - Tahun A/II (Hijau)
Bacaan: 1 Sam 9:1-4, 17-19; 10:1a; Mzm 21:2-3, 4-5, 6-7; Mrk 2:13-17


(1) Ada seorang dari daerah Benyamin, namanya Kish bin Abiel, bin Zeror, bin Bekhorat, bin Afiah, seorang suku Benyamin, seorang yang berada. Orang ini ada anaknya laki-laki, namanya Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorang pun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya.

(2A) Kish, ayah Saul itu, kehilangan keledai-keledai betinanya. Sebab itu berkatalah Kish kepada Saul, anaknya: "Ambillah salah seorang bujang, bersiaplah dan pergilah mencari keledai-keledai itu." Lalu mereka berjalan melalui pegunungan Efraim; juga mereka berjalan melalui tanah Salisa, tetapi tidak menemuinya. Kemudian mereka berjalan melalui tanah Sahalim, tetapi keledai-keledai itu tidak ada; kemudian mereka berjalan melalui tanah Benyamin, tetapi tidak menemuinya.

(2B) Ketika Samuel melihat Saul, maka berfirmanlah Tuhan kepadanya: "Inilah orang yang Kusebutkan kepadamu itu; orang ini akan memegang tampuk pemerintahan atas umat-Ku."

(2C) Dalam pada itu Saul, datang mendekati Samuel di tengah pintu gerbang dan berkata: "Maaf, di mana rumah pelihat itu?" Jawab Samuel kepada Saul, katanya: "Akulah pelihat itu. Naiklah mendahului aku ke bukit. Hari ini kamu makan bersama-sama dengan daku; besok pagi aku membiarkan engkau pergi dan aku akan memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ada dalam hatimu.

(2D) Lalu Samuel mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciumnyalah dia sambil berkata: "Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan, dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan musuh-musuh di sekitarnya.


Renungan


1. Percayalah pada  rencana-Nya

Tiada orang yang mengerti apa yang akan terjadi hari esok (Yak. 4:14).

(1) Siapa sangka Tuhan akan memilih orang seperti Saul untuk menjadi raja atas Israel (1 Sam 21 》 suku Benyamin, suku yang terkecil di Israel, kaum yang paling hina dari suku Benyamin).

(2AB) Dia merancang pertemuan Saul dengan Samuel lewat peristiwa yang khusus. Saul TAAT pada perintah ayahnya. Karena tak kunjung menemukan apa yang dicari, ia kemudian hendak meminta petunjuk seorang abdi Allah. PADA SAAT YANG SAMA Allah mengutus Samuel dengan tujuan yang jelas. (2CD) Walau setengah percaya, Saul mengikuti Samuel dan Samuel menyatakan penghormatannya kepada Saul dengan memberi tempat terhormat dalam suatu perjamuan (1 Sam 9:24).

Seringkali dalam hidup ini kita merasa kecil, lemah, miskin, dan hina. Pada saat itu kita merasa rendah diri dan tidak berarti. Bahkan kita bertanya-tanya dalam hati, apakah yang akan terjadi pada diriku esok? Apakah keadaanku nanti akan lebih baik? Apakah aku akan berhasil suatu saat nanti? Hal ini bisa menimbulkan kekuatiran, kecemasan dan ketakutan. Namun kita perlu mengerti bahwa Tuhan merancang orang percaya untuk masa depan yang penuh harapan dan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan (Yer 29:11).

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati kita. Tetapi KITA TIDAK DAPAT MENYELAMI PEKERJAAN YANG DILAKUKAN ALLAH dari awal sampai akhir (Pkh 3:11).

Jika kita TAAT pada-Nya, niscaya DIA AKAN MEMBERKATI KITA. Allah adalah Bapa yang sangat baik bagi kita. Mari percayakan hidup kita ke dalam tangan-Nya.


Penyertaan Tuhan dalam perencanaan

Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah - sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur (Mzm 127:1-2). 

Marilah kita belajar dari Yakobus 4:13-17: 

Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: (1A) "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? (2) Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." 

Tetapi sekarang (1B) kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa. 

» (1AB) Manusia berimajinasi sesuai dengan keinginan hatinya, nafsunya dan segala kenikmatan yang dunia tawarkan. Pedagang yang congkak ini adalah contoh orang yang mempunyai perencanaan yang bagus, namun ia tidak pernah meminta hikmat Tuhan dalam perencanaannya. 

Semua orang melakukan perencanaan, namun tidak semua orang mampu menyusun rencana secara efektif. Kita pun kerap mendengar perkataan ini, “Gagal merencanakan adalah merencanakan untuk gagal.” Jadi, perencanaan adalah persoalan yang penting, kita tidak bisa hidup hanya mengalir saja. Bagaimana hal ini dipandang dalam iman Kristen? 

Manusia menganggap segala sesuatu gampang karena mereka mempunyai kemampuan akademis, finansial dan kekuasaan. Tiga hal yang membuat manusia melupakan Tuhan dalam segala perencanaan sehingga cita-cita itu tidak tercapai dan banyak mengalami kekacauan. 

1. Kemampuan akademis 

Kemampuan pengetahuan untuk merealisasikan rencana dan rancangan itu juga baik, namun kita harus belajar dari apa yang terjadi ketika bangsa Israel mendirikan menara Babel sampai ke langit. Ketika kesombongan dan kecongkakkan merasuki hati bangsa Israel, mereka mengandalkan pengetahuan tentang kontruksi bangunan tanpa bertanya apakah Tuhan merestui cita-cita mereka itu atau tidak. Akhirnya rancangan terbesar dalam hidup mereka gagal total. Menara itu runtuh dan terjadi kekacauan bahasa, masing-masing pekerja tidak memahami bahasa teman sekerjanya. 

Jadi, janganlah melakukan sesuatu karena didorong kepentingan diri sendiri, atau untuk menyombongkan diri. Sebaliknya hendaklah kalian masing-masing dengan rendah hati menganggap orang lain lebih baik dari diri sendiri (Flp 2:3). 

2. Kemampuan Finansial 

Kekayaan adalah alasan manusia melupakan atau meninggalkan Tuhan. Mungkin dengan uang kita bisa membeli semua fasilitas dalam kehidupan ini, namun fasilitas itu belum tentu bisa dinikmatinya (Pkh 6:1-2). Justru karena harta yang melimpah, telah membutakan manusia dari kasih sayang. Jadi, mengandalkan kemampuan financial adalah salah, karena Tuhan tidak mau dirinya digantikan oleh apapun di dunia ini. 

3. Kemampuan Kekuasaan 

Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari Tuhan (Yes 31:1). 

Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan! (Yer 17:5). 

Jadi, kita harus bertanya terlebih dahulu dalam doa kepada Tuhan, apakah rencana yang ada dalam hati kita itu baik adanya. Pertimbangkan kerugian umat manusia akibat rencana itu, jika tidak mendatangkan damai sejahtera maka lebih baik kita menundanya. 

Jika mendatangkan keselamatan bagi banyak jiwa dan mendatangkan damai sejahtera tentu rancangan itu berkenan kepada Tuhan. Jadi, jangan melupakan Tuhan dalam setiap rencana kita. 

(2) “Uap” menggambarkan sesuatu yang tidak tinggal tetap, melainkan hanya hadir dalam hitungan detik, dan selanjutnya tidak kelihatan lagi. Maksudnya, kehidupan manusia itu datang dan pergi secara tidak terduga. Ada yang terlihat sehat, ternyata esoknya meninggal; ada yang sakit-sakitan, namun ajal tidak kunjung menjemput. Jadi, kita tidak boleh menyusun rencana secara congkak. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI 8 Agustus TL 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).

Persahabatan sejati



Apa yang menyebabkan terjadinya persahabatan yang dinamis antara anak Saul dengan anak Isai? Meskipun sebenarnya ada jurang sosial di antara mereka (Daud hanyalah seorang gembala dan Yonatan seorang pangeran). 


Keduanya adalah orang yang berkenan kepada Allah, hatinya melekat dengan Allah. Masing-masing memiliki hubungan yang dinamis dengan Allah. Dan ketika jiwa mereka berpadu menjadi satu, maka ikatan hubungan yang terjadi bukanlah sekedar ikatan hubungan antar manusia saja. Hubungan tersebut juga melibatkan Allah sebagai pusat


Mereka mengenal Allah secara pribadi dan mengerti akan kebesaran-Nya, memiliki pemahaman yang jelas akan kasih Allah dan janji-Nya kepada bangsa Israel. Keduanya mengerti tanpa keraguan sedikitpun, bahwa mereka berperang dalam peperangan Allah, bukan peperangan mereka sendiri. Karena dengan kekuatan mereka sendiri, sama sekali tidak akan ada kemungkinan untuk menang. 

Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial, dan tanpa teman, berarti cawan kehidupan kita hanya setengah terisi. 

Hubungan antara Daud dan Yonatan merupakan nubuatan. Di dalam Kristus, saudara-saudari Kristen memiliki potensi untuk menjalin persahabatan sejati dan langgeng yang tidak pernah ada bandingannya di muka bumi ini. 

Benar, semua manusia dapat mengalami "persahabatan" karena kita diciptakan sesuai dengan gambar Allah. Namun, hanya orang Kristenlah yang mempunyai potensi untuk memiliki kualitas persahabatan yang sama dengan yang terjadi antara Daud dan Yonatan. 

Alasannya ialah karena persahabatan ini berpusat pada Allah dan manusia. Dan di dalam Kristus, kita dapat mengalami komitmen (janji) yang sama mendalamnya satu terhadap yang lain. 

PL: Hubungan Daud dengan Yonatan PB: Hubungan di dalam Tubuh Kristus 

PL: [1 Sam 18:1] Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. 

PB: [Rm 12:10] Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. 

PL: Yonatan adalah seorang penengah yang setia (1 Sam 19:4-7). Ia mengagumi Daud, melayani dan berbuat segala yang ia mampu untuk menolong Daud membangun kembali hubungannya dengan Saul (1 Sam 20:4). 

PB: [Rm 12:10] Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. [Gal 5:13] Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. [1 Kor 12:26] Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita. 

PL: Yonatan tetap setia kepada Daud dengan tidak mempedulikan nasibnya sendiri. Hidupnya dalam bencana ketika ia mencoba membela Daud (1 Sam 20:30-31). 

PB: [1 Yoh 3:16] Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. 


(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Apakah anda merasa sebagai seorang yang gagal? Belajarlah dari Daud, Gene A. Getz).

Hidup dalam kehendak Bapa



Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku (Kis 13:22). Kita tidak dapat mempelajari kehidupan Daud tanpa mempelajari kehidupan Saul. 

Sikap dan kelakuan Saul pada awalnya. Ketika nabi Samuel pertama kali mendekatinya untuk menyampaikan berita dari Allah, tanggapan yang diberikan Saul sangat tulus: “Bukankah aku seorang suku Benyamin, suku yang terkecil di Israel? Dan bukankah kaumku yang paling hina dari segala kaum suku Benyamin? Mengapa bapa berkata demikian kepadaku?” (1 Sam 9:21). Dan pada saat pengangkatannya sebagai raja tiba, ia bersembunyi. Para pemimpin Israel harus mencari dan membujuknya untuk menerima jabatan itu (1 Sam 10:22-23). 

Namun setelah menjadi raja, secara tragis ia ternyata gagal melakukan kehendak Allah. Seringkali ia menangani persoalan-persoalan dengan tangannya sendiri. Hanya karena menuruti dorongan hatinya semata, Saul pernah mengambil alih tugas kenabian Samuel, mempersembahkan korban kepada Allah (1 Sam 13:12), sikapnya sombong tidak mentaati Allah (1 Sam 15:9), berbohong untuk menutupi dosanya (1 Sam 15:20-21). Karena itu Allah menolaknya menjadi raja (1 Sam 15:28). 

Saul mengakui dosa-dosanya (1 Sam 15:24). Ia menginginkan pengampunan, pengakuan dosanya (bertobat) itu karena ia tertangkap basah! Kedudukannya terancam. Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? (Yer 17:9). 

Ketidaktaatan yang dilakukannya secara terus-menerus dan sikap hatinya yang selalu tidak benar. Ketika ditegur oleh Samuel, Saul merasionalkan dengan segala macam alasan yang tidak jujur. Dan ketika disadarinya bahwa ia tidak mampu memanupulasi Tuhan, hatinya menjadi semakin keras. 

Saul dengan sengaja melangkah keluar dari kehendak Allah. Meskipun Allah menolak Saul sebagai raja atas Israel, ia masih dibiarkan memerintah selama 2 tahun (1 Sam 13:1). Namun pemerintahan Saul tidak disertai kehadiran dan kuasa Allah (1 Sam 16:14 » Roh Tuhan telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat). 

Sejak saat itu, kehidupan Saul merosot, baik dalam hal kejiwaan, jasmani maupun rohaninya. Ia menjadi orang yang penuh amarah (1 Sam 18:8), mendengki (1 Sam 18:9) dan ketakutan (1 Sam 18:12). Didominasi oleh emosinya, jalan pemikiran Saul menjadi kacau. Tindakan-tindakan selanjutnya menjadi kekanak-kanakan (1 Sam 31). 

Sesungguhnya, hukuman Allah merupakan disiplin, suatu tindakan kasih yang dirancang untuk mengembalikan hati Saul kepada kebenaran. Jadi, jangan sekali-kali menyia-nyiakan kasih dan anugerah Allah. 

Dosa Saul dan sikap Allah yang menolaknya, telah membuahkan usaha pencarian seorang raja baru bagi Israel (1 Sam 13:14). Melalui pernyataan ini, kutukan terhadap Saul telah dimeteraikan. Seandainya ia menyesali semua dosa-dosanya, maka tidak akan ada akhir tragis yang menandai akhir kehidupannya. 

Allah mencari seorang yang berkarakter, seseorang yang benar di hadapan-Nya, Allah tidak tertarik pada perawakan yang tinggi, tetapi pada kebesaran jiwanya (1 Sam 16:7 » manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati). 

Hati adalah pusat kehidupan seseorang secara mental, emosi dan rohani. Dengan kata lain, hati adalah bagian terdalam dari pribadi seseorang. Hati mencerminkan siapa sebenarnya orang itu. 

Sebagai pusat mental, hati mengetahui, memahami, merenungkan, mempertimbangkan dan mengingat. Sebagai pusat emosi, hati adalah letak sukacita, keberanian, rasa sakit, kegelisahan, keputusasaan, kesedihan dan ketakutan. Sebagai pusat moral, Allah ‘menguji hati’, ‘melihat hati’, ‘menguduskan hati’ dan ‘menyelidiki hati’. 

Dengan menyelidiki kehidupan Daud, kitapun dapat mengerti akan hati Allah dan kehendak-Nya. Daud adalah seorang yang berkenan di hati Allah (1 Sam 13:14; Kis 13:22), hal ini tersirat dalam Mazmur yang ditulisnya: seorang yang rindu melakukan kehendak Allah (Mzm 24), hati yang bersyukur (Mzm 9:2-3; 86:11-12; 138:1-2), hati yang benar (Mzm 15:1-3), hati yang terbuka (Mzm 26:2; 139:2-3), hati yang berharap (Mzm 37:4-5), hati yang mengingat hukum Allah (Mzm 19:10-12, 15), hati yang bertobat (Mzm 51:12, 19), sikap rendah hati (Mzm 131:1), hati yang bergantung kepada Allah (Mzm 61:2-5). 

Daud adalah seorang yang mau diajar dan mau belajar sebagai murid Tuhan yang baik (Mzm 71:17, 5; 18:33-35; 86:11; 143:10). Itulah sebabnya ia mempunyai kepercayaan kepada Allah sejak masa mudanya (Mzm 71:5-6; 20:8; 25:2:31:7; 55:24; 56:4-5; 143:8 dll). 

Bilamana kita mau diajar dan mau belajar, maka kehidupan kita akan diperlengkapi sehingga dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang berkenan kepada Allah (2 Tim 3:15-17). 

Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang (Yes 50:4). 

Daud adalah anak bungsu, namun bukannya dimanja, tetapi ia dididik untuk bekerja (1 Sam 16:11; 1 Sam 17:20), yang penuh tanggung jawab (1 Sam 17:34-36 » melambangkan sifat tanggung jawab dari Tuhan; 1 Sam 22:20-23 » tidak mau lepas dari tanggung jawabnya; 1 Sam 30:1-31 » membalas budi kebaikan orang lain; 1 Taw 21:16-17 » tidak menimpakan kesalahan pada orang lain). 

Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud (1 Sam 16:13). Dengan pengurapan itu, maka berlakulah penyertaan Allah! (91 Sam 18:12, 14, 28; 2 Sam5:10 dll). 

Daud menyadari betapa pentingnya penyertaan Allah dalam hidupnya. Itulah sebabnya ia menjaga diri sedemikian rupa sehingga Roh Allah berkuasa sejak hari itu dan seterusnya. Kenyataan ini dapat kita lihat pada waktu ia berbuat dosa, yaitu berzinah dengan Batsyeba, ia memperbaiki dirinya dengan bertobat dan memohon agar Roh Allah tidak ditarik darinya (Mzm 51:12-13). 

Iblis akan memakai orang-orang jahat, yang penuh dengan hawa nafsu, iri hati agar jiwa kita tertekan untuk menghancurkan iman anak-anak Tuhan. 

Tidak dapat disangkal, seringkali kita sudah tahu kehendak Allah, tetapi kita seringkali terpengaruh oleh "kata-kata baik" dari teman-teman atau orang-orang sekeliling kita yang bertentangan dengan kehendak Allah (Kis 21:10-14; Mat 16:21-23). 

Dalam menghadapi kabar-kabar dari manusia, yang dapat merisaukan dan membimbangkan kita, marilah kita merindukan peneguhan firman Allah, sebab dengan demikian kita dididik untuk mengenal kehendak Allah. 

Jika kita lari kepada Tuhan dalam doa dan lari ke "jalan kasih", yaitu firman Allah, yaitu menuruti firman-Nya, sebab dengan jalan demikian Allah justru akan turut campur tangan dengan Roh Kudus-Nya, sehingga Ia akan membatalkan semua rencana jahat dan kita akan terlepas! (2 Kor 3:17). 

Dengan iman, seseorang dapat diselamatkan bukan saja dari dosa, tetapi juga dari pikiran-pikiran yang salah. Dengan kata lain: dengan iman kita akan mempunyai pikiran rohani, yang berkenan kepada Allah (Rm 8:5-8; Ibr 11:6). 

Jadi, kita harus belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Di zaman sekarang, Allah berbicara kepada kita melalui Alkitab. Kita memiliki firman-Nya. Dan di dalam firman-Nya, Ia menyatakan kehendak-Nya kepada semua manusia. Kita mencari kehendak-Nya melalui doa (Flp 4:6-7). 

Jika kita ingin percaya kepada Tuhan, berkumpullah dengan orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Perhatikanlah hidup mereka dan kita akan memperoleh kekuatan melalui mereka. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI 19 Desember 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).

Kebenaran yang memerdekakan



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebenaran memiliki 8 arti, beberapa diantaranya adalah: keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar) ada, kejujuran. Arti kata benar adalah lurus (hati), tidak bohong, dapat dipercaya (cocok dengan keadaan sebenarnya); merdeka berarti: keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb), kebebasan

Barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yak 1:25). 

Keinginan untuk mengenal kebenaran yang sejati membuat orang penasaran. Karenanya ketika Pilatus bertemu dengan Tuhan Yesus ia bertanya: "Apakah kebenaran itu?" (Yoh 18:38a). 

Dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa "firman Allah adalah kebenaran" (Yoh 17:17). Firman itu adalah Allah, telah menjadi manusia (Yoh 1:1, 14). Dia datang ke dalam dunia ini, supaya memberi kesaksian tentang kebenaran. Dialah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui-Nya. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Nya." (Yoh 14:6; 18:37). 

Salah satu kebenaran firman adalah Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia (Ibr 9:28). 

Ketika kita sakit, kita tidak bisa memilih-milih obat yang harus kita minum. Demikian juga dengan kebenaran, kita tidak bisa memilih-milih kebenaran yang menyenangkan telinga kita saja. Jika kita memilih-pilih firman, kita tidak sungguh-sungguh tinggal dalam firman. Walaupun kebenaran itu seperti pil pahit, kita harus memakannya agar menyembuhkan kita

Kita tidak akan tahu kebenaran seperti apa, jika kita tidak tinggal di sana. Seperti kita tinggal satu rumah dengan orang lain, kita akan tahu kebiasaan-kebiasaan orang-orang yang tinggal bersama dengan kita. Saat kita tinggal bersama, ada kehidupan yang terjadi. Demikian juga jika kita hidup bersama kebenaran, maka akan ada kehidupan yang terjadi. 

Untuk merdeka, kita harus tahu apa itu kebenaran. Saat kita tahu kebenaran, cara pandang kita terhadap sesuatu akan sesuai dengan kebenaran. Jika kita tidak tahu kebenaran, kita akan dengan mudahnya menerima inputan-inputan dari dunia, yang kemudian kita rohanikan

Cara pandang kita menentukan arah hidup kita. Jika cara pandang kita salah, hidup kita akan diaktifkan pada suatu yang salah. Tapi jika cara pandang kita benar, hidup kita akan dibawa pada kebenaran. 

Bukti memiliki kemerdekaan sejati: tidak mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan melayani seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13); memiliki kerinduan (Flp 2:13 » ada kemauan) untuk menjadi kawan sekerja Allah (1 Kor 3:9). Kerinduan ini berasal dari Allah, untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki dan rancangkan sejak semula untuk kita lakukan. 

Ketika kita merespon kehendak Allah ini, maka Ia akan memberikan kemampuan (kesehatan, keuangan, talenta/karunia) dan memberikan kesempatan (waktu) untuk tujuan hidup yang kekal, yaitu untuk kemuliaan Tuhan (1 Kor 10:31; Kol 3:17, 23 » Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia). 

Marilah kita belajar dari Yoh 8:31-47

Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang (A1) percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu (A2) tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah (3) murid-Ku dan kamu akan (A3) mengetahui kebenaran, dan (A4) kebenaran itu akan memerdekakan kamu." 

Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. (B1) Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?" 

Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang (7) berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi (A5) apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka." 

"Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena (B2) firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu." 

Jawab mereka kepada-Nya: "Bapa kami ialah Abraham." Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri." Jawab mereka: "Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah." 

Kata Yesus kepada mereka: (2) "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. 

Apakah sebabnya kamu (B3) tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu (B4) tidak dapat menangkap firman-Ku. (5) Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan (6) bapa segala dusta

Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? Barangsiapa (1) berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya (4) kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah." 

» (1-3) Murid Kristus: berasal dari Allah. (A1-3) Sebagai murid Kristus, diberikan pengetahuan akan kebenaran, dan kebenaran itu akan memberi dampak pada pikiran, perasaan dan kehendak kita sehingga kita senantiasa menjadikan firman sebagai dasar dan pondasi hidup kita (Mzm 119:105 » Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku). 

Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut (Rm 8:1-2). 

Akhirnya, (A4-5) kitamerdekadalam memutuskan segala sesuatu karena ada kejujuran didalamnya (Mat 5:37 » Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat). 

(4-7) Bukan murid Kristus: berasal dari Iblis, pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, berkata atas kehendaknya sendiri, bapa segala dusta. 

Seseorang yang seringkali berbuat jahat dan licik, mengatakan percaya tapi tidak hidup dalam firman, dia bukanlah murid Kristus. Ia datang kepada Tuhan, bertanya kepada-Nya, tetapi tidak meminta kebenaran, meminta pembenaran. (B1-B3) Firman itu seakan-akan bertentangan dengan akal dan pikirannya. 

Tuhan tidak mau kita hanya percaya saja (Yak 1:23 » mendengar firman saja dan tidak melakukannya), namun kita harus menghidupi kepercayaan kita. Jadi, jika kita ingin bertumbuh di dalam Tuhan, maka kita harus percaya terlebih dahulu, menerima dengan iman, baru mengalami mujizat Tuhan (Mat 21:22). 

Berikan tempat untuk kebenaran yang ada di hati, jangan hanya mendengar saja (Yak 1:21 » firman yang tertanam dalam hati kita, yang berkuasa menyelamatkan jiwa kita). Biarlah firman Tuhan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16). Ingatlah! Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan (Gal 5:1). 

(Sumber: Warta KPI TL No. 177/I/2020 » Renungan KPI 15 Agustus TL 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).

Rabu, 15 Januari 2020

Mata lebah dan mata lalat



Mengapa lebah cepat menemukan bunga? Sedangkan lalat cepat menemukan kotoran? Karena naluri lebah hanya untuk menemukan bunga, sedangkan naluri lalat hanya untuk menemukan kotoran. Lebah tidak tertarik pada kotoran. Sebaliknya, lalat tidak tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil, lebah kaya akan madu sedangkan lalat kaya kuman penyakit. 


Orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik, sebaliknya bila ada hal-hal yang jahat, menyakitkan, gosip, bohong, permusuhan, mereka menjadi begitu bersemangat untuk menyebarkannya tanpa berpikir panjang. 

Orang baik tidak tertarik dan tidak mau merespon akan hal-hal yang buruk, menyakiti, isu yang tak jelas, semua yang berbau kejahatan, yang sekalipun nampak sekilas baik dan benar. 

Apa yang dipikirkan menghasilkan apa yang dilihat, dan apa yang dilihat akan menghasilkan apa yang diperoleh. Hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran selalu negatif, maka apa saja yang dilihat akan selalu negatif dan hasilnya adalah penderitaan, sakit hati, kecewa dan iri hati. 

Ingin bahagia? Mulailah dengan hati dan pikiran yang selalu positif, maka apa saja yang dilihat akan selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan, sukacita, dan damai sejahtera. 

Jika kita seperti lebah yang menghasilkan madu, maka orang-orang disekeliling kita juga akan mencicipi manisnya madu. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan juga akan mencelakakan orang lain.

Jumat, 10 Januari 2020

Bil 21:4-9

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Selasa, 20 Maret 2018: Hari Biasa Pekan V Prapaskah - Tahun B/II (Ungu)
Bacaan: Bil 21:4-9; Mzm 102:2-3, 16-18, 19-21; Yoh 8:21-30


Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan. Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: "Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak."

Lalu Tuhan menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati. Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: "Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan Tuhan dan engkau; berdoalah kepada Tuhan, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami." Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu.

Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup."


Renungan


1. Tipologi

Lalu Musa membuat (*) ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup.

Umat Israel gagal dalam tetap percaya. Mereka mengeluh dan kecewa kepada Tuhan dan Musa. Akibatnya, Tuhan mengirim ular-ular untuk memagut orang-orang Israel.

Menyadari kenyataan itu, mereka menyesali perbuatannya. Tuhan lalu meminta Musa membuat sebuah ular dan ditinggikan pada sebuah tiang. Orang-orang Israel yang terpagut ular akan selamat bila memandang ular tersebut.

(*) Ular yang ditinggikan pada sebuah tiang itu adalah simbol Yesus sendiri (tipologi). Ketika Yesus ditinggikan di kayu salib, barulah kita tahu bahwa Dialah Juruselamat kita. Marilah kita selalu memandang Dia yang tergantung di kayu salib. Dialah keselamatan kita.

Tipologi adalah studi mengenai gambaran/prototipe. Cara untuk menafsirkan pristiwa, pribadi, dan barang sebagai "tipe", yang menandakan "antitipe" PB yang memuat kepenuhan wahyu dan keselamatan.

Perjanjian Lama digenapi dalam Perjanjian Baru. PB menerangkan bagaimana Kristus dan Gereja-Nya telah dinyatakan secara figuratif di dalam PL (salah satunya Bil 21:9 ~ Yoh 3:14-15). Selubung masih tetap menyelubungi, jika membaca Perjanjian Lama, tanpa disingkapkan karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkan-Nya (KGK 128-130; 2 Kor 3:14).

Apabila hukum Taurat ditafsirkan secara keliru, ia berubah menjadi musuh manusia karena kaitannya dengan dosa (Rm 7:8-11).


Yoh 8:31-42

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Rabu, 21 Maret 2018: Hari Biasa Pekan V Prapaskah - Tahun B/II (Ungu)
Bacaan: Dan 3:14-29, 24-25, 28; MT Dan 3:52, 53, 54, 55, 56; Yoh 8:31-42


Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"

Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."

"Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi (*) kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu."

Jawab mereka kepada-Nya: "Bapa kami ialah Abraham." Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri." Jawab mereka: "Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah."

Kata Yesus kepada mereka: "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.


Renungan


1. Siapakahbapakita sesungguhnya?

(*) Itu bukan pekerjaan kebenaran melainkan pekerjaan dosa. Mereka bukan anak-anak Allah karena kasih Allah tidak ada pada mereka. Jika mereka anak Allah, mereka pasti mengasihi Allah dan mengasihi Yesus.

Faktanya mereka memiliki tanda-tanda pekerjaan Iblis, yaitu kebencian, hasrat membunuh, dan mendustai diri sendiri. Mereka adalah anak-anak Iblis. Terlebih lagi, sesudah Yesus membukakan semua fakta ini mereka tetap tidak percaya dan tidak mendengarkan firman-Nya.

Menjadi Kristen berarti harus memercayakan diri penuh kepada Yesus yang diutus Allah untuk memerdekakan kita dari dosa. Berkeras pada keinginan, pengertian, dan cara kita sendiri membuktikan kita masih menjadi hamba dosa, milik Iblis. Siapa menjadi milik Yesus, pasti mengasihi Allah dan Yesus serta mau taat pada firman-Nya.

Siapakah “bapa” kita sesungguhnya, Allah atau Iblis, akan tampak dari perbuatan-perbuatan kita!