Kamis, 26 Juli 2018

Kemenangan yang memberi kemenangan



Kemenangan yang diberikan Kristus kepada kita bukan hanya kemenangan atas maut tapi juga atas dosa yang menguasai kita. Kemenangan-Nya telah menjadikan kita ciptaan baru sehingga kita memiliki identitas baru dalam Kristus.

Oleh karena itu sekarang kita tidak perlu lagi memegang konsep diri yang salah atau selalu kalah terhadap dosa dan terus-menerus mengalami ketakutan dan kecemasan yang salah. 

Kita sekarang mampu menghadapi kesulitan hidup yang datang menerpa kita karena kita memiliki kuasa kemenangan-Nya. Hidup kita yang baru sekarang ini adalah hidup dalam kemenangan-Nya!

"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Rm 8:37-39)

Kapankah Kristus mendapatkan kemenangan-Nya? Banyak orang menjawab: pada waktu Ia bangkit. Jawaban itu kurang tepat, sebab Kolose 2:14-15 mengatakan, "dengan menghapus surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka."

Jadi, ayat di atas menyatakan bahwa sebenarnya Yesus sudah mendapat kemenangan-Nya di atas salib. Cuma kemenangan itu belum terlihat secara kasat mata. Kebangkitan-Nya menyatakannya secara jelas.

Kebangkitan Kristus adalah keunikan kekristenan dibandingkan dengan agama lainnya. Kristus telah bangkit tidak mati lagi. Kristus telah menang! Oleh karena itu perjuangan umat Tuhan bukanlah perjuangan untuk meraih kemenangan; tetapi perjuangan dari kemenangan atas segala dosa dan Setan yang sudah diperoleh oleh Yesus ketika Ia berada di atas salib dan melalui kebangkitan-Nya (Yoh 12:31; Kol 2:15; Why 12:11).

Kemenangan-Nya memberi kita kemenangan atas beberapa hal yang penting, yaitu:

1. Kemenangan atas maut (1 Kor 15:54b-57 » "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.").

Maut adalah musuh manusia yang terbesar. Maut tidak dapat dikalahkan oleh: kekayaan, kekuataan fisik, dan kepandaian otak. Ketiga hal itu biasanya digunakan oleh manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup mereka. Namun, ketika maut datang, kekayaan manusia tidak dapat menyuapnya; kekuatan fisik tidak dapat mengalahkannya; dan kepandaian otak tidak dapat menaklukkannya. Sungguh, maut merupakan musuh manusia yang paling menakutkan.

Tetapi, Yesus sudah mengalahkannya di atas salib. Tuhan sudah mengalahkan maut, apakah itu berarti bahwa setiap orang beriman tidak akan mengalami maut lagi? Umat Tuhan pada suatu saat tetap akan mengalami kematian, namun konsep tentang kematian itu sudah berubah. Maut tidak lagi sebagai hal yang menakutkan, namun sebagai "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal.

Firman Tuhan menyebut orang percaya yang meninggal sebagai "tertidur", seperti yang tertulis di dalam 1 Tes 4:13, "Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal (KJV: "concerning them which are asleep"), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan" (Bdk. 1 Tes 4:14 dengan Why 14:13).

Orang biasa selalu berambisi untuk menyingkirkan dan memusnahkan musuhnya. Orang pintar mampu mengubah musuh menjadi teman yang membawa berkat. Orang pandai dapat mengubah sampah menjadi pupuk; dapat mengubah besi rongsokan menjadi mobil yang mahal.

Tuhan Yesus belum menyingkirkan maut; namun Ia mengubah maut menjadi sesuatu yang berguna bagi umat-Nya, yakni menjadi "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal.

Oleh karena itulah rasul Paulus berkata, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Flp 1:21).

2. Kemenangan atas konsep diri yang salah.

Setelah maut, musuh terbesar kedua bagi manusia adalah diri sendiri. Masyarakat menjadi kacau jika setiap pribadi tidak dapat mengontrol dirinya. 

Orang yang suka membuat masalah di dalam masyarakat maupun di gereja adalah orang yang mempunyai masalah di dalam diri sendiri yang belum dapat diselesaikannya. Mereka yang tidak mempunyai rasa aman di dalam diri akan mudah tersinggung dengan perkataan orang lain yang secara obyektif tidaklah menyerang mereka.

Rasul Paulus menceritakan tentang ambisinya pada masa lalu. Ia beranggapan bahwa dengan menganiaya jemaat Tuhan ia sedang beribadah kepada-Nya (Flp 3:6). Blaise Pascal pernah berkata, "Kejahatan terkeji yang pernah terjadi dalam sejarah adalah kejahatan yang dilakukan atas nama agama." Sebagian orang menggunakan nama Allah, sebagai otoritas tertinggi untuk dimanipulir guna mendukung ambisinya sendiri.

Paulus menceritakan bagaimana pada masa lalu ia membangun harga dirinya dengan hal-hal yang secara lahiriah dapat dibanggakan, "Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal- hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Flp 3:4b-6).

Namun sayangnya, apa yang dahulu ia banggakan telah membuat Tuhan sangat merasa malu dan bersedih hati. Apa yang ia anggap mulia, dihadapan Tuhan sama dengan "sampah" (ayat 8b, cat.: dalam bahasa aslinya adalah "kotoran manusia"). Apa yang dahulu ia anggap benar, dihadapan Tuhan sebenarnya salah belaka (ayat 9).

Setelah mengenal Yesus sebagai Juruselamat, ambisi Paulus berubah, seperti yang tertulis di dalam Flp 3:10-11, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati."

Jadi, Paulus mengalami perubahan dalam "konsep nilai"-nya. Konsep nilai berkaitan dengan sesuatu yang dianggap paling berharga di dalam kehidupan seseorang. Segala hal boleh dikorbankan demi sesuatu/seseorang yang dianggap paling berharga.

Bagaimana dengan konsep nilai Anda? Falsafah Komunis mengatakan, "Satu-satunya yang bernilai adalah materi." Ada banyak orang berkata, "Yang paling bernilai adalah uang." Kaum hedonis berkata, "Yang terpenting adalah kenikmatan." Bagaimana dengan falsafah hidup orang Kristen? "The only value is truth" (yang paling bernilai adalah kebenaran). Seperti Tuhan Yesus pernah berkata, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah kebenaran." (Yoh 17:17)

Kebenaran jangan dijual (untuk mendapatkan sesuatu), namun kebenaran harus dibeli (yang lain boleh dikorbankan demi kebenaran, Ams 23:23).

3. Kemenangan atas segala tantangan dan kesulitan.

Apakah umat Tuhan bisa hidup bebas dari segala tantangan dan kesulitan? Tidak! Justru melalui tantangan dan kesulitan yang dialami akan terbuktilah kemenangan yang dari Tuhan bagi umat-Nya. Seorang pemenang adalah dia yang telah mengalahkan segala kesulitan dan tantangan di dalam hidupnya. 

Jikalau tidak ada kesulitan, menang atas apaFirman Tuhan tidak mengajar kita untuk lari dari kesulitan. Jikalau hal itu dikehendaki Tuhan, mintalah hikmat dan kekuatan daripada-Nya untuk menaklukkan segala kesulitan, Rasul Paulus menuliskan firman Tuhan yang dialaminya sendiri di dalam pelayanannya, "Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Rm 8:34-37)

Semua umat Tuhan mengamini bahwa Allah adalah maha kuasa. Seringkali kemaha-kuasaan-Nya diartikan sebagai Allah yang mampu mengubah semua situasi-kondisi yang sulit dalam hidup kita. Kita lupa, bahwa Allah yang maha kuasa juga mampu mengubah sikap hati kita terhadap kesulitan yang sedang dihadapi.

Pada waktu Yesus berada di Taman Getsemani, Ia minta jikalau boleh, cawan kepahitan itu dilalukan daripada-Nya. Tetapi Bapa-Nya di Sorga tetap menghendaki Yesus meminum cawan itu. Bapa mengirim seorang malaikat untuk memberi kekuatan kepada-Nya (Luk 22:43).

Salib itu tetap harus dipikul, namun sikap hati manusia Yesus telah diubah dan dikuatkan. Hasil-nya, Yesus dapat tegak berdiri untuk menghadapi salib dengan sikap hati yang tangguh (Bdk. Yoh 18:4-8).

Dalam bukunya "Harmagedon", Billy Graham pernah menuliskan kata-kata sebagai berikut, "Alkitab dan sejarah Gereja menunjukkan bahwa jalan keluar dari Allah bagi penderitaan umat-Nya tidak selalu berarti bebas dari penderitaan itu sendiri, melainkan kuasa untuk dapat bertahan dalam penderitaan."

Apa arti "lebih dari pemenang" (Rm 8:37)? Seorang pelari maraton sudah jauh melebihi lawan-lawannya dan sampai di garis finish, para penonton memberikan tepuk tangan untuk kemenangannya. Namun, tiba-tiba ia mempunyai ide. Ia melihat semua lawannya masih jauh tertinggal di belakang. Maka dengan kekuatan yang masih ada, ia mengambil ancang-ancang untuk lari sprint. Ia memutari satu lingkaran lagi dan sampai ke garis finish. Semua penonton berdiri, memberikan tepuk tangan, dan mengelu-elukannya. Pelari itu telah muncul sebagai "lebih dari pemenang".

Yesus sewaktu disalibkan dan dalam keadaan sangat menderita, Dia masih bisa berdoa untuk pengampunan bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya. Juga, Ia masih memperhatikan ibunda-Nya Maria. Dia meminta Yohanes, salah satu murid-Nya untuk memperhatikan Maria (Luk 23:34; Yoh 19:26-27). Yesus menjadi Tokoh yang lebih dari pemenang.

Sejumlah besar pujian yang terkenal digubah pada saat pengarangnya sedang mengalami tantangan dan cobaan yang begitu berat.

Charlotte Elliot telah mengubah lagu "Sebagai-mana Adaku" ("Just As I Am", tahun 1836) pada waktu ia mengalami cacat tubuh dan tak berdaya.

H.G. Spafford mengubah lagu "Nyamanlah Jiwaku" ("It is Well with My Soul") pada waktu musibah secara beruntun menimpa hidup dan keluarganya. Perusahaannya mengalami pailit, lalu kedua anaknya meninggal dunia dalam suatu musibah karam kapal.

Fanny Crosby menggubah ribuan lagu pujian dalam keadaan buta selama puluhan tahun sampai ia meninggal dunia. Ia masih berusia 3 tahun pada waktu penyakit mata menyerangnya.

Louis Pasteur menderita epilepsi dan lumpuh sebelah. Namun, penyakitnya itu malah mendorong dia untuk mengadakan riset di laboratoriumnya, sampai ia menemukan teori Pasteurisasi yang sangat berguna di dalam dunia medis sampai saat ini.

Dalam segala kesulitan yang dialami oleh orang-orang tersebut di atas, mereka tidak mengeluh kepada Tuhan, tetapi malah mengarang syair-syair, lagu-lagu yang membangun, serta hasil riset yang telah menjadi berkat bagi jutaan orang. Mereka telah keluar sebagai "lebih dari pemenang".

4. Kemenangan atas perasaan takut yang keliru.

Dosa telah memutar-balikkan banyak hal: yang manusia harus takuti, malah jadi berani sekali; yang manusia harus berani, malah jadi sangat takut.Seharusnya, manusia takut kepada Allah dan berani kepada Setan; manusia harus berani mengatakan kebenaran dan takut untuk berkata dusta. Namun, orang berdosa bersikap sangat berani menentang Allah dan takut kepada Setan. Dosa telah membuat banyak orang takut berkata benar dan berani berdusta.

Sebelum Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, mereka bersikap sangat takut, seperti yang tertulis di dalam Yoh 20:19a, "Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu, berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi."

Namun, setelah dipenuhi Roh Kudus, sikap mereka berubah total. Mereka berani menyampaikan kebenaran walaupun menghadapi ancaman penganiayaan, seperti yang tertulis di dalam Kisah Rasul 4:13, "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."

Rasa takut yang keliru seringkali dipakai Iblis untuk melumpuhkan dinamika hidup kristiani. Banyak orang Kristen tidak berani bersaksi karena mereka sudah kalah sebelum bertanding. Mereka takut kalau-kalau orang lain tersinggung atau marah. Iblis sering memakai "psychology of fear" (psikologi rasa takut) untuk memadamkan semangat pelayanan di dalam diri umat-Nya.

Seorang petinju pasti akan kalah apabila ia pada waktu dipertemukan dengan lawannya dan di hadapan wasit tidak berani menatap mata lawannya. Biarlah kita berdoa seperti yang didoakan oleh para murid Tuhan, "Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus. Hamba-Mu yang kudus. Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." (Kis 4:29-31).

Beberapa tahun yang lalu di harian "Kompas" pernah ditulis satu hasil survey di Eropa. Banyak remaja putra Eropa sudah melakukan hubungan seks sebelum nikah pada waktu usia mereka sekitar 17 tahun 3 bulan. Sedangkan bagi remaja putri, banyak yang telah melakukan hubungan seks pada usia sekitar 17 tahun 6 bulan. Hubungan seks sebelum nikah telah menjadi standard yang dibanggakan di dalam kelompok mereka. Sayangnya, apa yang mereka banggakan ternyata membuat Tuhan merasa malu dan marah.

5. Kemenangan untuk hidup memuliakan Tuhan.

"Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1 Kor 15:17).

Benarlah ayat itu. Jikalau Yesus telah dibangkitkan, maka percumalah manusia yang berusaha untuk hidup benar, sebab Yesus Sang Kebenaran ternyata mengakhiri hidup-Nya di atas salib. Ia diperlakukan secara tidak adil oleh manusia yang berdosa. Jikalau Yesus tidak dibangkitkan, maka kebenaran dikalahkan oleh dusta. Tetapi puji Tuhan, Yesus bangkit! Berarti: ada pengharapan bagi manusia yang ingin hidup benar dan mau memuliakan nama Tuhan.

Kehidupan manusia Yesus adalah sangat mulia. Usia-Nya hanya pendek saja, yakni 33 1/2 tahun. Sebagian orang Amerika berkata, "Life begins from forty" (hidup dimulai sejak umur 40 tahun).

Usia Yesus 6 1/2 tahun lebih muda dari kerinduan orang Amerika. Umur Yesus juga paling pendek jika dibandingkan dengan para pendiri agama/ filsafat lainnya. Laotze berusia lebih dari 100 tahun, Sidharta Gautama 80 tahun, Socrates 68 tahun, dan Mohammad 64 tahun.

Walaupun pendek usia-Nya, tetapi Yesus sudah mengisi setiap saat dalam hidup-Nya dengan hal-hal yang memuliakan Bapa-Nya di Sorga.

Hal ini dapat kita ketahui dari Yoh 17:4, "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." Ayat ini merupakan bagian dari doa Tuhan Yesus sebelum Ia disalibkan. Jadi, hidup Yesus lebih menekankan pada segi kualitas (mutu hidup) dan bukan kuantitas (panjang umur).

Hendaklah hidup setiap umat Tuhan juga demikian. Masalah panjang umur bukanlah hal yang terpenting, tetapi bagaimana seseorang menggunakan setiap waktu dalam hidupnya, apakah dengan hal-hal yang berkenan di hadapan Tuhan, ataukah hanya memuaskan hawa nafsu dan ambisi pribadi? Mutu hidup lebih dipentingkan di dalam kekristenan.

6. Kemenangan untuk Gereja-Nya.

Tuhan Yesus pernah berkata kepada Rasul Petrus dan para murid-Nya yang lain, "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus (Yun: Petros) dan di atas batu karang (Yun.: Petra) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan dapat menguasainya." (Mat 16:18)

Apakah maksudnya "batu karang" (Petra) di sini? Itu bukanlah diri Petrus (Petros), tetapi pengakuan Petrus tentang Yesus yakni: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat 16:16). Di atas pengakuan itulah gereja Tuhan didirikan; dan alam maut tidak akan dapat menguasainya. Maut adalah musuh yang terbesar dalam hidup manusia. Musuh yang terbesar itu tak dapat menguasai gereja Tuhan sebab didirikan di atas pengakuan "Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup".

Tidak ada suatu kuasapun yang bisa menghancurkan gereja Tuhan. Gedung gereja bisa dihancurkan, tetapi bukan persekutuan umat Tuhan. Ini terbukti di dalam sejarah gereja Tuhan di RRC. Selama beberapa puluh tahun Komunisme, di bawah pemerintahan Mao Tse Tung, menganiaya banyak umat Tuhan. Mereka hanya bisa menutup pintu-pintu gedung gereja, tetapi tidak berdaya menghancurkan persekutuan umat Tuhan.

Sebelum Komunisme berkuasa, jumlah orang Kristen di RRC kurang dari 1 juta orang. Namun, setelah Mao Tse Tung meninggal dunia, pemerintah RRC mulai bersikap agak lunak terhadap agama-agama. Ternyata mereka mendapati jumlah orang Kristen yang berbakti "di bawah tanah" sudah mencapai sekitar 70 juta orang.

Sebagian umat Tuhan merindukan agar kekristenan dapat menjadi agama mayoritas di dunia ini. Mereka berpikir alangkah indahnya apabila orang Kristen menjadi mayoritas di dunia ini. Ijin untuk mendirikan gedung gereja tidak diperlukan lagi; dan berbagai kemudahan akan diperoleh oleh orang-orang Kristen.

Pernahkah itu terjadi? Pernah, yakni pada abad ke-4, pada masa pemerintahan kaisar Romawi yang bernama Constantine Agung (280-337 M). Pada tahun 312, sang kaisar menyerang Itali dan mengalahkan Maxentius, seorang musuh besarnya, di jembatan Milvian dekat kota Roma. Sebelum pertempuran berlangsung, Constantine berkata bahwa ia melihat suatu tanda dari Allahnya orang Kristen di langit. Tanda itu menyatakan, bahwa ia pasti menang.

Menurutnya, tanda itu adalah singkatan dalam bahasa Yunani untuk nama Kristus. Kemudian, tanda itu dilukiskan di setiap perisai prajuritnya. Setelah kemenangannya itu, Constantine menjadikan agama Kristen sebagai agama negara. Dia pun menjadi seorang Kristen. Banyak gedung pengadilan Romawi yang diubah menjadi gedung gereja.

Semua negara yang ditundukkan oleh kaisar Romawi harus "di-kristen-kan", sehingga terjadi baptisan masal. Banyak orang yang dibaptis tidak mengerti akan ajaran firman Tuhan. Mereka menjadi Kristen oleh karena diharuskan oleh perintah sang Kaisar. Para pemimpin gereja adalah orang-orang yang diangkat oleh pemerintah. Mereka memiliki kekuasaan yang besar dan kedudukan yang "empuk".

Akibatnya, banyak praktek duniawi masuk ke dalam gereja. Sinkretisme (percampuran agama Kristen dengan kepercayaan kafir) terjadi di dalam kehidupan gerejawi dan umat-Nya. Di dalam sejarah gereja, jaman sejak Constantine sampai beberapa abad selanjutnya dikenal dengan sebutan "dark ages" (abad-abad kegelapan). Terlalu banyak orang menyebut diri Kristen tetapi hanya "Kristen KTP", demikian pula dengan para pemimpin gereja. Jadi, ironis sekali ... jaman dimana Kekristenan menjadi mayoritas justru disebut sebagai "dark ages".

Sebaliknya, di tempat di mana umat Tuhan dianiaya; mereka hanya kelompok minoritas, di situlah terdapat gereja-gereja yang hidup. Di situlah hadirat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah kehidupan umat-Nya. Di situlah terjadi banyak manifestasi kemuliaan Allah.

Jadi, janganlah takut terhadap segala tantangan dan aniaya. Takutlah jikalau Tuhan tidak diberikan tempat yang semesti-nya di Gereja-Nya. Seperti yang tertulis di dalam Wahyu 3:20, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."

Ayat ini bukan ditujukan kepada orang-orang non-Kristen, tetapi kepada gereja Tuhan di Laodikia yang sudah suam-suam (Why 3:16). Tuhan Yesus yang seharusnya menjadi Kepala Gereja, tetapi Ia dibiarkan berada di luar pintu gereja.

(Sumber: Kematian, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus ke Sorga, Dr. Roby Setiawan).