06.34 -
*Pertobatan*
Pertobatan
Sebagian
besar isi Kitab Suci adalah seruan orang untuk bertobat (berbalik kepada Tuhan
dengan segenap hati, mengoyakkan hati, bukan pakaian - Yl 2:12-13).
Masa pertobatan adalah:
o Masa rahmat/menata hidup yang berserakan.
o Masa padang gurun (sunyi, sepi, tandus, berdoa terasa
hampa).
o Masa mengolah konflik batin (belajar tidak melihat
kelemahan orang lain).
o Masa untuk benar-benar mengikuti Yesus secara radikal.
Pertobatan dimulai dari hati (yang mampu
mengasihi); bukan dari kepala
(kasih kalkulator = selalu berhitung segala sesuatunya).
Perjalanan
yang paling panjang di tempuh manusia yang tak pernah sampai, yaitu: perjalanan
masuk ke dalam hati – ‘pertama melihat kebaikan-kebaikan, lalu masuk semakin
dalam akan menjumpai kejelek-jelekan. Biasanya kalau menjumpai kejelekan maka
akan ke luar, sehingga tidak akan pernah sempurna’ seperti yang dikatakan Kitab
Suci.
Kalau
orang bisa melihat dirinya tidak baik, itu satu langkah awal pertobatan
sempurna.
Orang
yang baru menerima sakramen baptis dengan penuh kesadaran bahwa namanya
tercatat di sorga/kitab kehidupan – menjadi milik Tuhan, biasanya dipenuhi Roh Kudus yang
menyucikan (1 Pet 3:21) dan Tuhan mengutusnya untuk melayani (akan memasuki padang gurun untuk
mempersiapkan seluruh hidupnya untuk melayani).
Pembaptisan
tidak membuat kita steril terhadap godaan iblis, karena dosa terus menerus membayangi
kehidupan. Dosa berasal dari godaan
dan tawaran.
Ada
tawaran yang diberikan Iblis pada Yesus (Luk 4:1-13):
1. Batu menjadi roti – tawaran materi untuk menerimanya
secara instant.
2. Segala kuasa serta kemuliaannya akan kuberikan
kepadamu ... jika Engkau menyembahku – sejauh mana dunia mempengaruhi kita.
3. Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini
ke bawah ..., Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi
Engkau – tujuan Yesus melakukan kehendak Bapa-Nya tanpa minta dipuji oleh
manusia.
Tawaran Iblis kadang tanpa kita sadari juga secara
Alkitabiah. Misalnya: Tuhan berjanji ... -
tanpa kita sadari praktek iman ini justru membawa kita pada kesombongan
rohani.
(Sumber:
Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 29 Maret 2007, Dra Yovita Baskoro,
MM).